LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN Hari/ Tanggal : Senin/ 12 Maret 2013 Golongan Dosen Asisten : P2 : Dr. Endang Warsiki S.TP M.Si. : F34090101 F34090135 1. Ariska Duti Lina 2. Dimas Hendryanto PENYIMPANAN BEBUAHAN UTUH Oleh : Alfiyan Hudan Fauzi Desta Aldinu Pratiwi Desita Rahmawati F34110037 F34110053 F34110063 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan bahan pangan yang mudah rusak atau busuk (perishable). Buah-buahan mempunyai umur simpan pascapanen yang pendek. Apabila buah-buahan setelah dipanen tidak ditangani dengan baik perubahanperubahan akan terjadi akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi dan mikrobiologis. Beberapa perubahan fisiologis dan kimiawi ada yang menguntungkan, misalnya perubahan warna, rasa dan lain-lain. Tetapi jika perubahan tersebut tidak dikendalikan maka akan merugikan karena akan timbul kerusakan atau kebusukan. Kerusakan atau kebusukan tersebut mengakibatkan buah tidak dapat dimanfaatkan lagi. Perlakuan sebelum proses penyimpanan dan tempat penyimpanan merupakan hal yang penting untuk menjaga kualitas buah. Dengan mengetahui mutu akhir buah disetiap perlakuan penyimpanan, maka kita akan mendapatkan hasil buah dengan mutu terbaik. Parameter yang diamati meliputi susut bobot, tingkat kekerasan, pH juice, kadar gula, kadar vitamin C, sensori, tanda fisiologis dan pertumbuhan mikroorganisme. Pada akhirnya perlakuan penyimpanan diharapkan dapat menjaga mutu buah, dan kerusakan buah selama penyimpanan dapat di minimalisir. I.2 Tujuan Tujuan dari praktikum kali ini adalah mengidentifikasi perubahan mutu buah selama penyimpanan. Mengidentifikasi pengaruh kemasan terhadap perubahan mutu buah selama penyimpanan. Mengidentifikasi pengaruh penanganan pra penyimpanan terhadap mutu buah. Serta menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai untuk komoditi buah. II. METODOLOGI II.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan yang digunakan dalam praktikum ini adalah perforated HDPE, plastik LDPE, gunting, penetrometer, pH meter, refraktometer, colortec, labu takar, gelas ukur, buret. Sedangkan bahan yang digunakan adalah jeruk, tomat, larutan kanji. II.2 Metode 2.2.2 Parameter pengamatan Buah 2.2.1 Bahan pengamatan Buah Dilakukan pencucian : - Tanpa pencucian - Air mengalir Sensori (permukaan, bercak, aroma), pertumbuhan mikroorganisme dan tanda fisiologi Timbang susut bobot Simpan pada kemasan plastik : - Perforated HDPE - LDPE Uji kekerasan (Penetrometer) Amati selama 2 hari sekali selama 2 minggu Perubahan warna (Colortec) Hasil pengamatan Kadar gula (refraktomter) pH juice (pH meter) Kadar vitamin C (titrasi) III. III.1 Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN [terlampir] III.2 Pembahasan Menurut Winarno dan Aman (1981), berdasarkan pola produksi dan jumlah CO 2 yang dihasilkan, buah dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu buah klimaterik dan buah non klimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang ditandai dengan produksi CO2 yang tinggi dan meningkat tajam pada akhir pertumbuhan dan perkembangan buah serta diikuti dengan perubahan nyata atas komposisi dan teksturnya. Contoh dari buah klimaterik adalah apel, pisang, manga, alpukat, sirsak dan tomat. Buah non klimaterik adala buah yang ditandai dengan tingkat produksi CO2 yang rendah dan relatif terus menurun sarta tidak diikuti dengan perubahan kompsisi buah yang nyata selam proses perkembangan berlangsung. Buah yang termasuk non klimaterik adalah semangka, nanas, anggur dan arbei. Dalam proses pemasakan buah terdapat yang namanya softening fruit dan