Tugas 4 PAAL (Unggul Adi Wibowo)

April 28, 2018 | Author: Anonymous | Category: Documents
Report this link


Description

Standar Nasional Indonesia SNI 6989.72:2009 Air dan air limbah – Bagian 72: Cara uji Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand/ BOD) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi SNI 6989.72:2009 Daftar Isi ….........................................................................................................................i Prakata ..............................................................................................................................ii 1 Ruang lingkup............................................................................................................. 1 2 Acuan normatif.....................................................................................................................…1 3 Istilah dan definisi ....................................................................................................... 1 4 Cara uji ....................................................................................................................... 2 5 Pengendalian mutu..................................................................................................... 8 Lampiran A (informatif) Bagan alir persiapan bibit mikroba .............................................. 9 Lampiran B (normatif) Pembuatan medium mineral ....................................................... 10 Lampiran C (informatif) Perkiraan nilai BOD5 berdasarkan nilai COD serta penentuan volume air pengencer ..................................................................................................... 11 Lampiran D (informatif) Daftar konsentrasi jenuh oksigen pada suhu tertentu............... 12 Lampiran E (informatif) Contoh format pelaporan hasil uji BOD5................................... 13 Lampiran F (informatif) Hasil validasi metode BOD........................................................ 15 Lampiran G (informatif) Lembar modifikasi..................................................................... 19 Bibliografi ........................................................................................................................ 20 i SNI 6989.72:2009 Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) ini merupakan revisi dari SNI 06-2503-1991, Air, Metode pengujian kadar kebutuhan oksigen biokimiawi. SNI ini menggunakan referensi dari metode standar internasional yaitu Standard Methods for the Examination Of Water and Wastewater 21 th Edition, editor L.S.Clesceri, A.E.Greenberg, A.D.Eaton, APHA, AWWA and WPCF , Washington DC (2005). SNI ini telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam rangka Kualitas Air dari Panitia Teknis 13-03, Kualitas Lingkungan dan Manajemen Lingkungan dengan para pihak terkait. SNI ini telah disepakati dan disetujui dalam rapat konsensus dengan peserta rapat yang mewakili produsen, konsumen, ilmuwan, instansi teknis dan pemerintah terkait pada tanggal 12 Nopember 2007 di Serpong dan telah melalui jajak pendapat pada tanggal 23 Desember 2008 sampai dengan tanggal 23 Februari 2009. Dengan ditetapkannya SNI 6989.72-2009 ini, maka penerapan SNI 06-2503-1991, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pemakai SNI agar dapat meneliti validasi SNI yang terkait dengan metode ini, sehingga dapat selalu menggunakan SNI edisi terakhir. ii SNI 6989.72:2009 Air dan air limbah – Bagian 72: Cara uji Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand/BOD) 1 Ruang lingkup Cara uji ini digunakan untuk menentukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk mengoksidasi bahan organik karbon dalam contoh uji air limbah, efluen atau air yang tercemar yang tidak mengandung atau yang telah dihilangkan zat-zat toksik dan zat-zat pengganggu lainnya. Pengujian dilakukan pada suhu 20 °C ± 1 °C selama 5 hari ± 6 jam. 2 Acuan normatif SNI 6989.57:2008, Air dan air limbah – Bagian 57: Metoda pengambilan contoh air permukaan. SNI 6989.59:2008, Air dan air limbah – Bagian 59: Metoda pengambilan contoh air limbah. SNI 06-6989.14-2004, Air dan air limbah - Bagain 14: Cara uji oksigen terlarut secara yodometri (modifikasi azida). Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Membrane electrode method (4500-O G). Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Pour Plate method (9215 B). Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Fixed and Volatile Solids Ignited at 550 C (2540 E). 3 Istilah dan definisi 3.1 air bebas mineral air yang diperoleh dengan cara penyulingan ataupun proses demineralisasi sehingga diperoleh air dengan konduktifitas lebih kecil dari 1 μS/cm 3.2 air pengencer larutan jenuh oksigen yang telah diperkaya oleh nutrisi dan suspensi bibit mikroba 3.3 blanko air pengencer yang diperlakukan seperti contoh uji 3.4 Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand/BOD) jumlah miligram oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk menguraikan bahan organik karbon dalam 1 L air selama 5 hari pada suhu 20 °C ± 1 °C 1 dari 20 SNI 6989.72:2009 3.5 larutan jenuh oksigen air bebas mineral yang mengandung oksigen jenuh 3.6 Mix Liquor Suspended Solid (MLSS) jumlah miligram biomassa mikroba campuran yang tersuspensi dalam 1 L medium cair 3.7 oksigen terlarut nol hari kadar oksigen terlarut sebelum diinkubasi pada suhu 20 °C ± 1 °C 3.8 oksigen terlarut lima hari kadar oksigen terlarut setelah diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20 °C ± 1 °C 3.9 suspensi bibit mikroba biakan mikroba yang dipelihara dan dipersiapkan untuk uji BOD 4 Cara uji 4.1 Prinsip Sejumlah contoh uji ditambahkan ke dalam larutan pengencer jenuh oksigen yang telah ditambah larutan nutrisi dan bibit mikroba, kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu 20 °C ± 1 °C selama 5 hari. Nilai BOD dihitung berdasarkan selisih konsentrasi oksigen terlarut 0 (nol) hari dan 5 (lima) hari. Bahan kontrol standar dalam uji BOD ini, digunakan larutan glukosa-asam glutamat. 4.2 Bahan 4.2.1 air bebas mineral 4.2.2 larutan nutrisi 4.2.2.1 Larutan buffer fosfat; a) Cara 1 Larutkan 8,5 g kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4); 21,75 g dikalium hidrogen fosfat (K2HPO4); 33,4 g dinatrium hidrogen fosfat heptahidrat (Na2HPO4.7H2O) dan 1,7 g amonium klorida (NH4Cl) dalam air bebas mineral, kemudian encerkan hingga 1 L. Larutan ini menghasilkan pH 7,2. b) Cara 2 Larutkan 42,5 g kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4); 1,7 g amonium klorida (NH4Cl) dalam 700 mL air bebas mineral, atur pH larutan sampai 7,2 dengan penambahan larutan NaOH 30 %, kemudian encerkan hingga 1 L. 4.2.2.2 Larutan magnesium sulfat; Larutkan 22,5 g MgSO4.7H2O dengan air bebas mineral, kemudian encerkan hingga 1 L. 2 dari 20 4.2.2.3 Larutan kalsium klorida; SNI 6989.72:2009 Larutkan 27,5 g CaCl2 anhidrat dengan air bebas mineral, kemudian encerkan hingga 1 L. 4.2.2.4 Larutan feri klorida; Larutkan 0,25 g FeCl3.6H2O dengan air bebas mineral, kemudian encerkan hingga 1 L. 4.2.3 Larutan suspensi bibit mikroba; Sumber bibit mikroba dapat diperoleh dari limbah domestik, efluen dari pengolahan limbah secara biologis yang belum mengalami klorinasi dan penambahan desinfektan atau air sungai yang menerima buangan limbah organik. Sebaiknya bibit mikroba diperoleh dari pengolahan limbah secara biologis. Pembuatan suspensi bibit mikroba dapat dilakukan dengan 3 cara sebagai berikut: 4.2.3.1 Cara 1 a) ambil supernatan dari sumber bibit mikroba (limbah domestik atau efluen pengolahan limbah); b) lakukan aerasi dengan segera terhadap supernatan tersebut, sampai akan digunakan. 4.2.3.2 Cara 2 Cara ini dilakukan berdasarkan standar OECD guideline for testing of chemicals, 301 -1992 ready biodegradability, dengan uraian sebagai berikut (Lampiran A): a) ambil air dari bak aerasi pada sistem pengolahan lumpur aktif; b) pisahkan partikel-partikel kasar dari air lumpur aktif dengan cara penyaringan; c) suspensi lumpur aktif yang telah dipisahkan dari partikel kasar, diendapkan selama 30 menit atau disentrifugasi pada putaran 100 x g selama 10 menit; d) endapan dipisahkan, kemudian endapan ditambahkan ke dalam medium mineral (Lampiran B) sampai kandungan padatan tersuspensi 3 g sampai dengan 5 g MLSS/L atau jumlah mikroba 107sel/L sampai dengan 108 sel/L; e) homogenkan padatan tersuspensi dengan alat blender pada kecepatan sedang selama 2 menit, kemudian dienapkan selama  30 menit; f) supernatan dipisahkan dan digunakan sebagai bibit mikroba; g) sebelum digunakan, supernatan tersebut dikocok dengan menggunakan shaker selama 5 sampai dengan 7 hari pada suhu yang sama dengan suhu pengujian (20 °C ± 3 °C). CATATAN 1 Analisis perhitungan mikroba dilakukan menurut Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Pour Plate method (9215 B). CATATAN 2 Analisis MLSS dilakukan menurut Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Fixed and Volatile Solids Ignited at 550C (2540 E). 4.2.3.3 Cara 3 Suspensi bibit mikroba dapat dibuat dari BOD seed yang tersedia secara komersial. 