Proposal Kadal

May 6, 2018 | Author: Anonymous | Category: Documents
Report this link


Description

BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali sangat terkenal di dunia, orang-orang luar negeri dari berbagai negara datang ke Bali karena mereka tertarik dengan keunikan Bali. Masyarakat yang ramah sehingga membuatnya nyaman. ”Pulau Bali merupakan pintu gerbang utama pariwisata Indonesia bisa dipastikan sangat merangsang perkembangan seni pertunjukannya” (Pendit, 2001 : 3) Bali dengan berbagai aspek kebudayaan tradisional seperti seni tari, seni pahat, seni ukir, seni tabuh, dan tidak kalah menariknya untuk menikmati seni sastranya yang pada saat ini masih tumbuh subur di dalam masyarakat yang religius dan tetap dipelihara dari dulu sampai sekarang. Menurut Tim Penyusun Sejarah Bali (1986 : 143-147) menyebutkan bahwa setelah runtuhnya kerajaan Majapahit pada abad ke 15, perkembangan seni sastra di bali merupakan kelanjutan tradisi Jawa Kuno yang berkembang cukup pesat. Hal ini dilihat dari banyaknya kemunculan hasil karya sastra pada masa jayanya kerajaan Gelgel di Klungkung abad ke 15. Naskah merupakan salah satu unsur budaya yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial budaya dimana naskah tersebut lahir dan berkembang. Naskah-naskah sastra di Bali memiliki fungsi kultural dalam masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena di dalamnya terkandung ide-ide, ajaran moral, agama, filsafat, pengetahuan tentang alam semesta menurut persepsi budaya masyarakat bersangkutan. Untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra, maka upaya pemahaman unsur-unsur dalam karya sastra tidak dapat dilepaskan dari masalah membacanya. Oleh karena itu sebelum melaksanakan kegiatan dalam rangka memahami isi amanat yang terkandung dalam isi karya sastra, masalah membaca sedikit banyak harus dipahami oleh calon Apresiator. Memahami dan menilai karya sastra merupakan salah satu usaha kearah pengembangan dan kegunaan sastra itu sendiri. Sebagaimana dikatakan Horace (dalam Pradopo, 1997 : 2-3) bahwa : fungsi Seni Sastra adalah Pulce et Uttle (menyenangkan dan berguna), ini berarti karya sastra Bali diharapkan dapat memberikan tuntunan-tuntunan hidup. Karena sifat berguna dan menyenangkan itulah sebuah karya sastra harus dianalisis untuk mengetahui isi kandungannya itu. Hakikat fungsi dari seni sastra tersebut dapat dilihat pada salah satu sastra tradisional yaitu gaguritan. Selanjutnya pandangan senada mengenai karya sastra utamanya Gaguritan diungkapkan oleh Agastya (1980 : 25), yang menyatakan bahwa : ”Karya sastra Gaguritan mempunyai peranan penting dalam usaha pembinaan mental dan spiritual masyarakat Bali dalam rangka mengembangkan kesenian khususnya dan kebudayaan Bali pada umumnya”. Dengan dimikian karya sastra seperti gaguritan dapat memberikan tuntunan hidup dalam usaha pembinaan mental dan spiritual manusia. Untuk itu, masyarakat diharapkan tetap mengembangkan kesenian sastra ini khususnya dan budaya Bali pada umumnya. Gaguritan memiliki bentuk puisi yang khas, ini dikemukakan oleh Granoko (1982 : 12) bahwa : “Gaguritan dikemas dalam pada lingsa pupuh, yaitu banyaknya baris dalam tiap-tiap bait”. Lebih lanjut dikatakan bahwa teori puisi modern bukanlah teori yang satu-satunya disajikan menganalisis dari aspek bentuk dalam gaguritan karena pengkajian terhadap karya sastra tardisional khususnya gaguritan tidak hanya terletak pada pandangan yang membatasi analisis bunyi pada bunyi kata. Unsur-unsur lain yang memaparkan bunyi kata, sebagai suatu sistem pada lingsa, yang membedakan identitas bentuk yang lain sangat penting diungkap. Dinas Pendidikan Pusat Dati I Bali (1991 : 254) menyatakan bahwa Gaguritan juga disebut dengan pupuh. Dalam satu bait diikat oleh bunyi akhir masing-masing baris atau disebut padalingsa. Dalam melagukan suatu gaguritan tersebut maka akan menghasilkan irama yang indah yang dapat menghibur dan menyenangkan hati serta sekaligus mendapatkan petuah serta nilai-nilai budaya yang luhur. Selain itu, gaguritan juga memiliki kekhasan dimana Dalam satu bait diikat oleh bunyi akhir masing-masing baris atau disebut padalingsa. Sehubungan dengan pernyataan di atas yaitu adanya suatu petuah-petuah dan nilai-nilai budaya khususnya Agama Hindu pada umumnya, maka dalam penelitian ini dipakai kajian adalah Gaguritan Karnaphala. Mengingat Gaguritan Karmaphala