ripening fruit, yaitu salah satu proses dalam pelunakan buah. Kita semua tahu bahwa jika buah mengalami pemasakan, akan mengalami pelunakan juga. Menurut Hartuti (2008), proses pemasakan atau pelunakan ini berhubungan dengan dinding sel yang terdapat dalam sel buah-buahan, yang dimana komposisi dinding sel adalah sebagian besar polisakarida. Sekedar informasi, bahwa dinding sel sifatnya kuat, sehingga untuk memudahkan dalam pelunakan diperlukan enzim yang berperan dalam hidrolisis. Enzim tersebut adalah hydrolase. Berikut adalah beberapa contoh hydrolase : Polygalacturonase (PG) : merupakan enzim yang mendeterminasikan degradasi pektin dan berpengaruh pada jaringan pelunakan. Yang dihidrolisis di sini adalah galakturonide. Enzim ini ditemukan pada buah, karena ini merupakan spesifik enzim pada proses ripening fruit. Jumlahnya melimpah dalam buah, akan tetap setiap spesies akan berbeda. Gen yang berhubungan dengan enzim ini adalah MPG1, 2, 3. Baru-baru ini dikembangkan untuk pembuatan tanaman transgenik pada tomat, melon, apel, dll. α -Arabinosidase : enzim ini berkontribusi dalam modifikasi dinding sel selama ripening dan softening. Telah diidentifikasi bahwa pada sebagian besar buah, terjadi kehilangan arabinosyl yang di situ sebagian besar komposisinya adalah pektin. Sebenarnya gen yang berperan dalam enzim ini masih belum diketahui. α -Arabinosidase merupakan salah satu hydrolase yang membongkar pektin seperti pada PME (pectinmethylesterase) dan PAE (pectin acetylesterase). β-Galactosidase : Enzim ini bekerja pada saat ripening fruit di dinding sel. Bagian yang mengalami perubahan adalah hilangnya residu galactosyl pada polimer dinding sel. Gen yang berperan adalah TBG1, mengkode N-terminal amino acid sequence yang dipurifikasi β-galactosidase II. Ada pula TBG4 (pTomβgal4) yang perannya tidak sama dengan TBG1, yaitu menghubungkan N-terminal sequence untuk isoform β-galactosidase II α-Galactosidase : enzim tersebut dapat dibagi menjadi grup, yaitu asam dan basa, tergantung dari respon pH. Pada bentuk asam, berperan dalam biji dan germinasi. Gen yang berperan pada tanaman masih belum diketahui. Sedangkan pada yeast, gen MEL1 pada Saccharomyces cerevisiae berhasil diamplifikasi. Gen tersebut berpengaruh pada degradasi raffinose. Raffinose merupakan indigestible trisaccharide yang terdapat pada buah dan sayuran. Selain enzim hydrolase di atas, ada gen yang berperan juga dalam proses ripening fruit dan softening fruit, yaitu expansin. Gen ini berperan merusak ikatan hidrogen pada polimer dinding sel. Telah diobservasi pada meristem tomat, expanding tissues, ripening fruit. Secara teori peningkatan kematangan buah-buahan akan meningkatkan kadar gula yang terdapat di dalamnya. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan polisakarida yang terdapat dalam sel yang berupa sumber karbohidrat. Kandungan gula juga tergantung pada jenis dan keadaan tempat tumbuhnya. Yang menyebabkan rasa manis pada buah karena pada masa pertumbuhan dan pematangan, gula-gula sederhana dan pati dibentuk dari hasil fotosintesis. Pati yang terdapat dalam sel dapat ditransformasikan menjadi gula-gula sederhana. Kadar gula yang tinggi terjadi karena pada saat pemasakan, pati terhidrolisis secara sempurna menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa. Buah-buahan matang mempunyai kadar gula yang lebih tinggi dari pada kandungan gula yang dikandung oleh buah yang masih muda. Pengukuran kadar gula dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer, adapun prosedurnya dengan mengambil sari dari buah yang akan diamati kemudian dioleskan atau