4.2.4 Larutan air pengencer a) siapkan air bebas mineral yang jenuh oksigen atau minimal 7,5 mg/L, dalam botol gelas yang bersih, kemudian atur suhunya pada kisaran 20 °C ± 3 °C; b) tambahkan ke dalam setiap 1 L air bebas mineral jenuh oksigen tersebut, masing-masing 1 mL larutan nutrisi (4.2.2) yang terdiri dari larutan bufer fosfat, MgSO4, CaCl2 dan FeCl3; 3 dari 20 SNI 6989.72:2009 c) tambahkan juga bibit mikroba ke dalam setiap 1 L air bebas mineral, untuk: Cara 1 : 1 mL sampai dengan 3 mL (bibit mikroba pada langkah 4.2.3.1) dan aduk sampai homogen; atau Cara 2 : 1 mL sampai dengan 10 mL (bibit mikroba pada langkah 4.2.3.2) dan aduk sampai homogen; atau Cara 3 : Bibit mikroba pada langkah 4.2.3.3, sesuai petunjuk penggunaan. CATATAN 1 Penjenuhan oksigen dapat dilakukan dengan cara mengalirkan udara ke dalam air dengan menggunakan aerator yang dilengkapi filter bebas organik. Apabila digunakan udara tekan, udara tersebut tidak boleh mengandung zat-zat lain, seperti minyak, air dan gas. CATATAN 2 Larutan air pengencer, harus dibuat langsung saat akan digunakan. CATATAN 3 Volume bibit mikroba yang ditambahkan, dapat berdasarkan hasil uji glukosa-asam glutamat yang menghasilkan nilai BOD 198 mg/L ± 30,5 mg/L. 4.2.5 Larutan glukosa-asam glutamat Keringkan glukosa (p.a) dan asam glutamat (p.a) pada 103 °C selama 1 jam. Timbang 150 mg glukosa dan 150 mg asam glutamat, kemudian larutkan dengan air bebas mineral hingga 1 L. 4.2.6 Larutan asam dan basa 1 N 4.2.6.1 Larutan asam sulfat Tambahkan 28 mL H2SO4 pekat sedikit demi sedikit ke dalam ± 800 mL air bebas mineral sambil diaduk. Encerkan dengan air bebas mineral hingga 1 L. 4.2.6.2 Larutan natrium hidroksida Larutkan 40 g NaOH dalam air bebas mineral hingga 1 L. 4.2.7 Larutan natrium sulfit; Larutkan 1,575 g Na2SO3 dalam 1 L air bebas mineral. Larutan ini disiapkan segera saat akan digunakan. 4.2.8 Inhibitor nitrifikasi Allylthiourea (ATU); Larutkan 2,0 g ATU (C4H8N2S) dalam 500 mL air bebas mineral, kemudian tambahkan air bebas mineral hingga 1 L. Simpan pada suhu 4°C. Larutan ini stabil maksimum 2 minggu. 4.2.9 Asam asetat; Encerkan 250 mL asam asetat (CH3COOH) glasial (massa jenis 1,049) dengan 250 mL air bebas mineral. 4.2.10 Larutan kalium iodida 10%; Larutkan 10 g kalium iodida (KI) dengan air bebas mineral hingga 100 mL. 4.2.11 Larutan indikator amilum (kanji). Masukkan 2 g kanji dan ± 0,2 g asam salisilat ke dalam 100 mL air bebas mineral panas kemudian aduk sambil dipanaskan hingga larut. 4 dari 20 4.3 Peralatan a) botol DO; b) lemari inkubasi atau water cooler, suhu 20°C ± 1°C, gelap; c) botol dari gelas 5 L – 10 L; d) pipet volumetrik 1,0 mL dan 10,0 mL; e) labu ukur 100,0 mL; 200,0 mL dan 1000,0 mL; f) pH meter; g) DO meter yang terkalibrasi; h) shaker; i) blender; j) oven; dan k) timbangan analitik. SNI 6989.72:2009 CATATAN Apabila tidak tersedia lemari inkubasi atau water cooler, dapat digunakan ruang dengan kondisi suhu 20°C ± 1°C, gelap. 4.4 Prosedur 4.4.1 Persiapan 4.4.1.1 Pengambilan contoh uji Contoh uji di ambil berdasarkan SNI 06-6989.57-2008 untuk metoda pengambilan contoh air permukaan dan SNI 06-6989.59-2008 untuk metoda pengambilan contoh air limbah. 4.4.1.2 Penyimpanan contoh a) Penyimpanan contoh sesaat (grab samples) Suhu penyimpanan contoh sesaat dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 - Suhu penyimpanan contoh Lama penyimpanan contoh < 2 jam 2 – 6 jam 6 – 24 jam > 24 jam Suhu penyimpanan Tidak perlu disimpan di lemari pendingin ≤ 4°C ≤ 4°C dan catat lama waktu penyimpanan Contoh tidak mewakili uji BOD b) Penyimpanan contoh gabungan (composite samples) Selama pengumpulan, penyimpanan contoh dilakukan pada suhu ≤ 4C. Batas periode pengumpulan contoh maksimal 24 jam dari waktu pengambilan contoh terakhir. Gunakan kriteria lama penyimpanan contoh gabungan, seperti pada pengambilan contoh sesaat (Tabel 1). 4.4.2 Persiapan pengujian 4.4.2.1 Pengaturan pH 5 dari 20 SNI 6989.72:2009 a) Kondisikan contoh uji pada suhu 20°C ± 3°C. b) Lakukan pengukuran pH contoh, jika nilainya tidak dalam kisaran 6,0 - 8,0, atur pH pada kisaran tersebut dengan penambahan larutan H2SO4 atau NaOH. c) Penambahan asam atau basa tidak boleh mengakibatkan pengenceran lebih dari 0,5%. 4.4.2.2 Penghilangan zat-zat pengganggu 4.4.2.2.1 Contoh uji mengandung klorin sisa (residual chlorine compounds) a) Ke dalam 100 mL contoh uji, tambahkan 10 mL larutan kalium iodida (10%), 10 mL asam asetat (1+1) dan beberapa tetes indikator larutan kanji. Jika terjadi warna biru, titrasi dengan larutan natrium sulfit sampai warna biru tepat hilang. Catat pemakaian larutan natrium sulfit (a mL). b) Ke dalam 100 mL contoh uji yang lain, tambahkan a mL larutan natrium sulfit, kocok dan biarkan 10 menit. Kemudian tambahkan 10 mL larutan kalium iodida dan 10 mL asam asetat. Bila campuran berwarna biru, titrasi dengan larutan natrium sulfit sampai warna biru tepat hilang. Catat pemakaian larutan natrium sulfit (b mL). c) Ke dalam 100 mL contoh uji yang akan diuji BOD nya, tambahkan (a + b) mL larutan natrium sulfit. 4.4.2.2.2 Contoh uji mengandung senyawa toksik lain Terhadap contoh uji-contoh uji yang mengandung senyawa toksik, lakukan perlakuan khusus untuk menghilangkannya. Salah satu perlakuan adalah dengan cara pengenceran (lihat Tabel 2). 4.4.2.2.3 Contoh uji mengandung hidrogen peroksida a) kocok contoh uji dalam wadah terbuka selama 1-2 jam atau lebih; b) hentikan pengocokan dan ukur oksigen terlarut; c) biarkan tanpa pengocokan selama 30 menit; d) hidrogen peroksida dinyatakan hilang, bila dalam perioda waktu 30 menit tanpa pengocokan tidak terjadi peningkatan konsentrasi oksigen terlarut. 4.4.2.2.4 Contoh uji mengandung oksigen terlarut lewat jenuh Hilangkan kelebihan oksigen dengan cara pengocokan atau diaerasi pada suhu 20C ± 3C. 4.4.2.3 Larutan glukosa-asam glutamat a) kondisikan larutan glukosa-asam glutamat pada suhu 20C ± 3C; b) masukkan 20 mL larutan glukosa-asam glutamat (4.2.5) ke dalam labu ukur 1 L; c) encerkan dengan larutan air pengencer (4.2.4) hingga 1 L; d) aduk sampai homogen. 4.4.2.4 Larutan contoh uji a) kondisikan contoh uji pada suhu 20C ± 3C; b) dalam labu ukur, lakukan pengenceran contoh uji dengan larutan pengencer (4.2.4) hingga 1 L. Jumlah pengenceran sangat tergantung pada karakteristik contoh uji, dan dipilih pengenceran yang diperkirakan dapat menghasilkan penurunan oksigen terlarut minimal 2,0 mg/L dan sisa oksigen terlarut minimal 1,0 mg/L setelah inkubasi 5 hari. 6 dari 20 SNI 6989.72:2009 c) pengenceran contoh uji dapat dilakukan berdasarkan faktor pengenceran seperti dalam Tabel 2. Tabel 2 - Jumlah contoh uji Jenis contoh uji Jumlah contoh uji (%) Faktor pengenceran Limbah industri yang sangat pekat Limbah yang diendapkan Efluen dari proses biologi Air sungai 0,01 – 1,0 1,0 – 5,0 5,0 – 25 25 -100 10000 - 100 100 - 20 20 - 4 4 - 1 Sumber: Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Biochemical Oxygen Demand (5210). 4.4.3 Pengujian a) siapkan 2 buah botol DO, tandai masing-masing botol dengan notasi A1; A2; b) masukkan larutan contoh uji (4.4.2.4) ke dalam masing-masing botol DO A1 dan A2; sampai meluap, kemudian tutup masing masing botol secara hati-hati untuk menghindari terbentuknya gelembung udara; c) lakukan pengocokan beberapa kali, kemudian tambahkan air bebas mineral pada sekitar mulut botol DO yang telah ditutup; d) simpan botol A2 dalam lemari inkubator 20C ± 1C selama 5 hari; e) lakukan pengukuran oksigen terlarut terhadap larutan dalam botol A1 dengan alat DO meter yang terkalibrasi sesuai dengan Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Membrane electrode method (4500-O G) atau dengan metoda titrasi secara iodometri (modifikasi Azida) sesuai dengan SNI 06- 6989.14-2004. Hasil pengukuran, merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (A1). Pengukuran oksigen terlarut pada nol hari harus dilakukan paling lama 30 menit setelah pengenceran; f) ulangi pengerjaan 4.4.3 butir e) untuk botol A2yang telah diinkubasi 5 hari ± 6 jam. Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut 5 hari (A2); g) lakukan pengerjaan 4.4.3 butir a) sampai f) untuk penetapan blanko dengan menggunakan larutan pengencer tanpa contoh uji (4.2.3). Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (B1) dan nilai oksigen terlarut 5 hari (B2); h) lakukan pengerjaan 4.4.3 butir a) sampai f) untuk penetapan kontrol standar dengan menggunakan larutan glukosa-asam glutamat (4.4.2.3). Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (C1) dan nilai oksigen terlarut 5 hari (C2); i) lakukan kembali pengerjaan 4.4.3 butir a) sampai butir f) terhadap beberapa macam pengenceran contoh uji. CATATAN 1 Untuk mencegah terjadinya proses nitrifikasi dapat ditambahkan larutan inhibitor nitrifikasi (4.2.8) 1 mL per 1 L larutan pengencer. CATATAN 2 Oksigen terlarut dalam air pengencer yang dikonsumsi mikroba selama 5 hari berkisar antara 0,6 mg/L – 1,0 mg/L. CATATAN 3 Frekuensi pengerjaan untuk penetapan blanko (4.4.3. butir g) dan kontrol standar dengan glukosa-asam glutamat (4.4.3. butir h) dilakukan 5% - 10% per batch (satu seri pengukuran) atau minimal 1 kali untuk jumlah contoh uji kurang dari 20. 7 dari 20 SNI 6989.72:2009 4.5 Pernyataan hasil 4.5.1 Perhitungan nilai BOD5 a) Nilai BOD5 contoh uji dihitung sebagai berikut: ⎛ ⎞ (A1−A2 −⎜⎜ c BOD 5 dengan pengertian:  ⎝ P VB ⎠ BOD5adalah nilai BOD5 contoh uji (mg/L); A1adalah kadar oksigen terlarut contoh uji sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L); A2adalah kadar oksigen terlarut contoh uji setelah inkubasi 5 hari (mg/L); B1 adalah kadar oksigen terlarut blanko sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L); B2adalah kadar oksigen terlarut blanko setelah inkubasi 5 hari (mg/L); VB adalah volume suspensi mikroba (mL) dalam botol DO blanko; Vcadalah volume suspensi mikroba dalam botol contoh uji (mL); P adalah perbandingan volume contoh uji (V1) per volume total (V2). CATATAN Bila contoh uji tidak ditambah bibit mikroba VB = 0. 