adalah karangan yang diangkat dari karya sastra yaitu Purwagama Sesana, yang merupakan naskah yang sangat terkenal oleh pemuka-pemuka Agama Hindu. Nilai yang terdapat dalam Gaguritan Karmaphala cukup menarik dan memberikan teladan pada masyarakat Bali khususnya bagi yang beragama Hindu. Keteladanan tersebut berupa berbagai aspek seperti : nilai tattwa, nilai etika, nilai susila. Seperti yang diungakpkan Agastia (1980 : 2) bahwa : ”Secara umum karya sastra tradisional (gaguritan) memiliki isi sebagai satu kesatuan sastra dengan nilai-nilai spiritual, kemanusiaan, dan kebenaran yang universal dan hakiki”. Semua ini memang tergambar dalam karya sastraGaguritan Karmaphala. Karya sastra tradisional masih banyak perlu digali isinya., dan masih relevan diterapkan dala kehidupan saat ini. Karena itulah karya sastra Gaguritan Karmaphala adalah salah satu jenis karya sastra tradisional yang berbentuk tembang, yang memang sampai sekarang mendapatkan tempat di masyarakat. 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas muncul beberapa masalah yang akan diangkat dalam kajian terhadap Gaguritan Karmaphala. Adapun permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut : 1) Ada sebagian masyarakat belum mengetahui alur cerita Gaguritan Karmaphala. 2) Sebagian masyarakat belum mengetahui tema dalam Gaguritan Karmaphala. 3) Ada sebagian masyarakat belum mengetahui pupuh yanga ada dalam Gaguritan Karmaphala. 4) Ada sebagian masyarakat belum mengetahui struktur yang membangun kesatuan cerita dalam Gaguritan Karmaphala. 5) Sebagian masyarakat belum mengetahui tema dalam Gaguritan Karmaphala. 1.3 Pembatasan Masalah Mengingat kemampuan serta luasnya masalah gaguritan, maka dalam hal ini penulis hanya membatasi dan mengkaji struktur forma dan nilai pendidikab Agama Hindu dalam Gaguritan Karmaphala. 1.4 Rumusan Masalah Dalam menyusun karya ilmiah ada beberapa hal pokok yang perlu dikaji. Bertitik tolak dari masalah pokok di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimana struktur forma Gaguritan Karmaphala? 2) Bagaimana nilai pendidikan Tattwa dalam Gaguritan Karmaphala? 3) Bagaimana nilai pendidikan Etika dalam Gaguritan Karmaphala? 4) Bagaimana nilai pendidikan Upacara dalam Gaguritan Karmaphala? 1.5 Tujuan Penelitian Melaksanakan suatu pekerjaan pasti mempunyai suatu tujuan. Tujuan yang ingin dicapai mengenai nilai-nilai pendidikan Agama Hindu dalam Gaguritan Karmaphala adalah tidak jauh dari masalah yang berkembang di atas berdasarkian teori yang ada, penulis ingin menemukan struktur Forma yang terkandung di dalamnya. Tujuan yang dicapai hendaknya dirumuskan dengan jelas, karena tujuan yang jelas dan langkah-langkah yang tepat, peneliti akan dapat meyelesaikan penelitiannya dengan baik. Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah : 1) Untuk mengetahui struktur forma Gaguritan Karmaphala? 2) Untuk mengetahui nilai pendidikan Tattwa dalam Gaguritan Karmaphala? 3) Untuk mengetahui nilai pendidikan Etika dalam Gaguritan Karmaphala? 4) Untuk mengetahui nilai pendidikan Upacara dalam Gaguritan Karmaphala? 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis Penelitian secara teoritis akan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya program studi Pendidikan Agama Hindu Amlapura. Di samping itu dapat meningkatkan profesionalisme wawasan civitas akademika dan penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan masyarakat, khususnya tentang Gaguritan Karmaphala. 1.6.2 Manfaat Praktis Penelitian secara praktis sangat bermanfaat untuk dipakai sebagai pedoman dan wawasan tentang nilai pendidikan Agama Hindu yang tersirat dalam Gaguritan Karmaphala guna meningkatkan kehidupan beragama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Forma Gaguritan Mengenai pengertian struktur forma Wisnu (2001 : 33) menyatakan bahwa : ”struktur forma adalah salah satu bagian dari keseluruhan struktur karya sastra yang mengulas tentang bentuk atau kemasan dalam menampilkan karya sastra itu sendiri, dan memiliki hubungan yang signifikan dengan isi yang dikandungnya”. Dari pengertian di atas maka struktur forma Gaguritan Karmaphala adalah salah satu bagian dari struktur karya sastra yang berbentuk puisi yang berupa tembang yang terikat oleh pada lingsa. Struktur forma terdiri atas : sinopsis, tema, latar, tokoh, alur, bahasa, dan tembang. 