diteteskan pada tempat tertentu pada refraktometer kemudian diamati pada tempat yang terang atau tempat yang terdapat sinar matahari. Nilai kadar gula diperoleh dari angka yang terdapat pada refraktometer antara warna gelap dan terang bagian atas yang paling jelas. Selama penyimpanan, buah mengalami proses pematangan dimana kadar gula meningkat disebabkan adanya degradasi polisakarida pada dinding sel yang merupakan sumber gula. Gula merupakan hasil perubahan dari pati sebagai akibat dari enzim-enzim yang bekerja, baik enzim yang berasal dari tanaman itu sendiri maupun yang dihasilkan oleh jasad renik. Seharusnya semakin lama waktu penyimpanan atau jika buah matang dan lunak, maka makin banyak proses degradasi polisakarida dan makin tinggi gula yang dihasilkan. Lamanya penyimpanan terhadap buah dapat meningkatkan kadar gula buah tersebut. Hal ini disebabkan karena buah yang disimpan akan semakin matang sehingga kadar gulanya naik. Turunnya kandungan gula disebabkan karena senyawasenyawa makromolekul termasuk gula diuraikan untuk menghasilkan energi. Pada kemasan vakum dan seal biasa, sirkulasi udara sangat terbatas pada tingkat permeabilitas plastik, maka perombakan senyawa semakin tinggi karena oksigen yang ada tidak mencukupi untuk melakukan respirasi biasa. Akibatnya suhu penyimpanan dalam plastik pengemas semakin tinggi, sehingga menyebabkan buah menjadi matang, dengan demikian, pada kemasan sel biasa tanpa lubang dan vakum, kadar gula lebih tinggi, walaupun umur simpannya lebih singkat (cepat membusuk). Beberapa perubahan mutu buah akan terjadi selama proses pematangan buah segar. Perubahan umumnya terjadi dapat secara fisik maupun kimiawi. Secara fisik, perubahan yang terjadi berupa perubahan pada warna dan tekstur. Sednagkan perubahan secara kimiawi dapat berupa perubahan kadar air, kandungan gula, kandungan vitamin C dan asam-asam organik. Menurut Wirakartakusumah (1992), perubahan warna merupakan salah satu perubahan yang sangat menonjol pada prosespematangan buah. Perubahan warna pada buah-buahan tersebut merupakan proses sintesis dari suatu pigmen tertentu, seperti karotenoid dan flavonoid, selain juga terjadi perombakan klorofil. Warna pada buah segar dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar, yaitu klorofil, antosianin, flavonoid dan karotenoid. Perubahan tekstur buah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adanya tekanan turgor, perubahan unuran dan bentuk sel, adanya jaringan penunjang dan susunan jaringan. Tekanan turgor adalah tekanan dari isi sel terhadap dinding sel sehingga sel ada pada volume normal, namun tetap dapat terjadi pertukaran senyawa (Pantastico 1986). Dinding sel buah mempunyai sifat plastis. Isi sel dari buah-buahan tersebut dapat membesar karena menyerap air dari sekelilingnya. Oleh karena itu tekanan turgor mempengaruhi tingkat kekerasan pada buah. Selain tekanan turgor, faktor lain yang mempengaruhi tingkat kekerasan buah yaitu ketebalan kulit luar, kandungan kulit luar, kandungan total zat padat dan bentuk pati dari buah tersebut. Tektur buah yang lama kelamaan berubah menjadi lunak diakibatkan oleh penurunan kadar zat pektin dalam buah. Zat pektin akan terhidrolisa menjadi komponen-komponen yang larut, sehingga kadar zat pectin akan menurun sedangkan komponen yang larut dalam air akan meningkat membuat buah menjadi lunak. Perubahan kimiawi pada buah segar yang umum terjadi selama pematangan adalah perubahan kadar gula, kadar asam dan kadar vitamin C. buah-buahan mentah mengandung kadar vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang sudah tua. Kadar vitamin