4.5.2 Laporan hasil uji Laporkan nilai BOD5.dari hasil perhitungan yang memenuhi batas keberterimaan pengendalian mutu 5 Pengendalian mutu a) Gunakan bahan kimia pro analisis (p.a). b) Gunakan alat gelas bebas kontaminan. c) Gunakan alat ukur yang terkalibrasi atau terverifikasi. d) Dikerjakan oleh analis/penguji yang kompeten. e) Gunakan air bebas mineral yang bebas kontaminan, penurunan konsentrasi oksigen terlarut maksimum < 0,4 mg/L selama 5 hari. f) Nilai BOD5 larutan kontrol standar glukosa-asam glutamat berada pada kisaran 198 ± 30,5 mg/L, dengan rumus perhitungan sebagai berikut: Nilai BOD5kontrol standar dihitung sebagai berikut: ⎛ ⎞ (C1−C2) −⎜⎜(B1- B2) ⎟⎟V -54s BOD5  ⎝ P VB ⎠ dengan pengertian: BOD5 adalah nilai BOD5 kontrol standar (2 ulangan) (mg/L); C1adalah kadar oksigen terlarut glukosa-asam glutamat nol hari (mg/L); C2adalah kadar oksigen terlarut glukosa-asam glutamat 5 hari (mg/L); B1 adalah kadar oksigen terlarut blanko nol hari (mg/L); B2adalah kadar oksigen terlarut blanko 5 hari (mg/L); 8 dari 20 VBadalah volume suspensi mikroba (mL) dalam botol DO blanko; SNI 6989.72:2009 hasil pengukuran −duplikat pengukuran %RPD   (hasil pengukuran duplikat pengukuran)/2 9 dari 20 100% SNI 6989.72:2009 Lampiran A (informatif) Bagan alir persiapan bibit mikroba LUMPUR AKTIF saring TERSUSPENSI PARTIKEL KASAR Endapkan 30 menit atau sentrifuse 10 menit ENDAPAN + Medium mineral LARUTAN INOKULUM (TSS 3 – 5 g MLSS/L atau 107 – 108 sel/L) Blender, 2 menit agar homogen, kemudian endapkan 30 menit SUPERNATAN ( Sebagai inokulum mikroba) Aerasi sebelum digunakan Bibit mikroba CAIRAN ENDAPAN Sumber: OECD guideline for testing of chemicals, 301A -1992 ready biodegradability. 10 dari 20 Lampiran B (normatif) Pembuatan medium mineral B.1 Persiapan larutan induk SNI 6989.72:2009 Buat 4 jenis larutan induk medium mineral, dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang memiliki kualitas pa. Cara pembuatan dari masing-masing larutan induk medium mineral adalah sebagai berikut: 1) Larutan induk A Larutkan 8,50 g kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4); 21,75 g dikalium hidrogen fosfat (K2HPO4); 33,40 g dinatrium hidrogen fosfat dihidrat (Na2HPO4.2H2O) dan 0.50 g amonium klorida (NH4Cl) dalam 1 L air bebas mineral. pH larutan akan menjadi 7,4. Bila tidak, maka diatur pada 7,4 ± 0,2 dengan penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. 2) Larutan induk B Larutkan 27,50 g kalsium klorida (CaCl2) atau 36,40 g kalsium klorida dihidrat (CaCl2.2H2O) dalam 1 L air bebas mineral. 3) Larutan induk C Larutkan 22,50 g magnesium sulfat heptahidrat (MgSO4.7H2O) dalam 1 L air bebas mineral. 4) Larutan induk D Larutan 0,25 g besi(III) klorida heksahidrat (FeCl3.6H2O) dalam 1 L air bebas mineral. B.2 Pembuatan medium mineral a) masukkan 10 mL larutan induk A ke dalam Erlenmeyer ukuran 2000 mL; b) tambahkan 800 mL air bebas mineral, kemudian aduk hingga homogen; c) tambahkan larutan induk B; induk C dan induk D masing-masing 1 mL, kemudian tambahkan kembali air bebas mineral sampai volumenya menjadi 1000 mL. CATATAN 1 Untuk menghindari terjadinya kontaminasi terhadap larutan-larutan induk tersebut, tambahkan 1 tetes larutan HCl encer atau 0,4 g EDTA per liter larutan. CATATAN 2 Jika terdapat endapan dalam larutan induk, gantilah dengan larutan induk yang baru. Sumber: OECD guideline for testing of chemicals, 301 -1992 ready biodegradability 11 dari 20 SNI 6989.72:2009 Lampiran C (informatif) Perkiraan nilai BOD5 berdasarkan nilai COD dalam penentuan volume contoh dan volume air pengencer Tabel C.1 - Volume contoh air untuk analisis BOD5 Perkiraan nilai BOD5 0-7 300 6 - 21 12 - 42 30 -105 60 - 210 120 - 420 300 -1050 600 -2100 Volume contoh 100 50 20 10 5 2 1 Volume air pengencer 0 200 250 280 290 295 298 299 Sumber: Sawyer,C.N., and McCarty,P.L., 1978, Chemistry for environmental Engineering. New York, McGraw-Hill, p. 416-432. 12 dari 20 Lampiran D (informatif) SNI 6989.72:2009 Daftar konsentrasi jenuh oksigen pada suhu tertentu Tekanan udara(mmHg) Suhu (°C) 760.0 745.0 730.0 700.0 695.0 690.0 685.0 680.0 675.0 670.0 665.0 20.0 20.5 21.0 21.5 22.0 22.5 23.0 23.5 24.0 24.5 25.0 25.5 26.0 26.5 27.0 27.5 28.0 28.5 29.0 29.5 9.1 8.9 9.0 8.8 8.9 8.7 8.8 8.6 8.7 8.5 8.6 8.5 8.6 8.4 8.5 8.3 8.4 8.2 8.3 8.1 8.2 8.1 8.2 8.0 8.1 7.9 8.0 7.8 7.9 7.8 7.9 7.7 7.8 7.6 7.7 7.6 7.7 7.5 7.6 7.4 8.7 8.3 8.6 8.3 8.5 8.2 8.4 8.1 8.4 8.0 8.3 7.9 8.2 7.9 8.1 7.8 8.0 7.7 8.0 7.6 7.9 7.6 7.8 7.5 7.8 7.4 7.7 7.4 7.6 7.3 7.5 7.2 7.5 7.2 7.4 7.1 7.3 7.0 7.3 7.0 8.3 8.2 8.1 8.0 8.0 7.9 7.8 7.7 7.7 7.6 7.5 7.4 7.4 7.3 7.2 7.2 7.1 7.0 7.0 6.9 8.2 8.1 8.1 8.0 7.9 7.8 7.7 7.7 7.6 7.5 7.5 7.4 7.4 7.3 7.2 7.2 7.1 7.0 7.0 6.9 8.2 8.1 8.0 7.9 7.8 7.8 7.7 7.6 7.5 7.5 7.4 7.3 7.3 7.2 7.1 7.1 7.0 6.9 6.9 6.8 8.1 8.0 7.9 7.9 7.8 7.7 7.6 7.6 7.5 7.4 7.3 7.3 7.2 7.1 7.1 7.0 6.9 6.9 6.8 6.8 8.0 7.9 7.9 7.8 7.7 7.6 7.6 7.5 7.4 7.4 7.3 7.2 7.2 7.1 7.0 7.0 6.9 6.8 6.8 6.7 8.0 7.9 7.8 7.7 7.7 7.6 7.5 7.4 7.4 7.3 7.2 7.2 7.1 7.0 7.0 6.9 6.8 6.8 6.7 6.7 7.9 7.8 7.8 7.7 7.6 7.5 7.5 7.4 7.3 7.2 7.2 7.1 7.0 7.0 6.9 6.8 6.8 6.7 6.7 6.6 30.0 7.5 7.4 7.2 6.9 Sumber: Lewis, M. E. Dissolved Oxygen Version 2.0, U.S. Geological Survey TWRI Book 9, 2006. ... , , , 13 dari 20 SNI 6989.72:2009 Lampiran E (informatif) Contoh format pelaporan hasil uji BOD5 LAPORAN HASIL CONTOH UJI Nomor contoh uji : ....................... Pelaksana uji : ....................... Air bebas mineral Penurunan DO Volume air bebas mineral (mL) Air pengencer DO-nol (M1), mg/L DO-5 (M2), mg/L (M1 - M2) mg/L Konsumsi DO oleh mikroba Volume air pengencer (mL) Hasil Uji BOD-5 Volume air Volume mikroba (mL) Volume contoh Vol. DO-nol (B1) mg/L DO-5 (B2) mg/L (B1 - B2) mg/L (mg DO/mL larutan mikroba/botol BOD) Konsumsi DO oleh mikroba Kode pengencer contoh (mL) uji (mL) mikroba (mL) DO-nol (A1) mg/L DO-5 (A2) mg/L (A1 - A2) mg/L (mg/L DO/mL mikroba) BOD 14 dari 20 Kode contoh 1 7.8 2 7.92 3 7.67 4 7.81 5 7.82 6 7.81 7 7.67 Lampiran F (informatif) Hasil verifikasi metode BOD F.1 - Air bebas mineral DO-0 (M1), mg/L DO-5 (M2), mg/L 7 6.96 6.9 6.95 6.87 6.88 6.9 SNI 6989.72:2009 Penurunan DO (M1 - M2) mg/L 0.80 0.96 0.77 0.86 0.95 0.93 0.77 Rata-rata SD KV (%) 7.8 0.09 1.14 6.9 0.05 0.7 0.86 0.08 9.8 Grafik konsentrasi oksigen terlarut air pengencer pada suhu 200C setelah diaerasi 24 jam 10 9 8 7 6 5 4 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 Air bebas mineral 15 dari 20 SNI 6989.72:2009 F.2 Hasil validasi metoda BOD F.2.1 Jumlah koloni mikroba pada larutan suspensi mikroba a) Persiapan larutan suspensi mikroba, mengacu pada 4.2.3 cara 1. Pengenceran larutan suspensi mikroba .10-2 .10-4 .10-6 .10-8 .10-10 Jumlah koloni (sel/mL) 6.105 14.106 14.107 0 0 b) Persiapan larutan suspensi mikroba , mengacu pada 4.2.3 cara 2. Pengenceran larutan suspensi mikroba .10-2 .10-4 .10-6 .10-8 .10-10 * tidak dapat dihitung Jumlah koloni (sel/mL) Terlalu pada padat* Terlalu pada padat* Terlalu pada padat* 42.1010 20.1012 16 dari 20 F.3 Verifikasi metoda BOD, dengan metoda penyediaan bibit mikroba F.3.1 Metoda 4.1.2 cara 1, dengan jumlah koloni : 10.6 sel/ mL) SNI 6989.72:2009 Kode V Persiapan V V Awal ( 0 hari) DO-0 Akhir (5 hari) DO-5  DO Faktor Kontrol bibit Rata-rata BOD Air GGAl F bibit V btl V.bibit (A1) V btl V.bibit (A2) (A1 – A2) Nilai ( DO/ml mg/L Air Blanko1 700 Blanko2 (mL) 700 (mL) (ml/L) 2 2 (mL) 290 295 290 mL/ botol - 0,59 0,58 mg/L 7,64 7,66 7,69 (mL) 305 305 315 (mL/botol) - 6,68 0,61 0,63 mg/L 6,44 6,48 mg/L 0,96 1,22 1,21 2,03 2,00 2,02 standar ini dibuat untuk penayangan di bibit/ btl GGA-1 700 GGA-2 700 GGA-3 700 GGA-4 700 GGA-5 700 GGA-6 700 14 50 14 50 14 50 14 50 14 50 14 50 1 1 1 1 1 1 294 298 293 300 294 298 0,29 0,30 0,29 0,30 0,29 0,30 7,82 330 7,37 305 7,64 305 7,52 300 7,37 315 7,44 298 0,33 0,305 0,305 0,30 0,315 0,298 2,49 2,52 2,52 2,64 2,42 2,49 5,33 4,85 5,12 4,88 4,95 4,95 0,63 0,61 0,60 0,61 0,61 0,60 235,04 212,10 225,85 213,75 216,80 217,45 GGA-7 700 Rata-rata SD RSD(%) Jaminan Mutu : 14 50 1 294 0,29 7,44 298 7,51 0,16 2,19 0,298 2,49 2,51 0,07 2,64 4,95 5,00 0,17 3,34 0,60 0,61 0,01 1,76 website dan tidak untuk dikomersialkan” 217,65 219,81 8,00 3,64 DO - 5 hari (A2) > 1,0 mg/L  DO (A1-A2) > 2,0 mg/L Faktor kontrol bibit rata-rata : 0,6 – 1 mg/L per mL suspensi bibit per botol BOD Nilai BOD GGA : 198 ± 30,5 mg/L atau 167,5 – 228,5 mg/L 17 dari 20 F.3.2 Metoda 4.1.3.cara 2, dengan jumlah koloni : 10.9 sel/mL) SNI 6989.72:2009 Persiapan DO-0 DO-5 Faktor control mikroba BOD Kode V Air (mL) V GGAl F V bibit (mL) (ml/L) V btl (mL) V.bibit mL/ botol DO-0 (mg/L) V btl (mL) V.bibit (mL/botol) DO-5 (mg/L) A1-A2 (mg/L) Nilai Rata-rata ( DO/ml bibit/ btl (mg/L) Air 290 - 7,64 305 - 6,89 0,77 B-1 B-2 1 1 290 290 0,29 0,29 7,74 305 7,7 305 0,305 0,305 7,0 6,9 0,74 2,49 0,77 2,59 standar ini dibuat untuk penayangan di 2,54 GGA-1 700 GGA-2 700 GGA-3 700 GGA-4 700 GGA-5 700 GGA-6 700 10 70 10 70 10 70 10 70 10 70 10 70 1 1 1 1 1 1 295 295 295 287 295 295 0,295 0,295 0,295 0,287 0,295 0,295 7,81 305 7,42 320 7,61 315 7,66 325 7,53 