2.1.1 Sinopsis Sinopsis menurut kamus Bahasa Indonesia oleh Tim Prima Pena (tt : 598) yaitu “kata benda abstarksi, ringkasan sebuah tulisan atau karangan yang diterbitkan bersama-sama dengan keterangan asli, ringkasan cerita yang ditampilkan di depan cerita yang utuh”. Selanjutnya menurut Hardaniwati (2003 : 634) : ”sinopsis adalah ikhtisar karangan, biasanya diterbitkan bersama karangan aslinya”. Dengan adanya sinopsis pembaca dapat mengetahui ringkasan sebuah cerita atau karangan tanpa harus membaca cerita atau karangan tersebut secara langsung. Jadi dapat dijelaskan bahwa sinopsis yaitu ringkasan cerita, yang menggambarkan secara umum cerita yang sebenarnya. Dalam penyajian sinopsis dalam karya sastra merupakan suatu ringkasan yang disajikan secara umum sebagai gambaran awal dalam proses penulisan. Sinopsis juga disebut sebagai bahan acuan awal dalam menjelaskan keterkaitan cerita dari awal sampai akhir. 2.1.2 Tema Setiap karya sastra baik dalam bentuk puisi, drama, novel dan jenis karya sastra lainnya memiliki satu hal terpenting yaitu tema. Suharianto (1982 : 28) menyatakan bahwa : ”tema adalah ide pokok atau ide utama yang merupakan dasar cerita, persoalan atau permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra sekaligus merupakan permasalahan yang dirumuskan dan dirangkai pengarang di dalam karya sastranya”. Selanjutnya Sudjiman (1988 : 50) menyatakan bahwa : ”Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasar dalam suatu kiarya sastra disebut tema”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (2005 : 104) dikemukakan bahwa : ”pokok pikiran ; dasar cerita(yang dipercakapkan dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dsb.)”. Jadi dapat dijelaskan bahwa tema adalah gagasan atau ide pokok yang dijadikan dasar atau pedoman dalam membangun sebuah karya sastra. 2.1.3 Latar Idrus (tt : 404) menyatakan bahwa latar adalah keterangan mengenai ruang dan waktu suasananya saat berlangsungnya peristiwa (dalam karya sastra). Selanjutnya Nurgiantoro (2000 : 227) mengemukakan bahwa : ”unsur latar dapat dibedakan ke dalam unsur pokok, yaitu tempat dan sosial. Semua unsur itu, walaupun masing-masing menawarkan permasalahan yang berada dan dapat dibicarakan secara tersendiri, pada kenyataan saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya”. Maka dapat dijelaskan bahwa latar adalah keterangan mengenai ruang, tempat dan waktu terjadinya peristiwa dalam sebuah karya sastra. 2.1.4 Tokoh Menurut Sudjiman (1986 : 16) menyatakan bahwa : ”tokoh adalah individu-individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan dalam cerita sedangkan watak digunakan dalam arti tabiat, sifat dan kepribadian”. Dengan demikian, perwatakan bisa dikatakan merupakan jiwa yang menghidupi tokoh. Idrus (tt : 643), Tim Prima Pena (tt : 652) mengatakan bahwa tokoh adalah wujud atau keberadaan, bentuk dan potongan, orang yang terkemuka dan kenamaan, pemegang peran utama dalam cerita. Jadi dapat dijelaskan bahwa tokoh adalah individu-individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan serta memegang peranan dalam cerita yang memiliki watak tertentu. Biasanya dalam cerita, penokohan terdiri dari peran utama, peran sampingan atau peran pembantu. 2.1.5 Alur Menurut Luxemburg (1984 : 149), alur atau plot adalah ”rangkaian peristiwa yang secara logis yang diakibatkan dan dialami oleh pelaku”. Selanjutnya Beneton (dalam Sudjiman, 1988 : 29) menyatakan bahwa : ”alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sutau cerita yang dihadirkan para pelaku dalam cerita”. Retnoningsih (1985 : 12) mengatakan bahwa alur adalah ”suatu rentetan kejadian antara satu dengan yang lainnya, sehingga menimbulkan terjadinya sebab dan akibat”. Berdasarkan pengertian alur tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa alur adalah rangkaian kejadian atau peristiwa yang dihadirkan oleh para pelaku sehingga terjadi sebab akibat. 2.1.6 Bahasa Menurut Idrus (tt : 60) bahasa adalah “sistem lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri, percakapan (perkataan) yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun”. Senada dengan itu Departemen Pendidikan Nasional (2005 : 30) menyatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi dirinya. Selanjutnya Hardaniwati (2003 : 39) menyatakan bahwa : ”bahasa adalah alat berhubungan manusia yang dihasilkan alat ucap manusia dan setiap karya sastra yang isi ceritanya merupakan maksud yang disampaikan pengarang melalui cerita dengan bahasa tulisan”. Jadi dapat dijelaskan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipakai sebagai alat berhubungan dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Dalam karya sastra bahasa merupakan unsur yang dipakai untuk menyampaikan maksud pengarang yaitu dengan bahasa tulisan. 