C pada buah akan meningkat sampia buah masak, dan akan menurun pada tingkat kemasakan telah terlampaui. Kadar vitamin C pada buah dipengaruhi oleh jenis biah, kondisi pertumbuhan, tingkat kematangan pada saat panen dan penanganan pasca panen. Susut bobot disebabkan karena pada proses penyimpanan buah akan kehilangan air. Kehilangan air ini merupakan penyebab utama dari kerusakan buah yang menyebabkan penurunan kesegaran buah. Kehilangan air ini juga disebabkan oleh faktor internal (luas permukaan yang terinfeksi, karakteristik morfologi) dan faktor eksternal (suhu, keembaban). Selama proses pertumbuhan dan pematangan buah, kadar gula sederhana didalam buah tersebut akan meningkat sehingga buah akan terasa manis. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan kadar senyawa-senyawa fenofilik yang menyebabkan berkurangnya rasa sepat dan penurunan asam organij serta kenaikan zat-zat yang memberi rasa dan aroma khas pada buah. Perubahan sensori (rasa dan aroma) disebabkan oleh bertambahnya kandungan gula sederhana dalam buah yang menambah rasa manis yang disebabkan oleh perubahan zat pati dalam buah. Berkurangnya zat fenofilik dan bertambahnya zat volatif menyebabkan rasa dan bau yang harum pada buah. Pertumbuhan mikroorganisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pada saat penyimpanan, buah yang dimasukkan kedalam plastic masih dalam keadaan basah. Selain itu tempat penyimpanan yang lembab juga dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme. Untuk kondisi penyimpanan buah jeruk yang baik setelah dipanen pada buah jeruk dengan kondisi terlampau matang, kantung airnya (daging buah) dakan menjadi kasar dan kering. Sebaiknya buah yang akan dipetik saat awal pemotongan sedikit memmperbaiki keadaan selama penyimpanan (1-2 bulan), dan cocok untuk dikirim ke pasar yang jaraknya cukup jauh. Dengan adanya kulit buah yang tebal, pada buah jeruk dapat dikapalkan melintasi lautan tanpa perlu disimpan didalam ruang pendingin. Proses selanjutnya adalah menuju tahap sortasi, yaitu proses pemilihan buah jeruk yang sudah dipanen kemudian dikumpulkan mana buah jeruk yang bagus dan aman buah jeruk yang jelek kualitasnya. Sortasi ini bertujuan untuk memudahkan pengepakan, pengiriman, menyeragamkan, menjaga atau mengurangi kerusakan selama pengangkutan, meningkatkan harga jual, dan mempermudah penyimpanan sehingga akan mudah diketahui kuantitas hasil per musimnya. Kemudian proses selanjutnya adalah grading, yaitu jeruk tersebut dikelompokkan berdasarkan warna ukuran, bobot, dan penampilannya sebelum dilakukan distribusi dan pengepakan. Untuk menyimpan buah jeruk gunakan tempat yang sehat dan bersih dengan temperature ruangan 8-10 derajat celcius. Sebelum dilakukan pengiriman atau disimpan di ruangan penyimpanan, terlebih dahulu buah dikemas dalam kerangka bambu atau kayu tebal yang tidak terlalu berat untuk kebutuhan local dan mengunakan kardus untuk diekspor. Dianjurkan dalam pengepakan jangan terlalu padat. Ini ditujukan agar tidak terjadi kerusakan terhadap buah. Buah harus disusun dengan rapu agar diantar buah tersebut tidak dapat bergerak kesana kemari. Wadah untk mengemas buah jeruk berkapasitas anta 50-60 kg (Naharsari 2003) Untuk menyimpan buah jeruk, gunakan tempat yang sehat dan bersih dengan temperature ruangan 8-10 derajat celcius. Simpan pada lemari pendingin dan jika ingin menyimpannya untuk lebih lama lagi, sebelumnya masukkan jeruk ke dalam kantong plastic terlebih dahulu (Hermiza 2011). Penyimpanan buah yang baik adalah buah disimpan dalam ruangan yang kering, berventilasi baik, dan bersuhu rendah (Rukmana 