315 7,4 315 0,305 0,32 0,315 0,325 0,315 0,315 4,18 3,63 0,76 3,84 3,58 0,78 3,83 3,78 0,77 3,85 3,81 0,78 3,98 3,55 0,77 4,01 3,39 0,77 200,81 195,97 210,42 212,34 194,32 183,12 GGA-7 700 10 70 1 285 0,285 7,62 330 0,33 3,9 3,72 0,78 205,77 Rata-rata SD RSD(%) Jaminan Mutu : DO - 5 hari (A2) > 1,0 mg/L  DO (A1-A2) > 2,0 mg/L 7,58 0,14 1,88 3,94 3,64 0,77 0,15 0,15 0,01 3,21 4,03 0,98 website dan tidak untuk dikomersialkan” 200,39 10,22 5,10 Faktor kontrol bibit rata-rata : 0,6 – 1 mg/L per mL suspensi bibit per botol BOD Nilai BOD GGA : 198 ± 30,5 mg/L atau 167,5 – 228,5 mg/L 18 dari 20 Uraian LAMPIRAN G (informatif) Lembar modifikasi Menurut metoda acuan Modifikasi SNI 6989.72:2009 Alasan Selisih konsentrasi oksigen terlarut air pengencer (air bebas mineral) pada nol hari dengan 5 hari tidak lebih dari 0,2 mg/L dan disaran tidak lebih dari 0,1 mg/L standar ini dibuat untuk penayangan di Tidak lebih dari ± 1 mg/L Sulit memperoleh air bebas mineral dengan kualitas baik Pembuatan suspensi mikroba Butir 4.2.3 cara 1 dan cara 3 sesuai metoda acuan Ditambah satu cara lagi yang mengacu pada standar OECD 301A - 1992, yaitu pada batir 4.2.3. cara 2 Telah dilakukan validasi dan dapat memenuhi syarat jaminan mutu. Lebih mudah dan dapat diperoleh mikroba yang aktif 19 dari 20 website dan tidak untuk dikomersialkan” Bibliografi SNI 6989.72:2009 Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Biochemical Oxygen Demand (5210). Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Pour Plate method (9215 B). Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21stEdition, 2005: Fixed and Volatile Solids Ignited at 550oC (2540 E). OECD guideline for testing of chemicals, 301A -1992 ready biodegradability. SNI 06-6989.14-2004, Air dan air limbah - again 14: Cara uji oksigen terlarut secara yodometri (modifikasi azida). SNI 06-2875-1992, Cara uji Kebutuhan Oksigen Biokimia air limbah. SNI 03-7016-2004, Tata cara pengambilan contoh dalam rangka pemantauan kualitas air pada suatu daerah pengaliran sungai. 20 dari 20 Standar Nasional Indonesia SNI 06-6989.3-2004 Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional SNI 06-6989.3-2004 Prakata Dalam rangka menyeragamkan teknik pengujian kualitas air dan air limbah sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metode Analisis Pengujian Kualitas air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan, maka dibuatlah Standar Nasional Indonesia SNI 06-6989.3-2004, Air dan air limbah – Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri. SNI ini diterapkan untuk pengujian parameter-parameter kualitas air dan air limbah sebagaimana yang tercantum didalam Keputusan Menteri tersebut. Metode ini merupakan hasil revisi dari butir 3.6 pada SNI 06-2413-1991, Metode pengujian kualitas fisika air. SNI ini menggunakan referensi dari metode standar internasional yaitu Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water. Metode ini telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam rangka validasi dan verifikasi metode serta di konsensuskan oleh Subpanitia Teknis Kualitas Air dari Panitia Teknis 207S, Manajemen Lingkungan dengan para pihak terkait. Standar ini telah disepakati dan disetujui dalam rapat konsensus dengan peserta rapat yang mewakili produsen, konsumen, ilmuwan, instansi teknis, pemerintah terkait dari pusat maupun daerah pada tanggal 30 Januari 2004 di Serpong, Tangerang – Banten. Oleh karena SNI 06-6989.3-2004 merupakan revisi dari butir 3.6 pada SNI 06-2413-1991, maka dengan ditetapkannya SNI ini, penerapan butir 3.6 pada SNI 06-2413-1991 dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun butir-butir lainnya sepanjang belum direvisi masih dinyatakan berlaku. Pemakai SNI agar dapat meneliti validitas SNI yang terkait dengan metode pengujian kualitas fisika air, sehingga dapat selalu menggunakan SNI edisi terakhir. SNI 06-6989.3-2004 Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri 1 Ruang lingkup Metode ini digunakan untuk menentukan residu tersuspensi yang terdapat dalam contoh uj air dan air limbah secara gravimetri. Metode ini tidak termasuk penentuan bahan yang mengapung, padatan yang mudah menguap dan dekomposisi garam mineral. 2 Istilah dan definisi 2.1 padatan tersuspensi total (TSS) residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2µm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid 3 Cara uji 3.1 Prinsip Contoh uji yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC. Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan, diameter pori-pori saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume contoh uji. Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total. 3.2 Bahan a) Kertas saring (glass-fiber filter) dengan beberapa jenis: 1) Whatman Grade 934 AH, dengan ukuran pori (Particle Retention) 1,5 m ( Standar for TSS in water analysis). 2) Gelman type A/E, dengan ukuran pori (Particle Retention) 1,0 m ( Standar filter for TSS/TDS testing in sanitary water analysis procedures). 3) E-D Scientific Specialities grade 161 (VWR brand grade 161) dengan ukuran pori (Particle Retention)1,1 m ( Recommended for use in TSS/TDS testing in water and wastewater). 4) Saringan dengan ukuran pori 0,45 m. b) Air suling. 3.3 Peralatan a) desikator yang berisi silika gel; b) oven, untuk pengoperasian pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC; c) timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg; d) pengaduk magnetik; e) pipet volum; SNI 06-6989.3-2004 f) gelas ukur; g) cawan aluminium; h) cawan porselen/cawan Gooch; i) penjepit; j) kaca arloji; dan k) pompa vacum. 3.4 Persiapan dan pengawetan contoh uji 3.4.1 Persiapan contoh uji Gunakan wadah gelas atau botol plastik polietilen atau yang setara. 3.4.2 Pengawetan contoh Awetkan contoh uji pada suhu 4ºC, untuk meminimalkan dekomposisi mikrobiologikal terhadap padatan. Contoh uji sebaiknya disimpan tidak lebih dari 24 jam. 3.4.3 Pengurangan gangguan a) Pisahkan partikel besar yang mengapung. b) Residu yang berlebihan dalam saringan dapat mengering membentuk kerak dan menjebak air, untuk itu batasi contoh uji agar tidak menghasilkan residu lebih dari 200 mg. c) Untuk contoh uji yang mengandung padatan terlarut tinggi, bilas residu yang menempel dalam kertas saring untuk memastikan zat yang terlarut telah benar-benar dihilangkan. d) Hindari melakukan penyaringan yang lebih lama, sebab untuk mencegah penyumbatan oleh zat koloidal yang terperangkap pada saringan. 3.5 Persiapan pengujian 3.5.1 Persiapan kertas saring atau cawan Gooch a) Letakkan kertas saring pada peralatan filtrasi. Pasang vakum dan wadah pencuci dengan air suling berlebih 20 mL. Lanjutkan penyedotan untuk menghilangkan semua sisa air, matikan vakum, dan hentikan pencucian. b) Pindahkan kertas saring dari peralatan filtrasi ke wadah timbang aluminium. Jika digunakan cawan Gooch dapat langsung dikeringkan.. c) Keringkan dalam oven pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC selama 1 jam, dinginkan dalam desikator kemudian timbang. d) Ulangi langkah pada butir c) sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5 mg. 3.6 Prosedur a) Lakukan penyaringan dengan peralatan vakum. Basahi saringan dengan sedikit air suling. b) Aduk contoh uji dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh contoh uji yang lebih homogen. c) Pipet contoh uji dengan volume tertentu, pada waktu contoh diaduk dengan pengaduk magnetik SNI 06-6989.3-2004 d) Cuci kertas saring atau saringan dengan 3 x 10 mL air suling, biarkan kering sempurna, dan lanjutkan penyaringan dengan vakum selama 3 menit agar diperoleh penyaringan sempurna. Contoh uji dengan padatan terlarut yang tinggi memerlukan pencucian tambahan. e) Pindahkan kertas saring secara hati-hati dari peralatan penyaring dan pindahkan ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga. Jika digunakan cawan Gooch pindahkan cawan dari rangkaian alatnya. f) Keringkan dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC, dinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan timbang. g) Ulangi tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan lakukan penimbangan sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5 mg. CATATAN 1 Jika filtrasi sempurna membutuhkan waktu lebih dari 10 menit, perbesar diameter kertas saring atau kurangi volume contoh uji. CATATAN 2 Ukur volume contoh uji yang menghasilkan berat kering residu 2,5 mg sampai dengan 200 mg. Jika volume yang disaring tidak memenuhi hasil minimum, perbesar volume contoh uji sampai 1000 mL. 3.7 Perhitungan mg TSS per liter = ___(A – B) x 1000___ Volume contoh uji, mL dengan pengertian: A adalah berat kertas saring + residu kering, mg; B adalah berat kertas saring, mg. 4 Jaminan mutu dan pengendalian mutu 4.1 Jaminan mutu a) Gunakan alat gelas bebas kontaminasi. a) Gunakan alat ukur yang terkalibrasi. b) Dikerjakan oleh analis yang kompeten. c) Lakukan analisis dalam jangka waktu yang tidak melampaui waktu simpan maksimum 24 jam 4.2 Pengendalian mutu a) Lakukan analisis blanko untuk kontrol kontaminasi. b) Lakukan analisis duplo untuk kontrol ketelitian analisis. Perbedaan persen relatif (Relative Percent Different atau RPD) terhadap dua penentuan (replikasi) adalah di bawah 5%, dengan menggunakan persamaan berikut: RPD = (X1 - X2) X 100 % (X1 + X2) / 2 dengan pengertian: X1 adalah kandungan padatan tersuspensi pada penentuan pertama; SNI 06-6989.3-2004 X2 adalah kandungan padatan tersuspensi pada penentuan ke dua. Bila nilai RPD lebih besar 5%, penentuan ini harus diulang 5 Rekomendasi Cantumkan jenis atau ukuran saringan/pori kertas saring yang digunakan. Lampiran A (normatif) Pelaporan Catat pada buku kerja hal-hal sebagai berikut. 