2.1.7 Tembang Secara umum tembang dapat diartikan sebagai lantunan lagu. Isi sebuah karya sastra Gaguritan dalam penyampaiannya umumnya diucapkan dengan dinyanyikan atau ditembangkan. ”. Menurut Hardaniwati (2003 : 691) menyatakan tembang bahwa : “tembang adalah syair-syair yang berirama atau lagu untuk dinyanyikan”. Budiyasa (1997 : 1) menerangkan bahwa : ”Tembang merupakan bagian seni yang dituangkan dalam alunan suara, irama, dan ritme Jadi dapat dijelaskan bahwa tembang adalah penyampaian isi dari sebuah karya sastra dalam bentuk alunan suara, syair-syair yang berirama atau lagu untuk dinyanyikan. 2.2 Pengertian Nilai Nilai dapat diartikan harga suatu benda. Koentjaraningrat (1977 : 677) menyatakan bahwa : ”nilai adalah suatu hal yang berisikan, yang mengkonsepsikan hal-hal penting, berguna dalam kehidupan masyrakat”. Selanjutnya Horton (1987 : 55) mengemukakan bahwa : Nilai adalah gagasan mengenai apakas suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakekatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia dapat menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar. Nilai yang dianggap sah – artinya secara moral dapat diterima – kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001 : 783) menyatakan bahwa kata nilai mengandung arti : “(1) harga satuan, (2) harga uang, (3) angka kepandaian, (4) banyak sedikitnya isi, (5) sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan; (6) sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya” Dari beberapa pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa nilai adalah sesuatu yang berguna dalam kehidupan masyarakat yang dapat mengarahkan ke arah yang lebih baik. Selain dapat mengarahkan perilaku seseorang, nilai juga dapat dipakai sebagai pertimbangan hal yang salah atau benar, berguna atau tidaknya sesuatu. 2.3 Pendidikan Agama Hindu 2.3.1 Pengertian Pendidikan Suatu pendidikan bertujuan untuk membentuk sikap mental, membina pribadi dan akhlak anak didik. Said (1985 : 76) menyatakan bahwa : “pendidikan adalah perbuatan yang dilakukan menusia untuk meningkatkan kepribadian orang lain”. Selanjutnya John Dewey (dalam Ahmadi, 2001 : 69) menyatakan bahwa ”pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia”. Menurut Syah (2005 : 10) bahwa : ”Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan me sehingga menjadi mendidik artinya memelihara dan memberi latihan.dalam memelihara dan memberi latihan, diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan fikiran”. Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa pendidikan adalah pengaruh, bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik sehingga meningkatkan kepribadiannya serta membentuk kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional. 2.3.2 Pengertian Pendidikan Agama Hindu Pudja (1985 : 9) menerangkan bahwa pendidikan Agama Hindu adalah : ”suatu pendidikan untuk pembentukan watak, sikap dan pribadi seseorang untuk meningkatkan ketaqwaan dan mendorong perkembangan ilmu”. Selanjutnya dalam Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu I-VI yang diterbitkan Parisadha Hindu Dharma Pusat (2005 : 23 – 24) dinyatakan bahwa : (1) Pengertian pendidikan Agama Hindu di luar sekolah ialah suatu upaya dalam rangka membina pertumbuhan jiwa raga anak didik, sesuai dengan ajaran agama Hindu, (2) Pengertian pendidikan Agama Hindu di luar sekolah adalah merupakan suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa masyarakat dengan agama Hindu itu sendiri sebagai pokok materinya. Jadi dapat dijelaskan bahwa pendidikan Agama Hindu ialah suatu ajaran yang membentuk watak manusia agar berkepribadian baik (susila) serta astiti bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa serta manifestasinya dengan penuh pengabdian dan pengorbanan materiil maupun spiritual. 