2005). Beberapa cara untuk menghambat pe-nimbunan hasil respirasi agar buah tomat tidak cepat membusuk antara lain adalah : 1. Buah tomat dibungkus dengan plastik poly-ethylene. Cara ini cukup efektif untuk meng-hambat pembentukan gas CO2 dan H2O hasil respirasi, sehingga buah tomat relatif lebih tahan disimpan. Namun poly-ethylene dari plastik ini akan bereaksi dengan ethylene yang dihasilkan buah tomat dan akan membentuk ethylene rantai panjang yang kemudian bereaksi dengan lapisan lilin kulit tomat, sehingga sampai batas tertentu kurang baik bagi kesehatan konsumen yang memakannya, kecuali kulitnya dikupas dulu sebelum dimakan. 2. Bahan kemasan lain adalah poly-ethylen shrink film atau plastik mengkerut. Harganya lebih mahal namun cukup bergengsi secara visual dan seperti yang pertama ethylennya bereaksi dengan kulit tomat sehingga sangat kurang baik bagi ke-sehatan konsumen yang memakannya karena kontak kulit tomat dengan pembungkus tersebut lebih besar. 3. Untuk mengurangi kandungan ethylene pada bungkus plastik polyethylen dapat ditambahkan KMnO4(Kalium permanganat), zat ini bisa menyerap gas ethylene yang dihasilkan respirasi se-hingga lebih aman dikonsumsi, hanya saja akan menambah biaya karena bahan-bahan itu cukup mahal. 4. Cara lain yang paling mudah, murah dan sangat aman bagi konsumen adalah dengan menyim-pannya dalam kotak kayu yang higroskopis hingga dapat mengikat uap air, dan dibagian bawahnya diberi kapur tohor (CaO) untuk mengikat CO2 serta disimpan ditempat yang kering dan teduh sehingga penimbunan ethylene dapat ditekan serendah mungkin. Buah tomat yang masih berwarna kehijau-hijauan (sudah tua tapi belum matang) bila setelah dipetik langsung disimpan dengan cara ini dapat dipertahankan kesegar-annya sampai 2 minggu (Anonim 2013). Penyimpanan buah dalam temperatur rendah adalah penyimpanan buah tomat dalam ruangan yang bertemperatur 48-50OF dengan kelembapan nisbi sekitar 85%90%. Penyimpanan antara buah tomat yang masih hijau masak dan buah tomat yang telah matang dengah warna merah akan memberikan hasil yang berbeda. Penyimpanan buah tomat yang masih hijau masak pada suhu tersebut akan tahan selama 4-5 minggu dan akan kehilangan bobot setelah penyimpanan sebesar 5,2%. Buah tomat yang telah matang dengan warna merah yang disimpan dengan suhu 54 oF dan kelembapan nisbi sekitar 90% akan tahan selama 1 minggu dalam penyimpanan dan tidak akan kehilangan bobot selama dalam penyimpanan tersebut (Cahyono 2008). Penyimpanan buah tomat dalam ruangn yang berventilasi tanpa pengatur suhu adalah penyimpanan dalam ruangatau gudang yang memiliki ventilasi atau lubang pertukaran udara yang baik. Buah tomat disusun didalam ruangan yang diberi alas jerami padi atau disusun dalam keranjang-keranjang, kemudian ditata rapu didalam ruangan tersebut. Dengan pertukaran udara yang baik melalui ventilasi, maka ruangan didalam gang tersebut menjadi cukup kering dan tidak lembab. Dengan demikian daya tahan buah tomat yang ada di dalamnya dapat lebih meningkat (Cahyono 2008). Penyimpanan dengan penimbunan es adalah penyimpanan buah tomat dalam kotak-kotak yang diberi es batu. Cara ini sangat efektif untuk penyimpanan buah tomat jangka pendek, teutama selama dalam pengangkutan menuju ke pusat-pusat pemasaran yang jaraknya cukup jauh (Cahyono 2008). Untuk penggunaan lebih lama, tomat dalam disimpan dalam kulkas, namun sebenarnya menyimpan tomat dalam kulkas akan mengurangi kelezatannya. Suhu dibawah 10C seperti suhu dalam kulkas akan mengganggu kematangan tomat. Tomat akan menjadi merah dalam kulkas tetapi tidak lagi mengandung banyak air dan rasa