Rino Sinusitis

April 4, 2018 | Author: Anonymous | Category: Documents
Report this link


Description

Rinosinusitis merupakan istilah yang lebih tepat karena sinusitis jarang tanpa didahului rinitis dan tanpa melibatkan inflamasi mukosa hidung. Rinosinusitis menjadi penyakit berspektrum inflamasi dan infeksi mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis didefinisikan sebagai gangguan akibat inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal; dikatakan kronik apabila telah berlangsung sekurangnya 12 minggu. Penyakit sinus terkait 3 faktor: patensi oeteum, fungsi silia, dan kualitas sekret. Gangguan salah satu faktor atau kombinasi faktor-faktor tersebut mengubah fisiologi dan menimbulkan rinosinusitis. Perubahan patologik mukosa sinus paranasal terjadi akibat proses peradangan lapisan mukoperiosteum hidung dan sinus yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Proses patologik rinosinusitis diawali dari adanya blokade/sumbatan area kompleks ostiomeatal (KOM) yang menimbulkan gangguan drainase dan ventilasi sinus-sinus anterior. Sumbatan yang berlangsung terus-menerus mengakibatkan hipoksi dan retensi sekret serta perubahan pH sekret. perubahan tersebut memungkinkan sekret menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri anaerob. Bakteri anaerob juga memproduksi toksin yang merusak silia. Siklus patologik tersebut akan terus berlangsung dan menghasilkan lapisan mukosa yang hipertrofi, sehingga memperberat blokade di area kompleks ostiomeatal. Perubahan mukosa sinus paranasal akibat rinusitis kronik dapat dibedakan menjadi dua faktor etiologik, yaitu non alergi dan alergi. Diagnosis etiologik rinosinusitis kronik alergi didasarkan pada hasil pemeriksaan skin prick test positif. Rinosinusitis kronik akibat non alergi ditandai adanya sekret purulen, dengan lapisan mukosa yang didominasi oleh sebukan sel-sel neutrofil. Rinosinusitis kronik akibat faktor alergi ditandai dengan adanya influks eosinofil dan basofil ke dalam sekret nasal. Diagnosis rinosinusitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior, nasoendoskopi, dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinik rinosinusitis kronik didasarkan pada task Force yang dibentuk oleh American Academy of Otolaryngic Alergy (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS), dan diklasifikasikan menjadi gejala mayor n minor. Gejala mayor yaitu: nyeri pada daerah muka, hidung buntu, ingus berwarna, gangguan penghidu, sekret purulen di rongga hidung dan demam. Gejala minor antara lain: batuk, tenggorok berlendir, nyeri kepala, nyeri geraham serta napas bau. Secara teoritis, proses patologik mukosa yang berlangsung lama akan menghasilkan proliferasi, terbentuknya jaringan granulasi atau radang granulomatik pada mukosa sinus, yang akhirnya akan menebalkan mukosa sinus. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis rinosinusitis kronik disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Namun, pemeriksaan CT scan sinus paranasal adlaah pemeriksaan penunjang yang merupakan baku emas untuk mendiagnosis rinosinusitis kronik. *yang di atas ini semuanya sumbernya dari CDK: Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis Rinosinusitis Kronik Vimala Acala, Kartono Sudarman, Anton Christanto, Slamet Widodo Bagian Telinga Hidung dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS DR. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia Membrana timpani dapat mengalami retraksi bila terdapat suatu vakum dalam telinga tengah, atau dapat menonjol bila terdapat cairan, infeksi, atau massa jaringan dalam telinga tengah (Paparella et.al, 1997). Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membrane timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara (Djaafar et.al, 2007). Konka tampak oedema merupakan penanda inflamasi, sedangkan mukosa livide atau pucat disebabkan karena jaringan mengandung banyak cairan dan tetapi hanya terdapat sedikit aliran darah. Post-nasal drip adalah akumulasi lendir di belakang hidung dan tenggorokan yang menjurus pada, atau memberikan sensasi dari, tetesan lendir yang menurun dari belakang hidung. Salah satu dari karakteristik-karakteristik yang paling umum dari rhinitis kronis adalah post-nasal drip. Post-nasal drip mungkin menjurus pada sakit tenggorokan yang kronis atau batuk yang kronis. Post-nasal drip dapat disebabkan oleh sekresi-sekresi yang berlebihan atau kental, atau gangguan dalam pembersihan lendir yang normal dari hidung dan tenggorokan. Lekositosis menandakan adanya infeksi. Eosinofilia menandakan bahwa terdapat alergi. Hiperglikemi ?? DD Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. Patofisiologi Rinitis Alergi Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM 1). Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya. Pada fase ini, selain faktor spesifik (allergen), iritasi oleh faktor non-spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca, dan kelembapan udara yang tinggi (Irawati et.al, 2007). Gambaran Klinis Secara khas dimulai pada usia yang sangat muda dengan gejala kongesti atau sumbatan hidung, bersin, mata berair dan gatal, dan postnasal drip. Keluhan yang lazim menyertai polip hidung adalah hidung tersumbat dan rinore. Gejala dan tanda terjadinya sinusitis tergantung pada sinus yang terlibat. Secara khas dapat berupa nyeri kepala, nyeri tekan, atau nyeri pada daerah sinus yang terkena, sumbatan hidung, secret hidung, dan sakit tenggorokan. Oleh beberapa ahli dikatakan bahwa sebagian sinusitis aktif dapat memperhebat asma bronchial (Blumenthal, 1997). Sinusitis sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Penyebab utamanya adalah salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinus, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Etiologi dan Faktor Predisposisi Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia, dan diluar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis. Faktor lain yang berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia (Mangunkusumo & Soetjipto, 2007). Patofisiologi Organ-organ pembentuk KOM letaknya berdekatan, dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rhinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan (Mangunkusumo & Soetjipto, 2007). Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rhinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotik (Mangunkusumo & Soetjipto, 2007). Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi (Mangunkusumo & Soetjipto, 2007). Gejala Sinusitis Keluhan utama rhinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Nyeri tekan di daerah sinus yang terkena, kadang nyeri terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau dibelakang bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri di vertex, oksipital, belakang bola mata, atau daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/anosmia, halitosis, postnasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak (Mangunkusumo & Soetjipto, 2007). Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang hanya 1 atau 2 dari gejala seperti sakit kepala kronik, post-nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkhitis), bronkiektasis, dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis (Mangunkusumo & Soetjipto, 2007). *wi, DD kopas nih dari doctor wanna be soalnya males ngetik dari buku THT FK UI, hehe Sama penatalaksanaan n prognosis ini kemaren jadinya gimana ya aku lupa, kita bahasnya agak ngawang2 Blumenthal, Malcolm N. 1997. Kelainan Alergi Pada Pasien THT dalam Adams, George L. Boies, Lawrence R. Higler, Peter A. Boies: Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC. rawati, Nina. Kasakeyan, Elise. Rusmono, Nikmah. 2007. Rinitis Alergi dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Universitas Indonesia. Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Mangunkusumo, Endang. Wardani, Retno S. 2007. Polip Hidung dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Comments

Copyright © 2024 UPDOCS Inc.