1) Parameter yang dianalisis. 2) Nama analis. 3) Tanggal analisis. 4) Nomor contoh uji. 5) Tanggal penerimaan contoh uji. 6) Perhitungan. 7) Hasil pengukuran duplo. 8) Kadar Padatan Tersuspensi dalam contoh uji. SNI 06-6989.3-2004 SNI 06-6989.3-2004 Bibliografi Lenore S.Clesceri et al. “Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water”, 20th Edition, 1998, Metode 2540 D (Total Suspended Solids Dried at 1030C -1050C). Standar Nasional Indonesia SNI 06-6989.10-2004 Air dan air limbah – Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional SNI 06-6989.10-2004 Prakata Dalam rangka menyeragamkan teknik pengujian kualitas air dan air limbah sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metode Analisis Pengujian Kualitas air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan, maka dibuatlah Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pengujian parameter-parameter kualitas air dan air limbah sebagaimana yang tercantum didalam Keputusan Menteri tersebut. Metode ini merupakan hasil kaji ulang dari SNI yang telah kadaluarsa dan menggunakan referensi dari metode standar internasional yaitu Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water. Metode ini telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam rangka validasi dan verifikasi metode serta dikonsensuskan oleh Subpanitia Teknis Kualitas Air dari Panitia Teknis 207S, Manajemen Lingkungan dengan para pihak terkait. Standar ini telah disepakati dan disetujui dalam rapat konsensus dengan peserta rapat yang mewakili produsen, konsumen, ilmuwan, instansi teknis, pemerintah terkait dari pusat maupun daerah pada tanggal 30 Januari 2004 di Serpong, Tangerang – Banten. SNI 06-6989.10-2004 ini berjudul Air dan air limbah – Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri yang merupakan revisi dari SNI 06-2502-1991 dengan judul Metode pengujian kadar minyak lemak dalam air secara gravimetrik. SNI 06-6989.10-2004 Air dan air limbah – Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri 1 Ruang lingkup Metoda ini untuk menentukan minyak dan lemak dalam contoh uji air dan air limbah secara gravimetri. Metoda ini termasuk penanganan emulsi tertentu, zat yang tidak menguap, zat lain yang terekstraksi oleh pelarut dari contoh uji yang diasamkan seperti senyawa belerang, pewarna organik tertentu dan klorofil. Metoda ini tidak dapat digunakan untuk mengukur fraksi yang mempunyai titik didih lebih kecil dari 70oC bila menggunakan pelarut trichlorotriflouroethane atau bila menggunakan pelarut campuran n-hexana dengan methyl tert buthyl ether (80 : 20) pada titik didih di bawah 85ºC. Metoda ini dapat digunakan untuk contoh uji yang mengandung minyak dan lemak lebih besar dari 10 mg/L. 2 Istilah dan definisi 2.1 minyak dan lemak minyak mineral, minyak nabati, asam lemak, sabun, malam yang dapat terekstrak oleh pelarut campuran n-hexana dan methyl tert buthyl ether (MTBE) (80:20) 2.2 minyak mineral minyak yang berasal dari tambang minyak termasuk crude oil dan fraksi-fraksi lainnya 2.3 destilasi pemisahan fraksi dari fraksi lain di dalam suatu campuran larutan berdasarkan perbedaan titik didih 2.4 ekstraksi pemisahan fraksi dari fraksi lain yang berada di dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan kelarutan 3 Cara uji 3.1 Prinsip Minyak dan lemak dalam contoh uji air diekstraksi dengan pelarut organik dalam corong pisah dan untuk menghilangkan air yang masih tersisa digunakan Na2SO4 anhidrat. Ekstrak minyak dan lemak dipisahkan dari pelarut organik secara destilasi. Residu yang tertinggal pada labu destilasi ditimbang sebagai minyak dan lemak. SNI 06-6989.10-2004 3.2 Bahan a) Asam khlorida atau asam sulfat, (1 : 1); Campur volume yang sama antara asam dan air. b) Pelarut organik. Pelarut organik sebaiknya tidak meninggalkan residu pada proses destilasi. c) n-heksan dengan titik didih 69oC. d) Methyl tert buthyl ether (MTBE) titik didih 55oC sampai dengan 56oC. e) Kristal natrium sulfat, Na2SO4 anhidrat. f) Campuran pelarut, 80% n-heksan: 20% MTBE v/v. g) Pelarut lain: petroleum benzene atau n-heksan atau petroleum ether atau dichloro methane (DMC). 3.3 Peralatan a) neraca analitik; b) corong pisah, 2000 mL; c) labu destilasi, 125 mL; d) corong gelas; e) kertas saring, diameter 11 cm; f) alat sentrifugal, yang mampu mencapai putaran sampai 2400 rpm; g) pompa vakum; h) adapter destilasi dengan drip tip (lihat Gambar A.1); i) penangas air yang dilengkapi pengatur suhu dan dapat diatur suhunya; j) wadah buangan pelarut; k) desikator; dan l) botol gelas mulut lebar. CATATAN Semua peralatan gelas yang akan digunakan harus dicuci dengan detergen, lalu dibilas dengan air, dan terakhir bila perlu dibilas dengan pelarut organik yang akan digunakan. 3.4 Persiapan dan pengawetan contoh uji 3.4.1 Persiapan contoh a) Masukan contoh uji sebanyak 500 mL sampai dengan 1000 mL yang mewakili ke dalam botol gelas mulut lebar yang telah bersih. b) Ambil contoh uji hanya untuk penentuan minyak-lemak dan wadah jangan diisi penuh. 3.4.2 Pengawetan contoh uji a) Awetkan contoh uji dengan mengasamkan contoh uji sampai pH 2 atau lebih kecil dengan 1 : 1 HCl atau 1:1 H2SO4. b) Contoh uji disimpan pada pendingin 4oC dengan waktu simpan 28 hari. 3.5 Sumber gangguan a) Setelah ekstraksi, emulsi yang tak dapat dipisahkan diatasi melalui sentrifugasi. SNI 06-6989.10-2004 b) Saat pelarut ekstraksi dari contoh uji ini dikeringkan dengan natrium sulfat, bila kapasitas pengeringan dari natrium sulfat terlampaui, maka hal tersebut dapat melarutkan natrium sulfat dan masuk ke dalam labu. Setelah pengeringan, kristal natrium sulfat akan terlihat dalam labu. Natrium sulfat yang ikut masuk dalam labu akan mengganggu dalam penentuan dengan metode gravimetri ini. c) Jika terlihat kristal dalam labu setelah pengeringan, larutkan lagi minyak-lemak dengan 30 mL pelarut organik dan keringkan pelarut melalui corong yang terdapat kertas saring yang telah dibasahi dengan pelarut ke dalam labu bersih. Cuci labu pertama sebanyak 2 kali, selanjutnya gabungkan semua pelarut dalam labu yang baru, tangani sebagai contoh uji yang diekstrak. 3.6 Prosedur a) Pindahkan contoh uji ke corong pisah. Tentukan volume contoh uji seluruhnya (tandai botol contoh uji pada meniskus air atau timbang berat contoh uji). Bilas botol contoh uji dengan 30 mL pelarut organik dan tambahkan pelarut pencuci ke dalam corong pisah. b) Kocok dengan kuat selama 2 menit. Biarkan lapisan memisah, keluarkan lapisan air. c) Keluarkan lapisan pelarut melalui corong yang telah dipasang kertas saring dan 10 g Na2SO4 anhidrat, yang keduanya telah dicuci dengan pelarut, ke dalam labu bersih yang telah ditimbang. d) Jika tidak dapat diperoleh lapisan pelarut yang jernih (tembus pandang), dan terdapat emulsi lebih dari 5 mL, lakukan sentrifugasi selama 5 menit pada putaran 2400 rpm. Pindahkan bahan yang disentrifugasi ke corong pisah dan keringkan lapisan pelarut melalui corong dengan kertas saring dan 10 g Na2SO4, yang keduanya telah dicuci sebelumnya, ke dalam labu bersih yang telah ditimbang. e) Gabungkan lapisan air dan emulsi sisa atau padatan dalam corong pisah. Ekstraksi 2 kali lagi dengan pelarut 30 mL tiap kalinya, sebelumnya cuci dahulu wadah contoh uji dengan tiap bagian pelarut. f) Ulangi langkah pada butir e) jika terdapat emulsi dalam tahap ekstraksi berikutnya. g) Gabungkan ekstrak dalam labu destilasi yang telah ditimbang, termasuk cucian terakhir dari saringan dan Na2SO4 anhidrat dengan tambahan 10 mL sampai dengan 20 mL pelarut. h) Destilasi pelarut dalam penangas air pada suhu 85C. Untuk memaksimalkan perolehan kembali pelarut lakukan destilasi (lihat Gambar A.1). i) Saat terlihat kondensasi pelarut berhenti, pindahkan labu dari penangas air. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit pastikan labu kering dan timbang sampai diperoleh berat tetap. 3.7 Perhitungan Jumlah minyak-lemak dalam contoh uji: Kadar minyak-lemak (mg /L) = (A-B) x 1000 mL contoh uji dengan pengertian: A adalah berat labu + ekstrak, mg; B adalah berat labu kosong, mg. SNI 06-6989.10-2004 4 Jaminan mutu dan pengendalian mutu 4.1 Jaminan mutu a) Gunakan bahan kimia pro analisa (pa). b) Gunakan alat gelas bebas kontaminasi. c) Gunakan alat ukur yang terkalibrasi d) Gunakan air suling bebas organik untuk pembuatan blanko dan larutan kerja. e) Dikerjakan oleh analis yang kompeten. f) Lakukan analisis dalam jangka waktu yang tidak melampaui waktu simpan maksimum. 