manisnya pun berkurang. Karena itu tomat akan lebih lezat bila disimpan dalam suhu udara biasa di dapur (Rossana 2012). Pada praktikum ini digunakan dua jenis plastic untuk mengemas jeruk dan tomat yaitu platik jenis HDPE dan plastic jenis LDPE, namun dilakukan satu jenis pengemasan lagi namun dengan menggunakan plastic yang sama yaitu LDPE tetapi diberi lubang dengan jarang 5 cm antar lubang tersebut. Plastic yang petama adalah LDPE atau Low Density Polyethylene, jenis plastik ini juga sering disebut tipe cokelat. Bahan plastik ini terbuat dari minyak bumi dan memiliki sifat termoplastik. Jenis plastik ini banyak digunakan untuk pembungkus makanan supaya tetap hangat, kantong grocery, pembungkus roti, dan tas plastik. Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60 derajat Celsius sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Plastik ini dapat didaur ulang. Peralatan dengan berbahan LDPE akan sulit dihancurkan mengingat LDPE memiliki sifat kuat, namun begitu akan lebih aman digunakan untuk tempat makanan karena LDPE cukup sulit untuk bereaksi bila kontak dengan makanan yang dikemas dengan bahan ini. Lalu ada HDPE atau High Density Polyethylene, jenis plastik ini tak jauh berbeda dengan PET. HDPE juga tersusun atas monomer polyethylene. HDPE menjadi produk plastik yang jauh lebih aman digunakan karena HDPE mempu mencegah reaksi kimia yang terjadi ketika bahan plastik tersebut kontak dengan makanan atau minuman yang dikemasnya. HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Sama seperti PET, HDPE juga direkomendasikan hanya untuk sekali pemakaian, karena pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu. Tapi tentunya hal ini juga dilihat dari fungsi peralatannya. Akan berbeda bila HDPE ini digunakan untuk kursi lipat dan kemasan makanan. Dari hasil pengamatan oleh kelompok 1 terhadap buah tomat yang yang dicuci dengan air mengalir dan dikemas dengan plastic HDPE, yang disimpan ditempat seperti lemari terbuka yang kering dengan suhu ruang didalam laoratorium. Dari hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa pada sample 1 dan 2 keadaan tomat masih dalam keadaan baik belum ada perubahan, namun pada sample ketiga sudah terlihat perubahannya dengan adanya lendir didalam kemasannya tersebut. Hal ini disebabkan karena uap air yang terkandung didalam tomat tidak dapat keluar dari kemasan sehingga air dan kandungn dari tomatnya tetap tinggal dalam kemasan. Karena sifat dari HDPE keras, kuat, dan tahan terhadap suhu tinggi. Lalu tomat dengan kemasan LDPE yang diberi lubang dengan jarak 5cm lumayan memberikan hasil yang baik karena dari pengamatan terhadap 6 tomat dalam waktu 2 minggu hanya ada satu sample yang mengalami kebusukan. Hal ini disebabkan karena LDPE yang diberi lubang menyebabkan adanya pertukaran udara antara produk yang dikemas dengan udara disekitar tempat penyimpanan. Sedangkan tomat yang dikemas dengan kemasan LDPE tanpa lubang memberikana hasil yang lumayan buruk karena dari 6 sample yang ada selama 2 minggu hamper semua tomat dalam kemasan terdapat lendir, berair, dan busuk. Hal ini jauh berbeda dengan kemasan LDPE yang diberi lubang, hal ini dapat disebabkan karena tidak ada pertukaran udara yang terjadi antar tomat dalam kemasan dengan udara disekitar tempat penyimpanan, sehingga menyebabkab zat yang menguap dan kadar air yang menguap tidak dapat keluar dan tersimpan didalam kemasan. Pengamatan yang dilakukan terhadap buah tomat yang tidak dicuci dan dikemas dikemasan plastic HDPE didapatkan hasil yang cukup baik karena dari 6 sample yang ada dalam pengamatan selama dua minggu, hanya