2.4 Pengertian Nilai Pendidikan Agama Hindu Nilai-nilai pendidikan Agama Hindu semestinya dapat dilaksanakan umatnya dengan sebaik-baiknya. Zutan (1994 : 2) menyatakan bahwa : ”Pendidikan dalam karya sastra tidak hanya berarti penyampaian pengetahuan, akan tetapi merekomendasikan apa yang baik, nilai-nilai dimana pengetahuan itu diperiksa dan diarahkan pemanfaatannya dalam kehidupan”. Selanjutnya Gorda (1996 : 36) mengemuakakan bahwa : Nilai Agama Hindu dikenal, dipahami dan dihayati masyarakat Hindu di Bali, sejak mereka masih kanak-kanak melalui dua cara : pertama ; melalui penuturan (lisan) dengan mengambil bentuk cerita, terutama cerita-cerita yang berasal dari bentuk Ramayana dan Mahabrata. Dalam pandangan umat Hindu cerita-cerita keagamaan dalam kedua sumber tersebut disajikan dan diperkenalkan melalui berbagai pertunjukan tradisional melalui berbagai pertunjukan tradisional melalui berbagai media pertunjukan, seperti wayan kulit, arja, topeng dan drama gong. Yang kedua ; pengenalan dan penghayatan nilai-nilai Agama Hindu melalui kegiatan lahir yang mencakup beragam upacara keagamaan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa nilai pendidikan Agama Hindu adalah suatu nilai yang berdasarkan ajaran Agama Hindu. Nilai-niali tersebut dapat dihayati melalui penuturan (lisan) dengan mengambil bentuk cerita, terutama cerita-cerita dan kegiatan upacara agama, yang nantinya dapat diarahkan pemanfaatannya bagi kehidupan. 2.5 Tujuan Pendidikan Agama Hindu Tujuan pendidikan Agama Hindu selaras dengan tujuan Agama Hindu itu sendiri yaitu untuk mencapai kedamaian, kesejahteraan jasmani dan rohani. Sudibya (1994 : 85) menyatakan bahwa : ”tujuan dari Pendidikan Agama Hindu adalah kesejahteraan rohani, jasmani di dunia dan di akhirat”. Selanjutnya dalam Bhagawadgita Sloka IV.39 berbunyi : Srãddãvãmi Labhate Jńãnam Tat-parah samyat endriah, Jnãnam Labdhvã parãm sãntim Acirená bhigaechati Artinya : Ia yang memiliki kepercayaan, pengabdian dan menguasai panca indiya, memperoleh ilmu pengetahuan, dengan ilmu pengetahuan ia menemui kedamaian abadi (Pudja, 1999 : 129) Manusia yang memiliki kepercayaan dan pengabdian alam mencapai kebijaksanaan dalam mencari ilmu pengetahuan akan mencapai kedamaian abadi. Di dalam buku Upanisad “tujuan pendidikan Agama Hindu atau tujuan Agama Hindu ialah untuk mencapai kedamaian rohani (moksa) dan kesejahteraan hidup jasmani (jagadhita)” (Parisada Hindu Dharma, 2003 : 13). Kemudian dalam buku Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu I-XX yang diterbitkan oleh Parisadha Hindu Dharma Pusat (2005 : 13-24) dinyatakan bahwa tujuan pendidikan Agama Hindu adalah membentuk manusia yang astiti bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan membentuk moral, etika, spiritual anak didik sesuai dengan ajaran Agama Hindu. Berdasarkan pandangan di atas tujuan dari pada pendidikan Agama Hindu adalah menumbuhkan sikap astiti bhakti, kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya, melalui penghayatan dan pengamalan ajaran Agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari, yang tercermin dalam tingkah laku dengan tujuan untuk memperoleh kedamaian. 2.6 Gaguritan Agastya (1980 : 17) menyatakan bahwa : “Gaguritan adalah suatu karya tradisional atau klasik yang dibangun oleh beberapa pupuh dan tiap-tiap pupuh diikat oleh padalingsa yaitu bunyi akhir masing-masing baris”. Selanjutnya Ananda (1986 : 660) menyatakan bahwa : ”Gaguritan berasal dari kata gurit atau guit yang berarti mengubah dari bentuk tulisan atau cerita ke dalam bentuk tembang atau pupuh”. Lebih lanjut ditekankan bahwa kata gurit selanjutnya di dwi purwakan dan mendapat akhiran –an sehingga menjadi Gaguritan yang membentuk kata keadaan. Senada dengan hal tersebut Dinas Pendidikan Pusat Dati I Bali (1991 : 254) mendifinisikan arti dari Gaguritan yakni. Secara etimologi Gaguritan berasal dari kata ”gurit” yang mengandung arti karang atau sadur. Kemudian kata ”gurit” mendapatkan akhiran –an sehingga menjadi guritan yang berarti gubahan, saduran atau karangan cerita dalam bentuk tembang. Kata guritan mengalami pengulangan dwi purwa sehingga menjadi kata Gaguritan yang berarti sebuah karangan cerita dalam bentuk tembang. Gaguritan juga disebut dengan pupuh. Dalam satu bait diikat oleh masing-masing Pupuh diikat oleh bunyi akhir masing-masing baris atau disebut padalingsa. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001 : 118) menyatakan bahwa Gaguritan berasal dari kata gurit, dimana ” gurit ; sajak atau syair” Jadi dapat dijelaskan bahwa Gaguritan adalah sebuah karangan cerita dalam bentuk tembang. Gaguritan terdiri dari pupuh-pupuh dan tiap-tiap pupuh diikat oleh padalingsa yaitu bunyi akhir masing-masing baris. BAB III METODE PENELITIAN Dalam penulisan karya ilmiah, penggunaan metode sangat penting dengan harapan agar hasil penelitian nanti mengandung nilai ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, keberhasilan suatu penelitian sangat tergantung pada penggunaan suatu metode. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam bab ini akan diuraikan : (1) Pengertian metode penelitian, (2) Metode pendekatan penelitian, (3) Sumber dan jenis data, (4) Metode pengumpulan data, (5) Metode pengolahan data. 3.1 Pengertian Metode Penelitian Kata metode penelitian berasal dari dua kata yaitu metode dan penelitian. Rusyan (1993 : 35) menyatakan bahwa : “metode adalah cara-cara pelaksanaan yang seefisien mungkin atau suatu tugas yang diperoleh dengan mengingat segi-segi tujuan, peralatan, fasilitas, tenaga kerja, waktu, uang dan biaya yang tersedia”. Kemudian Winarno (dalam Wiryawan, 1993 : 3) mengatakan “metode adalah cara yang fungsinya sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan”. Senada dengan itu, Subagyo (1997 : 1) menyatakan bahwa “metode berasal dari bahasa Yunani : methodos yang berarti cara atau jalan”. Jadi dapat dapat dijelaskan mengenai metode yaitu jalan atau cara yang dilalui yang dipakai sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Subagyo (1997 : 2) menyatakan bahwa : penelitian adalah terjemahan dari bahasa inggris : research yang berarti usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dan dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya Kemudian Azwar (1999 : 1) menyatakan bahwa : “penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan”. Nurbuko dan Achmadi (2001 : 1) memberikan pengertian tentang penelitian bahwa : “penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai penyusunan laporan”. Dari pendapat di atas maka dapat dijelaskan penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis yang dilakukan dengan suatu metode tertentu untuk memecahkan suatu permasalahan. Dari penggabungan dua suku kata tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa metode penelitian yaitu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap suatu permasalahan secara ilmiah dan sitematis. 3.2 Metode Pendekatan Penelitian Menurut Arikunto (2006 : 25) bahwa : “yang dimaksud dengan pendekatan adalah metode atau cara mengadakan penelitian seperti halnya eksperimen atau non eksperimen.”. Ini berarti, menurut Arikunto pendekatan penelitian dapat dibagi dua yaitu pendekatan eksperimen dan non eksperimen. Pendekatan eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua factor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti yaitu dengan melakukan perlakuan. Sedangkan pendekatan non eksperimen yaitu suatu pendekatan dimana hal yang diteliti sudah ada, sehingga tidak perlu dilakukan perlakuan. Selanjutnya Sugiyono (2007 : 11) menyatakan metode pendekatan dapat dibagi tiga yaitu metode eksperimen, survey dan naturalistik / kualitatif. Selanjutnya ditekankan sebagai berikut : Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu. Misalnya : pengaruh ruang kelas ber AC terhadap efektifitas terhadap pembelajaran. Metode Survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, tes, wawancara tersetruktur dan sebagainya (perlakuan tidak seperti dalam eksperimen). Metode penelitian naturalistik / kualitatif, digunakan untuk meneliti pada tempat yang bukan alamiah, dan penelitian tidak membuat perlakuan karena peneliti dalam mengumpulkan data bersifat emic, yaitu berdasarkan pandangan dari sumber data, bukan pandangan peneliti (Sugiyono, 2007 : 11) Jadi dapat dijelaskan bahwa penelitian dapat dibagi menjadi dua yaitu pendekatan eksperimen dan non eksperimen. Pendekatan eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua factor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti yaitu dengan melakukan perlakuan. Metode pendekatan non eksperimen yaitu metode pendekatan dengan tanpa melakukan perlakuan karena hal yang diteliti sudah ada. Metode pendekatan non eksperimen dapat dibagi dua yaitu metode pendekatan survey dan naturalistik. Metode Survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, tes, wawancara tersetruktur dan sebagainya. Metode penelitian naturalistik / kualitatif, digunakan untuk meneliti pada tempat yang bukan alamiah, dan penelitian tidak membuat perlakuan karena peneliti dalam mengumpulkan data bersifat emic, yaitu berdasarkan pandangan dari sumber data, bukan pandangan peneliti. Sehubungan dengan uraian di atas, maka pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan non eksperimen karena dalam penelitian ini peneliti tidak membuat perlakuan. Adapun metode pendekatan non eksperimen yang digunakan yakni metode naturalistik / kualitiatif, karena peneliti memperoleh hasil penelitian berdasarkan pandangan dari sumber data, bukan pandangan peneliti. Adapun yang dijadikan kajian penelitian yaitu nilai-nilai pendidikan Agama Hindu yang terkandung dalam Gaguritan Karmaphala. 