4.2 Pengendalian mutu a) Lakukan analisis blanko untuk kontrol kontaminasi. Kandungan minyak dan lemak dalam larutan blanko harus lebih kecil dari batas deteksi. b) Persen temu balik (% Recovery) % Recovery = (E – F) (100%) G dengan pengertian: E adalah kadar contoh uji yang di spike, mg/L; F adalah kadar contoh uji yang tidak di spike, mg/L; G adalah kadar standar yang ditambahkan (target value), mg/L; G = ( y ) x ( z ) / v dengan Pengertian: y adalah volume larutan baku yang ditambahkan, mL; z adalah kadar larutan baku; v adalah volume akhir contoh uji yang di spike, mL. 5 Rekomendasi Kontrol akurasi dapat dilakukan dengan salah satu dari berikut ini: a) Analisis SRM atau CRM. b) Lakukan analisis standard reference material (SRM) atau CRM untuk kontrol akurasi. c) Analisis blind sample. d) Kisaran persen temu balik adalah 83% sampai dengan 101% atau sesuai dengan kriteria dalam sertifikat CRM, untuk n-heksan dan MTBE (80 : 20). e) Buat kartu kendali (control chart) untuk akurasi analisis. f) Ambil contoh uji duplo untuk analisa duplo atau penambahan zat yang diketahui sebagai pemeriksaan jaminan kualitas. Kumpulkan contoh uji duplo berjajar paralel atau dalam satu wadah besar dengan pengaduk mekanik. Labu didih 125 mL Lampiran A (informatif) Gambar alat destilasi Adaptor bengkok Penangas air Air pendingin Semua komponen berbahan dasar gelas Gambar A.1 Alat destilasi SNI 06-6989.10-2004 Sambungan hampa udara SNI 06-6989.10-2004 Lampiran B (normatif) Pelaporan Catat pada buku kerja hal-hal sebagai berikut: 1) Parameter yang dianalisis. 2) Nama analis. 3) Tanggal analisis. 4) Rekaman hasil pengukuran duplo, triplo dan seterusnya. 5) Rekaman kurva kalibrasi atau kromatografi. 6) Nomor contoh uji. 7) Tanggal penerimaan contoh uji. 8) Batas deteksi. 9) Rekaman hasil perhitungan. 10) Hasil pengukuran persen spike matrix atau CRM atau blind sample (bila dilakukan). 11) Kadar minyak dan lemak dalam contoh uji. Bibliografi Lenore S.Clesceri et al. “Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water”, Metode 5520 B (Partition Gravimetric Method), 20th Edition, 1998. Udara ambien – Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH3) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional SNI 19-7119.1-2005 Prakata SNI Udara ambien – Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH3) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer ini dirumuskan dan diuji coba di laboratorium pengujian dalam rangka validasi metode serta telah dikonsensuskan oleh Subpanitia Teknis Parameter Uji Kualitas Udara dari Panitia Teknis Sistem Manajemen Lingkungan (Panitia Teknis 207S). Standar ini telah disepakati dan disetujui dalam rapat konsensus dengan peserta rapat yang mewakili produsen, konsumen, ilmuwan, instansi teknis, pemerintah terkait dari pusat maupun daerah pada tanggal 5 – 6 Agustus 2004 di Jakarta. 1 Ruang SNI 19-7119.1-2005 Udara ambien – Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH3) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer lingkup Standar ini digunakan untuk penentuan amoniak di udara ambien menggunakan spektrofotometer dengan metoda indofenol. Lingkup pengujian meliputi: a. Cara pengambilan contoh uji gas amoniak dengan menggunakan larutan penjerap. b. Cara perhitungan volum contoh uji gas yang dijerap. c. Cara penentuan gas amoniak di udara ambien menggunakan metoda indofenol secara spektrofotometri pada panjang gelombang 630 nm dengan kisaran konsentrasi 20 g/Nm3 sampai 700 g/Nm3 (0,025 ppm sampai 1 ppm). 2 Istilah dan definisi 2.1 udara ambien udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, mahluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya 2.2 µg/Nm3 satuan ini dibaca sebagai mikrogram per normal meter kubik, notasi N menunjukan satuan volum hisap udara kering dikoreksi pada kondisi normal (25oC, 760 mmHg) 2.3 midget impinger botol tempat pengambil contoh uji yang dilengkapi dengan ujung silinder gelas yang berada di dasar labu dengan maksimum diameter dalam 1 mm (Gambar 1) 2.4 larutan induk larutan standar konsentrasi tinggi yang digunakan untuk membuat larutan standar konsentrasi lebih rendah 2.5 larutan standar larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui untuk digunakan sebagai pembanding di dalam pengujian 2.6 kurva kalibrasi grafik yang menyatakan hubungan antara konsentrasi larutan standar dengan hasil pembacaan serapan dan merupakan suatu garis lurus 2.7 larutan penjerap larutan yang dapat menjerap analat SNI 19-7119.1-2005 2.8 blanko laboratorium suatu larutan penjerap yang diperlakukan sebagai kontrol kontaminasi selama preparasi dan penentuan contoh uji di laboratorium 2.9 blanko lapangan suatu larutan penjerap yang diperlakukan sebagai kontrol kontaminasi selama pengambilan contoh uji 2.10 pengendalian mutu suatu kegiatan yang bertujuan untuk memantau kesalahan analisis, baik berupa kesalahan metoda, kesalahan manusia, kontaminasi, maupun kesalahan pengambilan contoh uji dan perjalanan ke laboratorium 3 Cara uji 3.1 Prinsip Amoniak dari udara ambien yang telah dijerap oleh larutan penjerap asam sulfat, akan membentuk amonium sulfat. Kemudian direaksikan dengan fenol dan natrium hipoklorit dalam suasana basa, akan membentuk senyawa komplek indofenol yang berwarna biru. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. 3.2 Bahan 3.2.1 Larutan penjerap a) masukkan 3 mL H2SO4 97% ke dalam labu ukur 1000 mL yang telah berisi kurang lebih 200 mL air suling dingin yang diletakkan dalam penangas air es; b) larutan diencerkan hingga 1000 mL lalu homogenkan (hati-hati reaksi eksotermis). 3.2.2 Larutan natrium nitroprusida (Na2Fe(CN)5NO.2H2O) 2% Larutkan 2 g natrium nitroprusida ke dalam labu ukur 100 mL dengan air suling, encerkan hingga tanda tera lalu homogenkan. CATATAN Larutan ini dapat stabil selama 2 bulan dengan baik, jika disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC - 8oC. 3.2.3 Larutan natrium hidroksida (NaOH) 6,75 M a) larutkan 270 g NaOH dalam gelas piala 1000 mL yang telah berisi kurang lebih 500 mL air suling dingin yang diletakkan dalam penangas air es, encerkan hingga 1000 mL dan homogenkan; b) simpan dalam botol polietilen. 3.2.4 Larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 3,7% Buat larutan NaOCl 3,7% dari larutan natrium hipoklorit yang tersedia di pasaran (5% - 6%). CATATAN Larutan ini dapat stabil jika disimpan dalam lemari pendingin selama 2 bulan pada suhu 4oC - 8oC. 3.2.5 Larutan kerja hipoklorit SNI 19-7119.1-2005 a) Masukkan 30 mL NaOH 6,75 M dan 30 mL larutan NaOCl 3,7% ke dalam labu ukur 100 mL; b) Encerkan larutan tersebut dengan air suling dan tepatkan sampai tanda tera kemudian homogenkan. CATATAN Larutan ini stabil selama 1 hari. 3.2.6 Larutan fenol (C6H5OH) 45% v/v a) 50 g fenol dilebur di atas penangas air pada temperatur 60oC dalam gelas piala 100 mL kemudian dipindahkan ke labu ukur 100 mL. CATATAN Kerjakan dengan hati-hati. b) encerkan larutan dalam labu ukur tersebut diatas dengan metanol hingga tanda tera kemudian dihomogenkan. CATATAN Larutan ini dapat stabil jika disimpan dalam lemari pendingin selama 2 bulan pada suhu 4oC - 8oC. 3.2.7 Larutan kerja fenol Masukkan 20 mL larutan induk fenol 45% dan 1 mL larutan natrium nitroprusid 2% ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan larutan tersebut dengan air suling sampai tanda tera, kemudian homogenkan. CATATAN Larutan ini stabil selama 4 jam. 3.2.8 Larutan penyangga Masukkan 50 g Na3PO4.12H2O dan 74 mL larutan NaOH 6,75 M ke dalam piala gelas 2000 mL kemudian encerkan dengan air suling hingga 1000 mL kemudian homogenkan. 3.2.9 Larutan induk amoniak 1000 µg a) Larutkan 3,18 g NH4Cl (yang telah dikeringkan pada suhu 105oC selama 1 jam) dengan air suling ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian diencerkan sampai tanda tera, lalu homogenkan b) Tambahkan 1 tetes CHCl3 sebagai pengawet. CATATAN 1 3,18 g NH4CI dapat digantikan dengan 3,88 gr (NH4)2SO4 yang telah dikeringkan pada suhu 130O C selama 1 jam CATATAN 2 Larutan ini stabil selama 2 bulan. 3.2.10 Larutan standar amoniak 10 µg Pipet 1 mL larutan induk amoniak ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan larutan penjerap sampai tanda tera, kemudian homogenkan. CATATAN Tiap 1 mL larutan sebanding dengan 10 g NH3. SNI 19-7119.1-2005 3.2.11 Larutan HCl 1,2 M (untuk pencucian alat-alat gelas) Larutkan 10 mL HCl p (12M), masukkan ke dalam gelas piala 100 mL dan tambahkan air suling sampai dengan 100 mL. 3.3 Peralatan a) peralatan pengambilan contoh uji amoniak seperti Gambar 2, (setiap unit peralatan disambung dengan selang silikon dan tidak mengalami kebocoran); b) prefilter; c) labu ukur 100 mL; dan 1000 mL; d) pipet volumetrik 0,5 mL; 1 mL; 5 mL dan 20 mL; e) pipet mikro 1 mL; f) gelas ukur 100 mL; g) gelas piala 100 mL; 500 mL; 1000 mL dan 2000 mL; h) tabung uji 25 mL; i) spektrofotometer; j) timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg; k) buret 50 mL; l) labu erlenmeyer 250 mL; m) kaca arloji; n) desikator; o) oven; p) termometer; q) barometer; dan r) penangas air. Keterangan gambar: A adalah ujung silinder gelas yang berada di dasar labu dengan maksimum diameter dalam 1 mm; Botol penjerap midget impinger dengan kapasitas volum 30 mL. Gambar 1 Botol penjerap midget impinger Keterangan gambar : A B G SNI 19-7119.1-2005 A adalah prefilter holder D adalah flow meter yang mampu mengukur laju alir 1 L/menit; B adalah botol penjerap volume 30 mL; E adalah kran pengatur; C adalah perangkap uap; G adalah serat kaca (glass wool); F adalah pompa. Gambar 2 Rangkaian peralatan pengambil contoh uji amoniak 3.4 Pengambilan contoh uji Untuk pelaksanaan pengambilan contoh uji diperlukan peralatan seperti pada gambar 1 dengan tahapan pengerjaan: a) Susun peralatan pengambilan contoh uji seperti pada gambar 2; b) Masukkan larutan penjerap sebanyak 10 mL ke dalam botol penjerap. Tempatkan botol penjerap sedemikian rupa sehingga terlindungi dari hujan dan sinar matahari secara langsung; c) Hidupkan pompa penghisap udara dan atur laju alir 1 L/menit sampai 2 L/menit, setelah stabil catat laju alir awal (F1); d) Lakukan pengambilan contoh uji selama 1 jam dan catat temperatur dan tekanan udara; e) Setelah 1 jam catat laju alir akhir (F2) dan kemudian matikan pompa penghisap. CATATAN Prefilter sebelum digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air suling dan dikeringkan. 