sample ke-6 yang busuk. Hal ini dapat disebabkan karena tomat yang dikemas dalam keadaan kering sehingga uap air yang terkandung didalam tomat tidak terlalu banyak, dan aktifitas mikroba juga tidak tumbuh secara cepat didalam kemasan. Lalu pengamatan terhadap tomat yang dikemas dengan plastic LDPE berlubang dengan jarak 5 cm, didapatkan hasil yang tidak cukup baik. Hal ini dapat disebabkan karena tomat yang dikemas tidak dicuci dan kemasan yang terbuka sehingga mudahnya tercemar dengan udara sekita tempat penyimpanan. Sedangkan pada kemasan ldpe tanpa lubang, hasilnya cukup baik. Dari 6 sample yang ada selama 2 minggu pengamatan, sample kelima memberikan hasil yang busuk, namun yang keenam hasilnya tidak busuk. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi yang kering saat menympan tomat dan plastic LDPE yang tidak diberi lubang sehingga tidak adanya pertukaran antara lingkungan dan tomat yang dikemas, sehingga tidak terlalu banyak kadar air yang menguap dan mikroba pun tidak tumbuh dengan subur didalam kemasan. Pengamatan yang dilakukan oleh kelompok 3 dengan kondisi tomat yang dikemas dan dicuci dengan deterjen terlebih dahulu. Tomat yang pertama dikemas dengan plastic HDPE, dari hasil pengamatan didapatkan hasil yang baik, karena kondisi tomata yang dikemas didalam plastic HDPE stabil, tetap mulus, dan tidak ada sample yang busuk dalam pengamatn terhadap 6 sample selama dua minggu. Hal ini dapat disebabkan oleh deterjen yang menyebabkan kuman-kuman dan bakteri perusak yang ada didalam kemasan mati sehingga pertumbuhannya stabil dan sifat plastic yang kuat dan keras sehingga mikroorganisme tidak dapat mengganggu tomat yang dikemas tersbeut. Lalu pada tomat yang dikemas denga kemasan LDPE berlubang dengan jarak 5 cm juga tidak terdapat perubahan, kondisinya stabil dan sama-sama tidak mengalami kebusukan selama pengamatan terhadap 6 sample dalam waktu dua minggu. Hasil yang sama juga terjadi pada tomat yang dikemas dengan kemasan LDPE, tidak ada tomat yang busuk selama dilakukan pengamatan tersebut. Lalu pengamatan yang dilakukakn oleh kelompok 4 adalah pengamatan terhadap jeruk yang dicuci dengan air mengalir. Pada penyimpanan pertama menggunakan kemasan HDPE didapatkan hasil yang cukup baik karena buah yang busuk hanya didapatkan pada smaple keenam selama dua minggu pengamatan tersebut. Hal ini dapat disebabkan jarena saat mencuci praktikan mencuci dengan bersih dan dikeringkan dengan baik pula sehinnga mikroba-mikroba jahat tidak tumbuh dengan baik saat dikemas dengan platik yang kuat dan susah ditembus juga. Lalu pada percobaan dengan menggunakan kemasan LDPE dengan lubang yang berjarak 5 cm hasilnya sangat baik karena kondisi buah relative stabil dan tidak ada kerusakan mikroorganisme yang tumbuh dan tidaka da juga buah yang mengalami kebusukan. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya sirkulasi udara yang baik sehingga kadar airnya pun dapat keluar dengan baik sehingga tidak mengendap didalam dan menyebabkan kebusukan pada buah. Sedangkan kondisi buah yang dikemas dengan LDPE tanpa lubang hasilnya relative sama dengan penyimpanan HDPE karena buah yang busuk hanya terjadi di sample keenam selama penyimpanan dua minggu tersebut. Pengamatan yang dilakukakn oleh kelompok 5 adalah pengamatan terhadap buah jeruk yang tidak dicuci. Percobaan yang pertama adalah buah dikemas dengan plastic HDPE dengan hasil yang lumayan bik yaitu buah yang busuk terjadi pada sample 4 dan 6 selama penyimpanan dua minggu tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan kadar kematangan buah antara sample ke-4 dan ke-5 