3.3 Sumber dan Jenis Data 3.3.1 Pengertian Data Dalam penelitian ilmiah data merupakan bahan mentah yang akan diolah atau dianalisis. Tanpa diolah atau dianalisis data tidak mempunyai arti apa-apa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dicantumkan bahwa : ”data - keterangan yang benar dan nyata” (Tim Penyusun, 2001 : 239). Menurut Kerlinger (2004 : 218) menyatakan bahwa : “data adalah hasil-hasil penelitian yang darinya ditarik inferensi : biasanya hasil numerikal seperti skor tes dan statistik-statistik”. Senada dengan itu Sudarmayanti (2002 : 177) mendefinisikan bahwa : “data adalah kumpulan angka-angka yang berhubungan dengan observasi”. Ditekankan oleh Arikunto (2006 : 118) bahwa : “data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka”. Dari beberapa rujukan di atas dapat disimpulkan bahwa data adalah bahan mentah yang berupa fakta baik dalam bentuk angka maupun dalam bentuk observasi. 3.3.2 Sumber Data Azwar (1999 : 91), menyatakan bahwa menurut sumbernya, data penelitian dapat digolongkan sebagai data primer dan data sekunder. Dijelaskan pula bahwa data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. Sedangkan data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia. Selanjutnya Subagyo (1997 : 87 - 88) menyatakan bahwa: data yang diklasifikasikan maupun dianalisa untuk mempermudah dalam menghadapkan pada pemecahan permasalahan, perolehannya dapat bersal dari : (1) masyarakat secara langsung (2) bahan-bahan kepustakaan. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang dilakukan melalui wawancara, observasi dan alat lainnya merupakan data primer. Data primer diperolehnya sendiri secara mentah-mentah dari masyarakat dan masih memerlukan analisa lebih lanjut….sedangkan data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan kepustakaan disebut sebagai data sekunder. Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa dapat dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data mentah yang diperoleh secara langsung contohnya melalui wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain yaitu dapat berasal dari dokumentasi atau kepustakaan. Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primernya yaitu berupa data yang diperoleh dari observasi dan wawancara yang dilakukan. Sedangkan data sekundernya adalah data yang diperoleh dari kepustakaan sekolah tentang struktur forma dan berbagai pengertian mengenai kajian penelitian. 3.3.3 Jenis Data Subagyo (1997 : 97) menyatakan data menurut jenis atau wujudnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Lebih lanjut dijelaskan bahwa data kualitatif adalah data dalam bentuk uraian, sedangkan data kuantitatif diwujudkan dalam bentuk angka-angka. Menurut Azwar (1999 : 91), menyatakan bahwa : “data primer dan data sekunder dapat pula digolongkan menurut jenisnya sebagai data kuantitatif yang berupa angka-angka dan data kualitatif yang berupa kategori-kategori”. Senada dengan itu, Marzuki (2003 : 55) menyatakan bahwa : ”kuantitatif bisa dihitung atau diukur sifatnya, banyaknya, obsesi, besar gaji, lama belajar, sedangkan kualitatif diukur secara tidak langsung seperti : keterampilan, aktivitas, sikap”. Jadi dapat dijelaskan bahwa menurut jenisnya, data dapat dibagi menjadi dua yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu data dalam bentuk uraian-uraian atau kategori-kategori. Sedangkan data kuantitatif data yang diwujudkan dengan angka-angka. Dalam penelitian ini, jenis data yang dipakai adalah data kualitatif, karena data yang dicari adalah nilai-nilai pendidikan Agama Hindu dalam Gaguritan Karmaphala. 