3.5 Persiapan pengujian 3.5.1 Pembuatan kurva kalibrasi a) Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat; b) Siapkan 6 buah tabung uji 25 mL lalu masukkan ke dalamnya larutan standar amonia masing-masing 0,0 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 1,0 mL dan 1,5 mL, yang mengandung 0 g NH3; 2 g NH3; 4 g NH3; 6 g NH3; 10 g NH3 dan 15 g NH3. Selanjutnya tambahkan larutan penjerap sampai volum 10 mL; c) Tambahkan berturut-turut ke dalam masing-masing tabung uji 2 mL larutan penyangga, 5 mL larutan pereaksi fenol dan 2,5 mL larutan pereaksi natrium hipoklorit lalu dihomogenkan; SNI 19-7119.1-2005 d) Tambahkan air suling ke dalam tabung uji sampai tanda tera, lalu homogenkan dan didiamkan selama 30 menit; e) Ukur serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang 630 nm. f) Buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah NH3 (µg). 3.6 Pengujian contoh uji a) Pindahkan larutan contoh uji ke dalam tabung uji 25 mL; b) Lakukan langkah 3.5.1 butir c) sampai d); c) Masukkan larutan contoh uji ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, lalu ukur serapannya pada panjang gelombang 630 nm; d) Baca serapan contoh uji kemudian hitung jumlah NH3yang diperoleh dari kurva kalibrasi; e) Lakukan langkah-langkah 3.6 butir a) sampai d) untuk pengujian blanko dengan menggunakan 10 mL larutan penjerap. 3.7 Perhitungan 3.7.1 Volum contoh uji udara yang diambil Volum contoh uji gas yang diambil, dikoreksi pada kondisi normal (25°C, 760 mmHg) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: V  F 1  F 2 t  P a  298 dengan pengertian: 2 T a 760 V F1 F2 t Pa Ta adalah volum udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25°C, 760 mmHg; adalah laju alir awal (L/menit); adalah laju alir akhir (L/menit); adalah waktu pengambilan contoh uji (menit); adalah tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg); adalah temperatur rata-rata selama pengambilan contoh uji (oK); 298 adalah temperatur pada kondisi normal 25oC (oK); 760 adalah tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg). 3.7.2 Konsentrasi NH3 di udara ambien Konsentrasi NH3 dalam contoh uji dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: a C  V x1000 dengan pengertian: C a V adalah konsentrasi NH3 di udara (µg/Nm3); adalah jumlah NH3 dari contoh uji berdasarkan kurva kalibrasi (µg); adalah volum udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25°C, 760 mmHg; 1000 adalah konversi dari L ke m3. 4 Jaminan mutu dan pengendalian mutu 4.1 Jaminan mutu a) Gunakan bahan kimia berkualitas (p.a.). b) Gunakan alat gelas yang terkalibrasi dan bebas kontaminasi. SNI 19-7119.1-2005 c) Gunakan alat ukur laju alir (flow meter), termometer, barometer dan alat spektrofotometer yang terkalibrasi. d) Hindari terjadinya penguapan yang berlebihan dari larutan penjerap dalam botol penjerap, maka gunakan aluminium foil atau boks pendingin sebagai pelindung terhadap matahari. e) Hindari pengambilan contoh uji pada saat hujan. 4.2 Pengendalian mutu 4.2.1 Uji blanko a) Uji blanko laboratorium Menggunakan larutan penjerap sebagai contoh uji (blanko) dan dikerjakan sesuai dengan penentuan contoh uji untuk mengetahui kontaminasi, baik terhadap pereaksi yang digunakan maupun terhadap tahap-tahap selama penentuan di laboratorium. b) Uji blanko lapangan Menggunakan larutan penjerap sebagai contoh uji (blanko) dan dikerjakan sesuai dengan penentuan contoh uji untuk mengetahui kontaminasi, baik terhadap pereaksi yang digunakan maupun terhadap tahap-tahap selama penentuan di lapangan. 4.2.2 Linearitas kurva kalibrasi Koefisien korelasi (r) lebih besar atau sama dengan 0,998 (atau sesuai dengan kemampuan laboratorium yang bersangkutan) dengan intersepsi lebih kecil atau sama dengan batas deteksi. CATATAN Jaminan dan pengendalian mutu diberlakukan sesuai dengan kebijaksanaan laboratorium yang bersangkutan. SNI 19-7119.1-2005 Lampiran A (normatif) Pelaporan Catat minimal hal-hal sebagai berikut pada lembar kerja: 1) Parameter yang dianalisis. 2) Nama analis dan tanda tangan. 3) Tanggal analisis. 4) Rekaman kurva kalibrasi. 5) Batas deteksi. 6) Perhitungan. 7) Data pengambilan contoh uji (kondisi meteorologis). 8) Hasil pengukuran blanko. 9) Hasil pengukuran contoh uji. 10) Kadar NH3 dalam contoh uji. Bibliografi SNI 19-7119.1-2005 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. BAPEDAL. APHA. Methods of Air Sampling and Analysis. 1988. Thrid Edition. American Public Health Association. Washington DC, USA. Method no. 401. Lodge, James, 1986, Methods of Air Sampling and Analysis, Third edition, APHA. Washington. p 389. Anonim, 1994, ISO Standar Compaendium, Environment Air Quality, First Edition. Air dan air limbah – Bagian 2: Cara uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional SNI 6989.2:2009 Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) ini merupakan revisi dari SNI 06-6989.2-2004, Air dan air limbah – Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri. SNI ini menggunakan referensi dari metode standar internasional yaitu Standard Methods for the Examinatioan of Water and Wastewater, 21st Edition, editor L.S Clesceri, A.E. Greenberg, A.D. Eaton, APHA, AWWA and WEF, Washington DC, 2005, Methods 5220 D (Closed Reflux, Colorimetric Methods). SNI ini telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam rangka validasi dan verifikasi metode serta dikonsensuskan oleh Subpanitia Teknis 13-03-S1, Kualitas Air dari Panitia Teknis 13-03, Kualitas Lingkungan dan Manajemen Lingkungan dengan para pihak terkait. SNI ini telah disepakati dan disetujui dalam rapat konsensus dengan peserta rapat yang mewakili produsen, konsumen, ilmuwan, instansi teknis dan pemerintah terkait pada tanggal 29 Oktober 2008 di Serpong, Tangerang – Banten dan telah melalui jajak pendapat pada tanggal 18 Maret 2009 sampai dengan 18 Juni 2009, dengan hasil akhir RASNI. Dengan ditetapkannya SNI 06-6898.2-2009 ini, maka penerapan SNI 06-6989.2-2004 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pengguna SNI agar dapat meneliti validasi SNI yang terkait dengan metode ini, sehingga dapat selalu menggunakan SNI edisi terakhir. SNI 6989.2:2009 Air dan air limbah – Bagian 2: Cara uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri 1 Ruang lingkup Metode ini digunakan untuk pengujian kebutuhan oksigen kimiawi (COD) dalam air dan air limbah dengan reduksi Cr2O72- secara spektrofotometri pada kisaran nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 600 nm dan nilai COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 420 nm. Metode ini digunakan untuk contoh uji dengan kadar klorida kurang dari 2000 mg/L. 2 Istilah dan definisi 2.1 blind sample larutan dengan kadar analit tertentu yang diperlukan seperti contoh uji 2.2 Chemical Oxygen Demand (COD) jumlah oksidan Cr2O72- yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 mL contoh uji 2.3 kurva kalibrasi kurva yang menyatakan hubungan kadar larutan kerja dengan hasil pembacaan absorbansi yang merupakan garis lurus 2.4 larutan blanko atau air suling bebas organik air suling yang tidak mengandung senyawa organik atau mengandung senyawa organik dengan kadar lebih rendah dari batas deteksi atau perlakuannya sama dengan contoh uji 2.5 larutan induk larutan baku kimia yang dibuat dengan kadar tinggi dan akan digunakan untuk membuat larutan baku dengan kadar yang lebih rendah 2.6 larutan baku larutan induk yang diencerkan dengan air suling bebas organik, sampai kadar tertentu 2.7 larutan kerja larutan baku yang diencerkan dengan air suling bebas organik, digunakan untuk membuat kurva kalibrasi 2.8 spike matrix contoh uji yang diperkaya dengan larutan baku dengan kadar tertentu SNI 6989.2:2009 3 Cara uji 3.1 Prinsip Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O72- kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 420 nm dan Cr3+ kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L kenaikan Cr3+ ditentukan pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai COD yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L penurunan konsentrasi Cr2O72- ditentukan pada panjang gelombang 420 nm. 3.2 Bahan a) air bebas organik; b) digestion solution pada kisaran konsentrasi tinggi. Tambahkan 10,216 g K2Cr2O7yang telah dikeringkan pada suhu 150 C selama 2 jam ke dalam 500 mL air suling. Tambahkan 167 mL H2SO4 pekat dan 33,3 g HgSO4. Larutkan dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai 1000 mL. c) digestion solution pada kisaran konsentrasi rendah. Tambahkan 1,022 g K2Cr2O7yang telah dikeringkan pada suhu 150 C selama 2 jam kedalam 500 mL air suling. Tambahkan 167 mL H2SO4pekat dan 33,3 g HgSO4. Larutkan, dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai 1000 mL. d) larutan pereaksi asam sulfat Larutkan 10,12 g serbuk atau kristal Ag2SO4ke dalam 1000 mL H2SO4 pekat. Aduk hingga larut. CATATAN Proses pelarutan Ag2SO4 dalam asam sulfat dibutuhkan waktu pengadukan selama 2 (dua) hari, sehingga digunakan magnetic stirer untuk mempercepat melarutnya pereaksi. e) asam sulfamat (NH2SO3H). Digunakan jika ada gangguan nitrit. Tambahkan 10 mg asam sulfamat untuk setiap mg NO2-N yang ada dalam contoh uji. f) larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat (HOOCC6H4COOK, KHP) ≈ COD 500 mg O2/L Gerus perlahan KHP, lalu keringkan sampai berat konstan pada suhu 110 C. Larutkan 425 mg KHP ke dalam air bebas organik dan tepatkan sampai 1000 mL. Larutan ini stabil bila disimpan dalam kondisi dingin pada temperatur 4 C ± 2 C dan dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak ada pertumbuhan mikroba. Sebaiknya larutan ini dipersiapkan setiap 1 minggu. CATATAN 1 Larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat digunakan sebagai pengendalian mutu kinerja pengukuran. CATATAN 2 Bila nilai COD contoh uji lebih besar dari 500 mg/L, maka dibuat larutan baku KHP yang mempunyai nilai COD 1000 mg O2/L. CATATAN 3 Larutan baku KHP dapat menggunakan larutan siap pakai. 