yang seharusnya jika sample ke-4 busuk maka sample ke-5 juga busuk, tetapi pada oraktikum kali ini sample ke-4 tidak mengalami proses pembusukan. Selanjutnya adalah pengamatan dengan menggunakan plastic LDPE berlubang dengan jarak 5 cm, didapatkan hasil yang sama pada sample 4 dan sample 6, seharusnya pula jika sample 4 busuk maka sample 5 juga demikian. Hal ini dapat disebabkan oleh kematang buah yang ebrbeda satu sama lainnya sehingga proses pembusukan dan kematangan pada buah pun tidak terjadi bersamaan. Sedangkan pada penyimpanan dengan kemasan LDPE tidak terjadinya proses pembusukan dari keenam sample tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh plastic LDPE yang sifatnya baik yang tergolong baik dalam menyerap cahaya dan resisten terhadap uap airnya juga baik sehingga uap air tdapat menguap secara perlahan sehingga tidak tertahan didalam kemasan yang menyebabkan buah masih dalam kondisi baik. Pengamatan yang dilakukan oleh kelompok 6 adalah penyimpanan buah jeruk dnegan dicuci dengan deterjen terlebih dahulu. Percobaan yang pertama disimpan dalam plastic HDPE, dan hasil yang didapatkan lumayan buruk karena sebagian sample busuk, hanya sample kedua yang tidak busuk. Hal ini dapat disebabkan kadar airnya masih banyak dan tidak dapat meguap sehingga tertahan didalam kemasan dan menyebabkan adanya lendir dan terjadinya pembusukan pada buah tersebut. Lalu percobaan elanjutnya denga plastic LDPE berlubang, didapatkan hasil yang baik karena semua sample yang ada stabil dan tidak terjadinya pembusukan pada keenam sampel tersebut, hal ini mungkin terjadinya pertukaran udara dan uap air yang baik antara buah dan udara sekitar tempat penyimpanan dan pencucian yang bersih sehingga mikroorganisme jahatnya mati dan tidak tumbuh didalam kemasan tersebut. Sedangkan pada buah yang dikemas dengan kemasan LDPE tanpa lubang hasilnya tidak sebaik yang berlubang karena semua sample mengalami pembusukan seperti yang terjadi pada pengemasan dengan HDPE tersebut. IV. IV.1 Kesimpulan PENUTUP Buah merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan buah memiliki kadar air yang tinggi sehingga pertumbuhan mikroba dapat berjalan dengan cepat. Kandungan vitamin C pada buah akan meningkat saat penyimpanan. Tingkat kekerasan buah akan menurun sesuai dengan tingkat kematangannya. Sedangkan pH buah akan cenderung naik selama proses penyimpanan. Sedangkan bobot akan terus menurun karena kadar air akan semakin berkurang. IV.2 Saran Mutu buah terbaik dapat ditemukan pada penyimpanan menggunakan plastic LDPE yang mempunyai lubang. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Penyimpanan buah tomat. http://www.cybex.deptan.go.id. [31 Maret 2013]. Cahyono B. 2013. Tomat. Yogyakarta: Kanisius. [terhubung berkala]. Hartuti N. 2008. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung: PT Gramedia Pustaka. Hermiza. 2011. Makalah teknologi pengolahan jeruk. [terhubung berkala]. http://www.mardesci.com. [31 Maret 2013]. Naharsari ND. 2003. Bercocok Tanam Jeruk. Yogyakarta: Kanisius. Pantastico. 1986. Penyimpanan dan Operasi Penyimpanan Secara komersil. In E.B. Pantastico (ed). Fisiologi Pasca Panen. Penerjemah Kamariyani. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rossana. 2012. Cara menyimpan tomat. http://www.tipsrumah.com. [31 Maret 2013]. [terhubung berkala]. Rukmana R. 2005. Jeruk Besar Potensi dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius. Winarno FG dan Aman W. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Sastra Hudaya. Wirakartakusumah A. 1992. Sifat Fisik Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.