Tugas Dr Tri

April 30, 2018 | Author: Anonymous | Category: Documents
Report this link


Description

Tugas Dr. Tri Murni W,dr. Sp BTKV (K) 1. Apa contoh masalah dari : a. TD ↓ N↑ b. TD ↓ N normal c. TD ↓ N↓ 2. Mediastinum hemoragik 3. Apa tanda tanda abdominal bleeding 4. Contusio a. Contusio jantung b. Contusio paru 5. Carilah a. Angka normal AGD b. Alkalosis dan Asidosis respiratorik c. Alkalosis dan asidosis metabolik 6. Jelaskan mengenai kurva disosiasi 7. Pasien dengan diagnosa Flail Chest, 50 tahun, RR 36x/m, TD 80/60 mmHg, N 120 x/m, pernafasan paradoxal X-ray  fraktur segmental di costa 5-8 dan lateral kanan Apa diagnosa lain selain flail chest ? Jawaban 1. Contoh masalah a. Reduce blood volume b. Syok neurogenik c. Heart Failure, Syok hypovolemik 2. Mediastinum Hemoragik Mediastinum adalah rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. RONGGA MEDIASTINUM Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi : 1. Mediastinum superior, batasnya : Atas : Bidang yang dibentuk oleh vetebra th-1, kosta-1 dan jugular notch. Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke vetebra th-4. Lateral : Pleura mediastinalis. Anterior : Manubrium sterni. Posterior : Corpus vetebra th-1 sampai th-4 2. Mediastinum inferior terdiri dari : a. Mediastinum anterior b. Mediastinum medius c. Mediastinum posterior a. Mediastinum anterior batasnya : Anterior : Sternum Posterior : Pericardium Lateral : Pleura mediastinalis Superior : Plane of sternal angle Inferior : Diafragma b. Mediastinum medius batasnya : Anterior : Pericardium Posterior : Pericardium Lateral : Pleura mediastinalis Superior : Plane of sternal angle Inferior : Diafragma c. Mediastinum posterior batasnya : Anterior : Pericardium Posterior : Corpus vetebra th-5 sampai th-12 Lateral : Pleura mediastinalis Superior : Plane of sternal angle Inferior : Diafragma DIAGNOSIS BERBAGAI MACAM TRAUMA TORAK Dinding dada : 1. Patah tulang rusuk, tunggal atau jamak Merupakan jenis yang paling sering. Tanda utamanya adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang patah, disertai nyeri waktu nafas dan atau rasa sesak. 2. Flailchest Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada. Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian tersebut masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan insersi vena cava inferior terdesak dan terjepit. Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan timbulnya tanda-tanda syok. Perdarahan mediastinum terbagi menjadi perdarahan spontan dan perdarahan karena trauma. Contoh dari perdarahan spontan : 1. Diseksi pada aorta 2. Ruptur aneurisma 3. Kelainan perdarahan 4. Terapi antikoagulan 5. Hemodialisis kronik 6. Misplacement dari CVP Contoh dari perdarahan akibat trauma : 1. Trauma tumpul aorta 2. Trauma paru dan laserasi parenkim 3. Trauma jalan nafas 4. Trauma esofagus atau duktus torakikus 5. Trauma pada diafragma 6. Trauma pada jantung dan perikardium Gejala perdarahan mediastinum : 1. Dapat asimtomatik 2. Penurunan tekanan darah akibat preload yang berkurang, bradikardi 3. Anamnesa:Nyeri substernal yang dapat menjalar ke punggung Sesak napas,Nyeri saat menarik maupun membuang napas 4. Inspeksi: Deviasi trakhea,Tidak ada distensi vena jugularis, Tertinggalnya gerakan napas pada salah satu thorax, Retraksi interkostalis, supraklavikula, sampai dengan epigastrium, Pernapasan paradoksal 5. Auskultasi : VBS menurun sampai hilang 6. Perkusi : redup 3. Tanda abdominal bleeding  Pemeriksaan Fisik Tanda Vital : Tekanan darah menurun, nadi meningkat, respirasi meningkat Inspeksi : Terdapat jejas di abdomen, abdomen terlihat cembung Auskultasi : Bising usus menghilang Perkusi : Pada perkusi yang normalnya tympani berubah menjadi pekak. Pekak Samping (+), Pekak Pindah (+) Palpasi : terdapat fraktur pada os. Costa IX, X, XI, XII Kerusakan yang ditimbulkan adalah : 1. Hepar injury ( perdarahan saluran cerna bag. Atas, ikterus, nyeri perut kanan atas, dapat pula terjadi syok hemoragi) 2. Lien injury ( jejas di pinggang kiri/ perut kanan atas, massa di perut kiri atas, tanda cairan bebas di dalam rongga perut, tanda iritasi peritoneum local, nyeri perut bagioan atas/kuadran kiri atas/punggung kiri/nyeri di daerah puncak bahu) 3. Ren injury ( jejas di daerah lumbal/luka, nyeri serta jejas di daerah kostovertebral, hematuri, nyeri tekan costovertebra, massa retroperitoneum)  Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan USG untuk melihat kerusakan daerah hati, limfa, dan pankreas juga untuk melihat adanya cairan bebas di perut Parasentesis dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya cedera organ intra abdomen 4. Contusio a. Contusio paru 1. Pendahuluan Cedera toraks merupakan salah satu penyebab trauma kematian. Banyak penderita meninggal setelah sampai dirumah sakit, dan banyak diantara kematian ini sebenarnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10% dari cedera tumpul toraks dan hanya 15-30% dari cidera tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi. Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalulintas umumnya berupa benda tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Cedera toraks sering disertai dengan cidera perut, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Trauma toraks mengambil 10% kasus trauma dan dapat berhubungan dengan luka pada organ-organ yang lain. Luka orthopedic dan kepala merupakan hal yang biasa dan utama pada kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Luka dapat secara luas dibagi atas 2, yaitu yang disebabkan karena trauma tumpul atau karena trauma tembus. Tujuan dari pengelolaan kasus trauma toraks adalah untuk merestorasi fungsi jantung paru kembali normal, mengontrol perdarahan, dan mencegah terjadinya sepsis 2. Definisi Kontusio paru adalah memar atau peradangan pada paru yang dapat terjadi pada cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat. 3. Epidemiologi Di Amerika Serikat, cedera dada berjumlah kira-kira 25 % dari semua trauma penyebab kematian. Secara keseluruhan, angka mortalitas untuk orang-orang dengan cedera dada sekitar 10%. Cedera dada penyebab 25 % kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Banyak kematian tersebut seharusnya dapat dicegah dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat. Diantara pasien-pasien yang ditransfer ke ruang operasi dalam 24 jam pertama, insiden dari trauma tumpul dada dilaporkan telah meningkat sebesar 62,5%. Pada penelitian Canadian selama 5 tahun yang diakui oleh unit trauma, 96,3% mendukung terjadinya trauma tumpul, sisanya 3,7% cedera dengan mekanisme penetrasi. Penyebab trauma tumpul berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas (70%), bunuh diri (10%), jatuh (8%), pembunuhan (7%), dan lainlain (5%). Insidensi cedera dada sebesar 46%. Untuk pasien dengan cedera dada, angka mortalitas sebesar 15,7%, untuk yang tanpa cedera dada sebesar 12,8%. 4. Etiologi Trauma pada thoraks kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang pada umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam thoraks dapat disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Cedera pada thoraks sering disertai dengan cedera pada perut, kepala dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat yang tinggi dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity) maupun setelah trauma tumpul thoraks Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema parenkim. Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial menyebabkan kematian. 5. Klasifikasi trauma toraks 1. Trauma tembus (tajam) Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi 2. Trauma tumpul Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru. Sekitar edema dan reaksi inflamasi •--> lung compliance • ventilation-perfusion mismatch •--> hypoxia & work of breathing •>> Seseorang dengan memar paru memiliki memar pada paru-paru, yang menyebabkan perdarahan ke dalam jaringan paru. Pengumpulan darah dapat mencegah oksigen dari lewat dari paru-paru, ke dalam aliran darah. Kontusio paru disebabkan oleh luka dada yang parah, seperti patah tulang rusuk ganda atau patah tulang sternum 9. Tanda dan gejalanya sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi, suara nafas berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang iga, sianosis. kesulitan bernafas, batuk, nyeri dada, dan memar dan pembengkakan pada dinding dada. Gejala memar paru memburuk termasuk darah batuk, dinding dada cacat, kesulitan bernapas yang parah, keringat berlebihan, pingsan dan kebingungan Local Effects Injured and Uninjured Lung (Ipsilateral and Contralateral) Systemic Laceration to lung tissue Hemorrhage-filled alveoli Reduced compliance yielding reduced ventilation Increased shunt fraction with decrease in pO2, increase in AaDO2 Increased pulmonary vascular resistance Decreased pulmonary blood flow Keterangan Thickened alveolar septa with impaired diffusion Decreased alveolar diameter Vacuolation of pulmonary tissue Delayed capillary leak with increased BAL protein Increased neutrophils in lung tissue Increased TCC Decreased complement PO2 = partial pressure of oxygen AaDO2 = alveolar-arterial oxygen difference. BAL = bronchoalveolar lavage TCC = terminal complement component Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan cidera toraks. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipovolemia(kehilangan darah), pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratoraks(contoh tension pneumotoraks, pneumotoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akbiat perubahan tekanan intratoraks atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan hipoperfusi dari jaringan (syok). Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan defitnitif dapat berubah berdasarkan perubahan klinis. Monitoring harus ketat dan hati-hati, juga diperluakan evaluasi penderita yang berulang-ulang F. Pemeriksaan Diagnostik a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) Photo toraks (pengembangan paru-paru). Urinalisis Elektrolit Osmolalitas Saturasi oksigen Gas darah arteri EKG Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup). X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) Diagnosis fisik : Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi. G. 1. Penatalaksanaan Medis Bullow Drainage / WSD Pada trauma toraks, WSD dapat berarti : a. Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock. b. Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya. c. Preventive : Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik. 2. a. Perawatan WSD dan pedoman latihanya : Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien. b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter. c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan : Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi. Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera. d. Mendorong berkembangnya paru-paru. e. Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang. f. Latihan napas dalam. g. Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem. h. Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi. i. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jikaperdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi.Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan. j. Suction harus berjalan efektif : Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.   Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah. Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru. k. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage. 1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat. 2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage. 3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher. 4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril. 5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan. 6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll. l. Dinyatakan berhasil, bila : a. b. c. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage. Tidak ada pus dari selang WSD. 3. Terapi : a. b. c. Antibiotika.. Analgetika. Expectorant 4. a. b. c. d. e. f. Prinsip pengobatan rauma toraks ialah: Mengatasi syok Mempertahankan jalan nafas Mengembalikan atau mempertahankan tekanan negatiif rongga pleura Menghilangkan nyeri Stabilisasi dinding dada Torakotomi, bila ada indikasi: Perdarahan terus menerus 3-5ml/kg bb/jam selama 3-6 jam Pnemotorak yang tak teratasi dengan cara biasa Robekan esofagus Luka jantung H. Komplikasi Atelektasis Pnemonitis Kegagalan pernafasan Tension penumototrax Penumotoraks bilateral Emfisema b. Contusio jantung Gejala klinis         Consider possibility in any patient with a mechanism of injury that suggests likelihood of cardiac contusion Patients who are conscious may complain of dyspnoea or chest pain May lead to significant physiological dysfunction and even death but massive contusion leading to cardiogenic shock is rare. In patients with chest trauma cardiogenic shock is usually due to cardiac tamponade or ventricular akinesia with compression in diastole valvular dysfunction may occur; usually aortic valve in older patients and mitral in younger pericardial rub, S3 gallop, cardiac failure serious damage to virtually every cardiac structure has been reported most common presentation is with asymptomatic ECG abnormalities although severe contusion will produce cardiac failure. LAD damage may occur with resulting anteroapical infarction Sumber http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/chest_injuries.htm Diagnosis Physical exams may show:        Bruises (contusions) or scrapes (abrasions) of the chest wall Crunching sensation when touching the skin (crepitus) if there are rib fractures and puncture of the lung Fast heartbeat Irregular heartbeat Low blood pressure Rapid or shallow breathing Tenderness to the touch  Visible abnormal chest wall movement from rib fractures (flail segment) Tests may include:     Blood tests (cardiac enzymes, such as Troponin or CKMB) Chest x-ray Electrocardiogram (ECG or EKG), which records electrical conduction in the heart Echocardiogram, which records heart wall motion and valve function Sumber http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000202.htm Terapi Initial and ongoing assessment is essential for patients with myocardial injury. For example, findings