3.3 Peralatan a) spektrofotometer sinar tampak (400 nm sampai dengan 700 nm); b) kuvet; SNI 6989.2:2009 c) digestion vessel, lebih baik gunakan kultur tabung borosilikat dengan ukuran 16 mm x 100 mm; 20 mm x 150 mm atau 25 mm x 150 mm bertutup ulir. Atau alternatif lain, gunakan ampul borosilikat dengan kapasitas 10 mL (diameter 19 mm sampai dengan 20 mm); d) pemanas dengan lubang-lubang penyangga tabung (heating block); CATATAN Jangan menggunakan oven. e) buret; f) labu ukur 50,0 mL; 100,0 mL; 250,0 mL; 500,0 mL dan 1000,0 mL; g) pipet volumetrik 5,0 mL; 10,0 mL; 15,0 mL; 20,0 mL dan 25,0 mL; h) gelas piala; i) magnetic stirrer; dan j) timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg. 3.4 Persiapan dan pengawetan contoh uji 3.4.1 Persiapan contoh uji a) homogenkan contoh uji; CATATAN Contoh uji dihaluskan dengan blender bila mengandung padatan tersuspensi. b) cuci digestion vessel dan tutupnya dengan H2SO4 20 % sebelum digunakan; 3.4.2 Pengawetan contoh uji Bila contoh uji tidak dapat segera diuji, maka contoh uji diawetkan dengan menambahkan H2SO4 pekat sampai pH lebih kecil dari 2 dan disimpan dalam pendingin pada temperatur 4 C ± 2 C dengan waktu simpan maksimum yang direkomendasikan 7 hari. 3.5 Pembuatan larutan kerja Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1 (satu) blanko dan minimal 3 kadar yang berbeda secara proporsional yang berada pada rentang pengukuran. 3.6 Prosedur 3.6.1 proses digestion a) pipet volume contoh uji atau larutan kerja, tambahkan digestion solution dan tambahkan larutan pereaksi asam sulfat yang memadai ke dalam tabung atau ampul, seperti yang dinyatakan dalam tabel berikut: SNI 6989.2:2009 Tabel 1 - Contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam-macam digestion vessel Larutan Digestion Vessel Tabung kultur 16 x 100 mm 20 x 150 mm 25 x 150 mm Standar Ampul: 10 mL Contoh uji (mL) 2,50 5,00 10,00 2,50 Digestion solution (mL) 1,50 3,00 6,00 1,50 pereaksi asam sulfat (mL) 3,5 7,0 14,0 3,5 Total volume (mL) 7,5 15,0 30,0 7,5 b) tutup tabung dan kocok perlahan sampai homogen; c) letakkan tabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150 C, lakukan refluks selama 2 jam. CATATAN Selalu gunakan pelindung wajah dan sarung tangan untuk melindungi dari panas dan kemungkinan menyebabkan ledakan tinggi pada suhu 150 C. 3.6.2 Pembuatan kurva kalibrasi Kurva kalibrasi dibuat dengan tahapan sebagai berikut: a) hidupkan alat dan optimalkan alat uji spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat untuk pengujian COD. Atur panjang gelombangnya pada 600 nm atau 420 nm; b) ukur serapan masing-masing larutan kerja kemudian catat dan plotkan terhadap kadar COD; a) buat kurva kalibrasi dari data pada butir 3.7.1.b) di atas dan tentukan persamaan garis lurusnya; b) jika koefisien korelasi regreasi linier (r) < 0,995, periksa kondisi alat dan ulangi langkah pada butir 3.7.1 a) sampai dengan c) hingga diperoleh nilai koefisien r ≥ 0,995. 3.6.3 Pengukuran contoh uji 3.6.3.1 Untuk contoh uji COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L a) dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang untuk mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup contoh dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas; b) biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-benar jernih; c) ukur serapan contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan (600 nm); d) hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi; e) lakukan analisa duplo. 3.6.3.2 Untuk contoh uji COD lebih kecil dari atau sama dengan 90 mg/L a) dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang untuk mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup contoh dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas; b) biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-benar jernih; c) gunakan pereaksi air sebagai larutan referensi; d) ukur serapannya contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan (420 nm); e) hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi; f) lakukan analisa duplo. CATATAN Apabila kadar contoh uji berada di atas kisaran pengukuran, lakukan pengenceran. 3.7 Perhitungan Nilai COD sebagai mg O2/L: Kadar COD (mg O2/L) = C x f Keterangan: C adalah nilai COD contoh uji, dinyatakan dalam miligram per liter (mg/L); f adalah faktor pengenceran. SNI 6989.2:2009 (1) hasil pengukuran −duplikat pengukuran % RPD   (hasil pengukuran duplikat pengukuran) / 2 100% (2) j) Lakukan kontrol akurasi dengan larutan baku KHP dengan frekuensi 5 % sampai dengan 10 % per batch atau minimal 1 kali untuk 1 batch. Kisaran persen temu balik adalah 85 % sampai dengan 115 %. Persen temu balik (% recovery, % R): ⎛ ⎞ % R ⎜A ⎟100 % (3) ⎝B ⎠ Keterangan: A adalah hasil pengukuran larutan baku KHP, dinyatakan dalam milligram per liter (mg/L); B adalah kadar larutan baku KHP hasil penimbangan (target value), dinyatakan dalam milligram per liter (mg/L). SNI 6989.2:2009 5 Presisi dan bias Standar ini telah melalui uji banding metode dengan peserta 7 laboratorium pada kadar 194 mg COD/L tanpa klorida dengan tingkat presisi (%RSD) 4,3 % dan akurasi (bias metode) 2,4 %, sedangkan pada kadar 48,6 mg COD/L tanpa klorida dengan peserta 8 laboratorium menghasilkan tingkat presisi (%RSD) 7,79 % dan akurasi (bias metode) 8,43 %. 6 Rekomendasi a) Lakukan analisis blind sample. b) Buat control chart untuk akurasi dan presisi analisis. Lampiran A (normatif) Pelaporan Catat pada buku kerja hal-hal sebagai berikut. 1) Parameter yang dianalisis. 2) Nama analis. 3) Tanggal analisis. 4) Rekaman hasil pengukuran duplo, triplo dan seterusnya. 5) Rekaman kurva kalibrasi. 6) Nomor contoh uji. 7) Tanggal penerimaan contoh uji. 8) Batas deteksi. 9) Rekaman hasil perhitungan. 10) Hasil pengukuran persen temu balik. 11) Kadar kebutuhan oksigen kimiawi (COD) dalam contoh uji. SNI 6989.2:2009 SNI 6989.2:2009 Bibliografi Lenore S.Clesceri et al., Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21 st Edition, 2005, Methods 5220 D (Closed Reflux, Colorimetric Methods). Analisis OD Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Oleh sebab pengukuran parameter ini sangat dianjurkan disamping paramter lain seperti kob dan kod. Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air. Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku, maka kadar oksigen pun akan menurun. Pada klimaksnya, oksigen yang tersedia tidak cukup untuk menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan yang demikian merupakan pencemaran berat pada air. Untuk mengukur kadar DO dalam air, ada 2 metode yang sering dilakukan: a.       Metoda titrasi dengan cara WINKLER b.      Metoda elektrokimia Analisis Oksigen Terlarut Analisis oksigen terlarut dapat ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu : a.        Metoda titrasi dengan cara WINKLER Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri.  Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan :                            MnCI2 + NaOH  ==> Mn(OH)2 + 2 NaCI                            2 Mn(OH)2 + O2 ==>   2 MnO2 + 2 H20         MnO2 + 2 KI + 2 H2O ==>    Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH         I2 + 2 Na2S2O3 ==>  Na2S4O6 + 2 NaI bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air. Reaksi yang terjadi dalam penguraian tersebut adalah:                      Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku, maka kadar oksigen pun akan menurun. Pada klimaksnya, oksigen yang tersedia tidak cukup untuk menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan yang demikian merupakan pencemaran berat pada air. Untuk mengukur kadar DO dalam air, ada 2 metode yang sering dilakukan: c.       Metoda titrasi dengan cara WINKLER d.      Metoda elektrokimia Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis, teliti dan akurat  apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dala titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara  DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran. Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO adalah dimana dengan cara WINKLER penambahan indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan. Metoda elektrokimia Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah Katoda : O2 + 2 H2O + 4e  ==> 4 HO- Anoda : Pb + 2 HO- ==> PbO + H20 + 2e Sumber Badan Standardisasi Nasional (BSN) (http://bsn.go.id)


Comments

Copyright © 2025 UPDOCS Inc.