BAB I PENDAHULUAN Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi. Sinus â sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Sinus paranasalis (maksilaris, frontalis, etmoidalis, dan sfenoid) adalah rongga di sekitar hidung yang selalu terisi udara dan berhubungan dengan saluran hidung melalui ostium yang kecil. Sinus paranasalis mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk melembabkan, menyaring, dan mengatur suhu udara yang akan masuk ke paru-paru.1 Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.2, 3,4,5 Kondisi inflamasi dari sinus paranasalis mempunyai dampak sosial ekonomi yang signifikan setiap tahunnya, berhubungan dengan biaya kesehatan dan berkurangnya jam kerja akibat sakit. Berdasarkan data dari National Health Interview Survey 1995, sekitar 17,4% penduduk dewasa Amerika Serikat pernah menderita sinusitis dalam jangka waktu 3 bulan. Dari survey yang dilakukan, prevalensi sinusitis kronis sekitar 13-16% atau 30 juta penduduk dewasa Amerika Seriikat yang dominan terjadi pada rongga sinus maksila. Sinusitis mewakili salah satu dari penyakit yang paling sering yang membutuhkan pengobatan dengan antibiotika pada populasi dewasa. Tantangan bagi para klinisi dalam mengevaluasi pasien dengan kemungkinan sinusitis adalah untuk mencoba membedakan infeksi virus saluran nafas atas atau rinitis alergika, yang tidak membutuhkan pengobatan dengan antibiotika, dengan sinusitis kronis atau akut yang memberikan respon dengan pengobatan antibiotika.2,3 Kebanyakan infeksi bakteri terjadi pada keadaan dimana terjadi gangguan fungsi, obstruksi anatomi, inflamasi, drainase yang terganggu, dan perkembangan bakteri yang berlebihan. Kemudian sinus akan dipenuhi dengan cairan purulen. Hal tersebut terjadi karena proses inflamasi menyebabkan peningkatan sekresi dan edema pada mukosa sinonasal. Dengan progresifnya komponen inflamasi, sekret tersebut tertahan di dalam sinus paranasal yang dapat terjadi karena gangguan fungsi silia dan obstruksi dari ostium sinus yang relatif kecil. Posisi ostium yang melawan gravitasi secara tidak langsung juga menyebabkan buruknya drainase. Obstruksi tersebut menyebabkan pengurangan tekanan parsial oksigen di dalam sinus dan menyebabkan kondisi anaerobik di dalam sinus. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan kondisi yang ideal dalam pertumbuhan bakteri patogen, dan menyebabkan sinusitis. Rinitis alergi dan infeksi virus pada saluran nafas atas yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya sinusitis. Sinus maksilaris adalah sinus yang paling sering terkena infeksi.1,2 Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia. Sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat. Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis adalah penyakit yang penting untuk diketahui oleh seorang praktisi kesehatan. Dan sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris. Oleh karena itu tema ini diangkat agar diagnosis, dan penanganan sinusitis maksilaris bisa dimengerti dengan lebih baik. 2,3,6,7,8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definsi Sinus paranasalis adalah rongga udara berlapis mukosa pada tulang kranium, yang berhubungan dengan rongga hidung dan meliputi sinus frontal, sinus etmoid, sinus maksila, dan sinus sfenoid. Sedangkan sinusitis adalah kondisi inflamatorik yang melibatkan satu atau lebih dari keempat rongga berpasangan yang mengelilingi kavum nasi (sinus paranasalis). Menurut anatomi yang terkena, sinusitis dibagi atas sinusitis frontalis, sinusitis etmoidalis, sinusitis maksilaris, dan sinusitis sfenoidalis. Jadi, sinusitis maksilaris adalah suatu kondisi inflamatorik yang melibatkan sinus maksilaris.3,4,9 2.2 Anatomi Sinus Paranasal Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, di dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat di atas konka media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sphenoid. Garis perlekatan konka media pada dinding lateral hidung merupakan batas antara kedua kelompok. Salah satu fungsi penting sinus paranasal adalah sebagai