on assessment contribute to differentiating between potential causes of low blood pressure related to coronary injury or hemorrhage. S.B.’s score on the Glasgow Coma Scale was 4 of 15. Her heart rate was 40/min to 60/min; she had no palpable pulses and an inaudible blood pressure. She had a systolic murmur on the left sternal border at the fourth intercostal space. Breath sounds to the left lower lobe were absent, bruising was evident over the left upper quadrant, and subcutaneous emphysema was present from the clavicle to the sixth rib. In the emergency department, needle decompression of the lung was performed and a chest tube was inserted; 150 mL of sanguineous fluid was drained. S.B. was intubated and was treated with pressure-cycled ventilation, with a fraction of inspired oxygen of 0.50. Atropine (0.6 mg) was given for the bradycardia, and her heart rate increased to 75/min. Her blood pressure was 70/50 mm Hg. Isotonic sodium chloride solution (2000 mL) was given, and infusions of epinephrine (0.2 μg/kg per minute) and dopamine (4 μg/kg per minute) were initiated to increase blood pressure and perfusion. S.B. had a left-sided thoracotomy and creation of a pericardial window and was admitted to the medical-surgical critical care unit. Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/content/22/1/15.full Komplikasi Ventricular dysfunction and arrhythmia are the two most serious complications. Arrhythmia usually occur within 24 hours (91% within 48 hours). The need for intervention has been reported at between zero to 20%, depending upon diagnostic criteria and intervention threshold. Coronary vessel and valvular injury are associated with cardiac contusion but are regarded as separate entities. Sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1725746/pdf/v019p00008.pdf 5. Carilah a. Nilai rujukan : i. PO2 = 80 – 100 mm Hg ii. PCO2 = 35 – 45 mm Hg iii. Sa O2 = 94 – 100 % iv. HCO3 = 22 – 26 mm Hg v. PH = 7,35 – 7,45 vi. Base Excess = - 2 – + 2 1. Asidosis Respiratorik Asidosis yang disebabkan oleh ggn pernapasan akibat penurunan eliminasi gas CO 2 di paru-paru, ditandai oleh • • Primer  pCO2 (hiperkapnia),  [HCO3-], pH normal (kompensasi sempurna) dan pH belum normal (kompensasi parsial) Primer  pCO2 dan [HCO3-] normal (tidak terkompensasi) Penyebab: 1. Langsung menekan pusat napas: obat narkotik & barbiturat, trauma SSP, tumor, kelainan degeneratif, infeksi SSP, koma, hipoventilasi sentral primer 2. Keadaan pada alat pernapasan: PPOM, fibrosis paru, status asmatikus, spasme laring, infeksi paru berat, efusi pleura, pneumothoraks, adult respiratory syndrome 3. Lain-lain: distensi abdomen (asites, peritonitis), obesitas berat (sindrom pickwickian), sleep apnea. 2. Alkalosis Respiratorik Alkalosis yang disebabkan oleh ggn pernapasan, yaitu meningkatnya frekuensi dan kedalaman pernapasan   H+ dan  pH, ditandai oleh   Primer  pCO2 (hipokapnia),  [HCO3-], pH normal (kompensasi sempurna) dan pH belum normal (kompensasi parsial) Primer  pCO2 dan [HCO3-] normal (tidak terkompensasi) Penyebab: 1. Rangsangan pusat napas: ketegangan, histeri, infeksi SSP, septikemia, ensefalopati metabolik, cerebrovascular accident, operasi intrakranial, anemia berat, obat (salisilat, katekolamin, progesteron) 2. Keadaan pada alat pernapasan: pneumonia, asma, emboli paru, gagal jantung kongestif, penyakit paru interstitial. 3. Lain-lain: hiperventilasi karena respirator 3. Asidosis Metabolik Asidosis yang tidak disebabkan oleh ggn pernapasan, ditandai oleh • •  [HCO3-] dan  pCO2  pH normal (kompensasi sempurna) dan pH belum normal (kompensasi parsial) [HCO3-] dan pCO2 normal (tidak terkompensasi) Penyebab: 1. Gagal ginjal, ketoasidosis, intoksikasi salisilat, asidosis asam laktat, toksin 2. Renal tubular asidosis, kehilangan Na+/K+, diuretika (mafenide), hidronefrosis, hipoaldosteronisme, dll 4. Alkalosis Metabolik Alkalosis yang tidak disebabkan oleh gangguan pernapasan, ditandai oleh • •  [HCO3-] dan  pCO2  pH normal (kompensasi sempurna) dan pH belum normal (kompensasi parsial)  [HCO3-] dan pCO2 normal (tidak terkompensasi) Penyebab: 1. Intake basa meningkat (misal antasida, NaHCO3), kehilangan HCl lambung meningkat dan hipoventilasi (muntah, obstruksi pilorik, post gastric suction) 2. Pemberian diuretika yang lama (loop diuretic: furosemid, tiazide) 6. Kurva disosiasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kurva disosiasi Hb-O2:     pH rendah Peningkatan temperatur Peningkatan level CO2 Banyaknya 2,3-diphosphoglycerate 7. Diagnosis : flail chest dengan syok hipovolemik e.c .ruptur hepar Terapi : A  cek airway  clear B  O2 dengan non rebreathing mask 10 L/menit C  resusitasi cairan, hentikan sumber perdarahan Konsul ke Sp.BTKV


Comments

Copyright © 2025 UPDOCS Inc.