sumber lendir yang segar dan tak terkontaminasi yang dialirkan ke mukosa hidung.3 Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.2 Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah1: · Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang- kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. · Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. · Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagi pula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis. 2.3 Fisiologi Sinus Paranasal Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain : 1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning) Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.3 2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators) Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas , melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.3 3. Membantu keseimbangan kepala Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.3 4. Membantu resonansi suara Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.3 5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.3 6. Membantu produksi mukus. Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.3 2.4 Epidemiologi Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di dunia , terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang dingin, lembab, terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Data dari DEPKES RI tahun 2006 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus menempati urutan ke-25 dari 50 kasus yaitu sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga di sebut dengan rhinosinusitis.1 2.5 Sinusitis Maksilaris Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Bisa juga disebabkan oleh infeksi virus dan infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan etmoid. Sinus maksilaris disebut antrum highmore. Sinus maksilaris sering terinfeksi,oleh karena: 7 1. Merupakan sinus paranasal terbesar. 2. Letak ostium lebih tinggi dari dasar. 3. Letaknya dekat dengan gigi rahang atas sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Sinusistis maksilaris dapat terjadi akut mau pun kronis. Berikut perbedaan keduanya berdasarkan waktu terjadinya:8 1. Sinusitis akut: serangan mendadak gejala flu, misalnya pilek, hidung tersumbat dan nyeri wajah yang tidak hilang setelah 10 sampai 14 hari. Sinusitis akut biasanya berlangsung kurang dari 3 minggu. 2. Sinusitis sub-akut: peradangan yang berlangsung 4 sampai 8 minggu. 3. Sinusitis kronis: suatu kondisi yang ditandai dengan gejala radang sinus yang berlangsung 8 minggu atau lebih. 4. Sinusitis berulang: mengalami beberapa serangan dalam setahun. Bedasarkan penyebab ternyadinya sinusitis dibagi menjadi 2,yaitu:8 1. Sinusitis Rhinogen (penyebabnya dari hidung). 2. Sinusitis Odontogen (penyebabnya dari infeksi gigi). 2.6 Etiologi Berikut ini ditampilkan pada tabel 1 mengenai perbedaan etiologi sinusitis maksilaris akut dan kronis : Tabel.1 Etiologi Sinusitis 2 Sinusitis maksilaris akut Sinusitis maksilaris kronis Infeksi virus(Rhinovirus, Influenza) Sinusitis akut yang berulang Bakteri (S.pneumoniae, H.influenzae) Alergi Jamur (aspergillus) Karies gigi Peradangan menahun saluran hidung Septum nasi yang bengkok Rhinitis alergi, rhinitis vasomotor Benda asing pada hidung dan sinus Tonsillitis kronis Tumor di hidung dan sinus paranasal Faktor predisposisi penyebab sinusitis,yaitu:8 1. Obstruksi mekanis: Septum deviasi,korpus alienum, dan tumor 2. Obstruksi ostium : Rinitis kronis dan rhinitis alergi 3. Perubahan mukosa dan silia: polusi, udara dingin, dan kering 2.7. Patofisiologi Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila klirens silier sekret sinus berkurang atau ostium sinus menjadi tersumbat, yang menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan parsial oksigen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.9 Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa. Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus. Selain itu inflamasi, polip, tumor, trauma, jarimgan parut, dan variasi anatomis juga menyebabkan menurunya patensi sinus ostia.9,10 Virus yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan mukosa, parut, dan diskinesia silia primer.10 Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus.9,10 Penyakit gigi seperti abses apikal, atau periodontal dapat menimbulkan gambaran radiologi yang didominasi oleh bakteri gram negatif, karenanya menimbulkan bau busuk. Pada sinusitis yang dentogennya terkumpul kental akan memperberat atau mengganggu drainase terlebih bila meatus medius tertutup oleh oedem atau pus atau kelainan anatomi lain seperti deviasi, dan hipertropi konka. Akar gigi premolar kedua dan molar pertama berhubungan dekat dengan lantai dari sinus maksila dan pada sebagian individu berhubungan langsung dengan mukosa sinus maksila. Sehingga penyebaran bakteri langsung dari akar gigi ke sinus dapat terjadi. 9,10 2.8 Gejala Klinis Tidak ada gejala dan tanda klinis yang spesifik untuk sinusitis. Pasien kadang tidak menunjukan demam atau rasa lesu.11 Gejala sinusistis maksilaris akut antara lain: 1. Demam,malaise, dan nyeri kepala yang tidak jelas penyebabnya. 2. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri saat menggerakkan kepala mendadak,misalnya saat naik atau turun tangga. 3. Nyeri pipi yang khas tumpul dan menusuk dan nyeri pada palpasi dan perkusi. 4. Nyeri alih dapat dirasakan di dahi dan telinga kanan. 5. Sekret mukopuluren keluar dari hidung dan terkadang bau busuk dan dirasakan mengalir ke nasofaring.. 6. Batuk iritatif nonproduktif. Gejala sinusitis maksilaris kronis bervariasi dari ringan sampai berat,terdiri dari:11 1. Gejala hidung dan nasofaring, adanya sekret pada hidung dan post nasal drip, sering mukopurulen dan hidung biasanya tersumbat. 2. Rasa tidak nyaman dan gatal pada tenggorokan. 3. Pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya tuba eustachius. 4. Adanya sakit kepala. 2.9 Diagnosis Diagnosis sinusitis maksilaris ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ada keluhan nyeri di daerah muka dan kepala yang ada hubungannya dengan keluhan di hidung. Nyeri di daerah pangkal hidung, pipi, dan tengah kepala mengarahkan tanda-tanda infeksi sinus (sinusitis). Rasa nyeri atau berat ini dirasakan apabila menundukkan kepala yang dirasakan beberapa jam hingga beberapa hari.9 Sekret di hidung, perlu ditanyakan apakah pada satu atau kedua rongga hidung, konsistensi sekret tersebut, encer, bening seperti air, kental, nanah atau bercampur darah. Apakah sekret keluar pada saat pagi hari atau paa waktu tertentu saja seperti saat musim hujan. Pada sinusitis hidung, sekret biasanya berwarna kuning kehijauan dan disertai juga dengan keluhan sekret dari hidung yang turun ke tenggorok disebut post nasal drip.9 Perlu ditanyakan apakah ada abnormalitas penciuman. Fluktuasi penciuman berhubungan dengan sinusitis disebabkan karena obstruksi mukosa fisura olfaktorius dengan atau tanpa alterasi degeneratif pada mukosa olfaktorius.9,11 2. Pemeriksaan fisik sinus maksilaris Tabel 2. pemeriksaan fisik sinus maksilaris12 Inspeksi Palpasi dan Perkusi Rinoskopi anterior Rinoskopi posterior Pembengkakan pada muka dan pipi Nyeri tekan dan ketok gigi Mukosa, konka hiperemis dan edema. Lendir mukopurulen di meatus medius. Lendir di nasofaring. 3. Pemeriksaan penunjang sinusitis maksilaris 1. Transluminasi Merupakan pemeriksaan sederhana terutama untuk menilai kondisi sinus maksila. Pemeriksaan dianggap bermakna bila terdapat perbedaan transluminasi antara sinus kanan dan kiri. Sinus yang sakit menjadi suram dan gelap.12 2. Radiologi : Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus yang besar seperti sinus maksilla dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air-fluid level) atau penebalan mukosa.12 CT-scan sinus. Merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mapu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.12 3. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi. Dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari punksi sinus maksilla.12 4. Sinuskopi. Dilakukan dengan punksi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya. Dapat menilai kondisi rongga hidung, adanya sekret, patensi kompleks ostiomeatal, ukuran konka nasi, udem di sekitar orifisium tuba, hipertrofi adenoid, dan mukosa sinus. Indikasi dilakukan endoskopi nasal apabila evaluasi pengobatan konservatif mengalami kegagalan. Selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. 12 Menurut Task Force on Rhinosinusitis (TFR) 1996 disponsori oleh American Academy of Otolaryngology/Head and Neck Surgery (AAO-HNS) disebut sinusitis rhinogen kronik bila berlangsung lebih dari 12 minggu dan diagnosis dikonfirmasi dengan kompleks faktor klinis mayor dan minor dengan atau tanpa adanya hasil pemeriksaan fisik. Tabel 3 berikut menunjuukkan faktor mayor dan minor yang berkaitan dengan diagnosis sinusitis rhinogen kronik. Bila ada 2 atau lebih fakktor mayor atau satu faktor mayor disertai 2 atau lebih faktor minor maka kemungkinan besar sinusitis rhinogen kronik dapat ditegakkan. Bila hanya satu faktor mayor atau hanya 2 faktor minor maka perlu menjadi differensial diagnosis. 11 Tabel 3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan diagnosis sinusitis rhinogen kronik terdiri dari faktor mayor dan minor11 Faktor mayor Faktor minor Nyeri wajah Sakit kepala Kongesti atau terasa penuh pada wajah Demam Obstruksi nasal Halitosis Sekret pada nasal Lemah, lesu Hiposmia atau anosmia Nyeri pada gigi Keadaan penuh pada cavum nasi (purulence) Batuk, nyeri telinga 2.10 Diagnosis Banding Diagnosa banding dari sinus sangat luas, Karena tanda dan gejala sinusitis tidak sensitif dan spesifik. Infeksi daluran nafas atas, polip nasal, rhinitis alergika, rhinitis vasomotor dapat datang dengan gejala pilek dan kongesti nasal. Pilek persisten unilateral dan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma atau benda asing nasal. Tension headache,cluster headache, migren dan sakit gigi adalah diagnosis alternatif pada pasien nyeri wajah. Pada pasien demam dapat merupakan manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem saraf pusat yang berat, seperti meningitis atau abses intrakranial.1 2.11 Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan sinusitis rhinogen pada orang dewasa dibedakan menjadi dua yaitu medikamentosa dan pembedahan. Pada kasus kronik, terapi pembedahan mungkin menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan medikamentosa. Adanya gejala lain seperti alergi, infeksi dan kelainan anatomi rongga hidung juga memerlukan terapi yang berlainan. Tujuan terapi sinusitis ialah: mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronik.2,11 Terapi medikamentosa berguna dalam mengurangi gejala dan keluhan penderita dan membantu dalam kesuksesan operasi yang dilakukan. Pada dasarnya yang ingin dicapai melalui terapi medikamentosa adalah kembalinya fungsi drainase ostium sinus dengan mengembalikan kondisi normal rongga hidung. Jenis obat yang digunakan antara lain:11 1. Antibiotik Dapat diberikan antibiotika yang sesuai selama 10-14 hari walaupun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang sering diberikan adalah antibiotik yang spektrum luas seperti: amoksisilin+asam klavulanat, sefalosporin, cefuroxim, cefixime, floroquinolon: ciprofloksasin, makrolis:eritromisin, klindamisin atau metronidazole.11 2. Analgetik Digunakan untuk menghilangkan rasa sakit biasanya diberikan asam mefenamat,paracetamol dll. Dapat juga menggunakan kompres hangat pada wajah.11 3. Dekongestan Digunakan untuk mengurangi odema sehingga dapat terjadi drainase. Dekongestan yang sering digunakan adalah pseudoefedrin11 4. Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau sistemik, seperti flutikason, deksametason.11 Terapi pembedahan yang dilakukan bervariasi dimulai dengan tindakan sederhana sampai operasi menggunakan peralatan canggih endoskopi.11 1. Irigasi Antrum Indikasinya adalah jika terapi medikamentosa gagal, dan ostium sinus sedemikian odema sehingga terbentuk abses. Irigasi atrum maksilaris dilakukan dengan mengalirkan larutan salin hangat melalui fossa incisivus ke dalam atrum maksilaris. Cairan ini kemudian akan mendorong pus untuk keluar melalui osteum normal. Pembersihan hidung dan sinus dari sekret yang kental dapat dilakukan dengan saline sprays (irigasi).11 2. Pembedahan Pembedahan dilakukan bila pengobatan medikamentosa sudah gagal. Pembedahan radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologi dan membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc, sedangkan untuk sinus ethmoid dilakukan edmoidektomi. Pembedahan tidak radikal adalah dengan endoskopi yang disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF). 11 2.12 Komplikasi Sinusitis Komplikasi orbita Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.11 Mukokel Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.11 Komplikasi Intrakranial Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.11 Osteomielitis dan abses subperiosteal Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.11 2.13 Prognosis Prognosis dari sinusitis maksilaris tergantung dari ketepatan pemberian terapinya. Jika telah diberikan terapi yang tepat dan sesuai prognosis dari sinusitis dikatakan baik.11 BAB III LAPORAN KASUS 1.1. Identitas Pasien Nama : PA Umur : 43 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki Bangsa : Indonesia Suku : Bali Agama : Hindu Status Perkawinan : Menikah Alamat : Jl Meduri gang 5 Nomor 22 Tanggal Pemeriksaan : 18 Mei 2015 1.2. Anamnesis Keluhan Utama Susah bernafas Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik THT-KL RSUD Gianyar dengan keluhan sering susah bernafas sejak satu bulan yang lalu. Susah bernafas disertai dengan tenggorokan kering dan gatal sejak satu bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh nyeri kepala dan leher hilang timbul pada sebelah kiri sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertekan di daerah pangkal hidung dan pipi sebelah kiri. Rasa nyeri ini memberat apabila pasien menundukkan kepala yang mulai dirasakan beberapa hari terakhir. Keluhan dikatakan memberat dan tidak membaik. Pasien mengeluh lemah dan lesu beberapa hari terakhir. Pasien juga mengeluh pilek dan hidung tersumbat yang di rasakan sekretnya mengalir ke tenggorokkan sejak dua minggu terakhir. Pasien juga mengeluh terkadang keluar sekret pada hidung saat pagi hari berwarna jernih.. Riwayat demam, keluhan gigi berlubang, riwayat telinga mendenging, berenang, naik pesawat, mengkorek telinga disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Terdahulu Pasien mengatakan tidak pernah memiliki keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, DM, ginjal, hati, jantung disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, sinusitis, atau alergi. Pasien tidak memiliki riwayat trauma, riwayat operasi telinga, atau berpergian menggunakan pesawat terbang sebelumnya. Riwayat Pengobatan Pasien sebelumnya pergi ke dokter umum diberikan obat antibiotik, anti radang dan anti nyeri oleh dokter. Sempat melakukan foto waters (hasil terlampir). Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang menderita sakit yang sama dengan pasien. Riwayat pada keluarga menderita alergi dan penyakit sistemik seperti kencing manis, tekanan darah tinggi, kelainan metabolik lainnya disangkal. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien adalah seorang pegawai swasta yang bekerja pada sebuah toko bangunan. Riwayat merokok dan minum alkohol (+) dengan menghabiskan rokok 3-4 batang sehari. Pasien mulai stop kebiasaan merokok dan mengkosumsi alkohol sejak timbul keluhan penyakitnya sekitar 3 bulan yang lalu. 1.3. Pemeriksaan Fisik Status Vital Sign Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis Tekanan Darah : 110/70 mmHg Denyut Nadi : 80 kali/menit Respirasi : 16 kali/menit Temperatur Aksila : 36,8oC Status General Kepala : Normocephali Mata : Konjungtiva Anemi - / - , Sklera Ikterus - / - , isokor THT : Sesuai status THT Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening -/- Thorak : Cor : S1S2 Tunggal, Reguler, Murmur - Pulmo: Vesikuler + / +, Rhonchi - / -, Wheezing - / - Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) N, Hepar/Lien tidak teraba Ekstremitas : Hangat Status Lokalis THT Telinga Kanan Kiri Daun telinga Normal Normal Liang telinga Lapang Lapang Discharge Tidak ada Tidak ada Membran Timpani intak Intak Tumor Tidak ada Tidak ada Mastoid Normal Normal Tes pendengaran Tidak dievaluasi Berbisik Tidak dievaluasi Weber Tidak dievaluasi Rinne Tidak dievaluasi Schwabach Tidak dievaluasi BOA Tidak dievaluasi Tympanometri Tidak dievaluasi Audiometri Tidak dievaluasi Nada Murni Tidak dievaluasi BERA Tidak dievaluasi OAE Tidak dievaluasi Tes Alat Keseimbangan Tidak dievaluasi Hidung Kanan Kiri Hidung Luar Normal Normal Kavum Nasi Sempit Sempit Septum Tidak ada deviasi Deviasi septum ke kiri Discharge Jernih Jernih Mukosa Hiperemi Hiperemi Tumor Tidak ada Tidak ada Konka Kongesti Kongesti Koana Normal Normal Tenggorok Dispneu Tidak ada Sianosis Tidak ada Mucosa Hiperemi Dinding belakang faring Granulasi (-), post nasal drip (+) Stridor Tidak ada Suara Normal Tonsil T1/ T1 hiperemi Pemeriksaan gigi: Gigi berlubang (-), nyeri tekan dan ketok pada gigi (-) 3.4 Resume Pasien laki-laki, usia 43 tahun, mengeluh susah bernafas sejak satu bulan di sertai tenggorokan terasa kering. Terdapat sakit kepala dan leher, rasa tertekan di daerah pangkal hidung dan pipi sebelah kiri sejak 3 bulan yang lalu. Pilek dan hidung tersumbat yang di rasakan sekretnya mengalir ke tenggorokkan sejak dua minggu terakhir. Riwayat alergi dan penyakit sistemik disangkal oleh pasien. Pasien pernah berobat ke dokter umum untuk keluhannya. Pemeriksaan Fisik : 1. Status Present : Dalam batas normal 2. Status General : Dalam batas normal 3. Status Lokalis THT Telinga : Dalam batas normal Hidung · Cavum nasi : sempit/sempit · Septum : deviasi (-)/deviasi ke kiri · Discharge : jernih/jernih (+/+) · Mukosa : hiperemi/ hiperemi · Konka nasi : kongesti/kongesti Tenggorok · Mukosa : hiperemi · Dinding belakang faring: post nasal drip (+) · Tonsil : T1/T1 hiperemi 3.5. Diagnosis Banding Sinusitis rhinogen kronik maksilaris sinistra Rhinitis Alergi 3.6. Pemeriksaan Penunjang Foto 1. Water foto Kesan : Tampak perselubungan pada sinus maksilaris kiri Septum nasi deviasi ke kiri 3.7. Diagnosis Kerja Sinusitis rhinogen kronik maksilaris sinistra 3.8. Penatalaksanaan Rencana irigasi antrum dengan lokal anastesi KIE: · Hindari faktor pencetus yang dapat menyebabkan sinusitis · Menjelaskan perjalanan penyakit dan resiko tindakan pembedahan 3.9. Prognosis Dubius et bonam BAB IV PEMBAHASAN Sinusitis adalah kondisi inflamatorik yang melibatkan satu atau lebih dari keempat rongga berpasangan yang mengelilingi kavum nasi (sinus paranasalis). Menurut anatomi yang terkena, sinusitis daibagi atas sinusitis frontalis, sinusitis etmoidalis, sinusitis maksilaris, dan sinusitis sfenoidalis. Jadi, sinusitis maksilaris adalah suatu kondisi inflamatorik yang melibatkan sinus maksilaris.3,4 Pada kasus didapatkan keluhan pasien yaitu pasien susah bernafas sejak 1 bulan di sertai tenggorokan terasa kering. Terdapat sakit kepala dan leher, rasa tertekan di daerah pangkal hidung dan pipi sebelah kiri sejak 3 bulan yang lalu. Pilek dan hidung tersumbat yang di rasakan sekretnya mengalir ke tenggorokkan sejak dua minggu terakhir. Riwayat alergi dan penyakit sistemik disangkal oleh pasien. Pasien pernah berobat ke dokter umum untuk keluhannya. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan tanda vital, status general dan THT. Pada pemeriksaan fisik tanda vital dan general pasien, dalam batas normal. Pada status THT, dari pemeriksaan telinga didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan hidung didapatkan cavum nasi menyempit kanan kiri, deviasi septum ke kiri, sekret pada kavum nasi kanan dan kiri berwarna jernih, terdapat kongesti pada konka nasi kanan dan kiri. Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat hiperemi pada mukosa faring dan post nasal drip pada dinding belakang faring. Berdasarkan teori, diagnosis sinusitis kronik ditegakkan menurut Task Force on Rhinosinusitis (TFR) 1996 disponsori oleh American Academy of Otolaryngology/Head and Neck Surgery (AAO-HNS) disebut sinusitis kronik bila berlangsung lebih dari 12 minggu dan diagnosis dikonfirmasi dengan kompleks faktor klinis mayor dan minor dengan atau tanpa adanya hasil pemeriksaan fisik. Pada pasien ini memenuhi kriteria 3 faktor mayor yaitu adanya nyeri pada wajah sebelah kiri, perasaan tersumbat pada hidung, dan sekret pada hidung yang mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu (12 minggu). Ditemukan juga 2 faktor minor berupa sakit kepala dan lemah, lesu beberapa hari terakhir.11 Berdasarkan teori, pada pemeriksaan fisik pasien sinusitis yang dapat dilakukan adalah inspeksi ditemukan pembengkakan pada muka dan pipi, palpasi dan perkusi ditemukan nyeri tekan dan ketok gigi, rinoskopi anterior ditemukan mukosa hiperemis dan konka edema, serta lendir mukopurulen di meatus medius, rinoskopi posterior ditemukan lendir di nasofaring. Pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan fisik sesuai teori dan ditemukan hasil yang sesuai dengan sinusitis maksilaris.12 Berdasarkan teori, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus yang besar seperti sinus maksilla dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air-fluid level) atau penebalan mukosa. Pada pasien ini sudah dilakukan foto waters dengan hasil kesan tampak perselubungan pada sinus maksilaris kiri dan septum nasi deviasi ke kiri.12 Bedasarkan teori, penyebab ternyadinya sinusitis dibagi menjadi 2 yaitu: sinusitis rhinogen (penyebabnya dari hidung) dan sinusitis odontogen (penyebabnya dari infeksi gigi). Pada pasien ini sudah ditanyakan apakah ada keluhan pada gigi, dan sudah disangkal. Pada pemeriksaan gigi juga tidak ditemukan gigi berlubang, nyeri tekan dan ketok pada gigi (-). Pasien juga mengeluhkan sering keluar sekret jernih pada pagi hari. Sehingga disini untuk penyebab sinusitis diperkirakan berasal dari hidung (rhinogen).8 Berdasarkan teori, prinsip penatalaksanaan sinusitis rhinogen pada orang dewasa dibedakan menjadi dua yaitu medikamentosa dan pembedahan. Pada kasus kronik, terapi pembedahan mungkin menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan medikamentosa. Pada pasien ini dipilih terapi pembedahan irigasi antrum dan memberikan edukasi pada pasien tentang sinusitis agar dapat mebantu penyembuhan penyakitnya.11 DAFTAR PUSTAKA 1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN. Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-tenggorok. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2007. 150-154 2. Mangunkusumo E, NusjirwanR, Sinusitis, dalam Eviati, Nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 â 125. 3. Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam Haryono, Kuswidayanti, editor, BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 241 â 258. 4. Kennedy E. Sinusitis. Available at: http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm. Accessed: 18 Mei 2015 5. Garry, Joseph P. Otitis Externa. 2010. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/84923-overview Accessed: 18 Mei 2015 6. Hajioff, Daniel. Mackeith, Samuel. 2007. Sinusitis. BMJ Publishing Group. 510; 1-22 7. Piercefield, Emily W. Collier, Sarah A. Hlavsa, Michele C. Beach, Michael J. Estimated â United States, 2003â2007. Available at: http://www.medscape.com/viewarticle/743429. Accessed: 18 Mei 2015 8. Rosenfeld, Richard M. Brown, Lance. Cannon, C Ron. 2006. Clinical Practice Guideline: American Academy of OtolaryngologyâHead and Neck Surgery Foundation. 134; S4-S23 9. Soepardi, Efiaty Arsyad. Iskandar, Nurbiati, Iskandar. Bashiruddin, Jenny. Restuti, Ratna Dwi. 2007. Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 6; 10-16; 59 10. Ballenger, John Jacob. 2014. Diseases of The Nose, Throat and Ear. London: Henry Kimpton Publishers. 12; 783-784; 786-787 11. Selvianti, Kristyono I. 2010. Patofisiologi, Diagnosis, dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik Tanpa Polip Nasi pada Orang Dewasa. SMF THT-KL Universitas Airlangga/RSUD Dr. Sutomo Surabaya 12. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan Ketiga. Jakarta : EGC. 1997 : 27-31, 76-80. + + + + 3