3.4 Metode Pengumpulan Data Menurut Arikunto (2003 : 134), Sukmadinata (2007 : 215) dan Azwar (1999 : 91) menyatakan bahwa metode pengumpulan data yaitu cara yang digunakan untuk memperoleh data yang dijadikan dasar kajian, dianalisis dan disimpulkan. Selanjutnya Suryabrata (2004 : 41) menyatakan bahwa : “Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu : tes, observasi, wawancara, angket, sosiometri, dan pencatatan dokumen”. Menurut Subagyo (2004 : 37) “pengumpulan data pada dasarnya merupakan suatu kegiatan operasional agar tindakannya masuk pada penelitian sebenarnya”. Jadi dapat dijelaskan bahwa metode pengumpulan data adalah cara yang dilakukan untu memperoleh data yang dijadikan dasar kajian, yang selanjutnya dianalisis dan disimpulkan. Adapun metode pengumpulan data yang dipakai yaitu: 3.4.1 Metode Wawancara / Interview Esterberg (dalam Sugiyono, 2006 : 260) “Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic”. Pendapat lain menyebutkan bahwa “Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung” (Usman dan Akbar, 2004 : 57). Jadi dapat disimpulkan bahwa metode wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab. Maksud dari penggunaan metode wawancara adalah untuk memperoleh keterangan atau penjelasan secara langsung dari para informan. Caranya adalah pewawancara secara langsung berhadapan dengan informan dengan cara mengajukan beberapa buah pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti atau yang diamati. 3.4.2 Metode Pencatatan Dokumen Menurut Moleong (1996 : 161), “metode pencatatan dokumen adalah suatu cara untuk memperoleh suatu data efigrafis dalam sumber-sumber tertulis berupa : buku, lontar, transkripsi lontar, majalah, surat kabar dan dokumen-dokumen lainnya”. Selanjutnya Menurut Azwar (1999 : 91) menyatakan suatu cara untuk mendapatkan data dapat dilakukan dengan jalan mengumpulkan segala macam dokumen tertulis serta mengadakan pencatatan yang sistematis, yaitu melalui dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. Usman dan Akbar (2004 : 73) menyatakan bahwa : ”metode pencatatan dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen”. Dokumen yang dapat dipakai yaitu berupa buku-buku, majalah, jurnal maupun koran yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. Jadi dapat dijelaskan bahwa metode pencatatan dokumen yaitu metode pengumpulan data dengan mengkaji bahan-bahan pustaka atau dokumen dengan tujuan untuk mendapatkan informasi secara lengkap serta untuk menentukan tindakan yang akan diambil sebagai langkah penting dalam kegiatan ilmiah. Adapun dokumen-dokumen yang dapat dikumpulkan seperti lontar, transkripsi lontar, buku-buku, majalah-majalah, jurnal maupun Koran yang ada kaitannya dengan materi penelitian. Dalam penelitian ini metode pencatatan dokumen yang dilakukan yaitu dengan mengkaji buku-buku yang ada kaitannya dengan penelitian ilmiah tentang nilai-nilai pendidikan Agama Hindu yang terkandung dalam Gaguritan Karmaphala. 3.5 Metode Pengolahan Data Setelah mengumpulkan dan memperoleh data yang diperlukan, langkah selajutnya adalah mengolah data atau menganalisisnya. Untuk dapat memberikan gambaran sesuai dengan tujuan penelitian maka data yang terkumpul perlu diolah dengan mempergunakan Metode Pengolahan Data. Netra (1974 : 82) di dalam buku Metodologi Penelitian menyebutkan bahwa ada tiga jenis metode pengolahan data yaitu : Metode deskriptif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis data hasil penelitian sehingga diperoleh suatu kesimpulan umum. (2) Metode komparatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan mengadakan perbandingan secara sistematis serta terus-menerus sehingga diperoleh suatu kesimpulan. (3) Metode analisis adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan mempergunakan suatu teknik analisis tertentu sehingga diperoleh suatu dugaan atau kesimpulan. Selanjutnya Riyanto, (2001 : 105) menyatakan ada tiga jenis metode pengolahan data yaitu : (1) Metode Deskriptif adalah cara pengolahan data dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpilan secara umum, (2) Metode Komparatif adalah suatu cara pengolahan data dengan mengadakan perbandingkan data-data yang satu dengan yang lainnya sehingga mendapatkan kesimpulan umum, (3) Metode Analisa adalah suatu cara yang dilakukan dengan jalan mempergunakan suatu teknik analisa tertentu, sehingga diperoleh suatu tesa. Jadi dapat dijelaskan bahwa metode pengolahan data untuk data kualitatif dapat dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Metode deskriptif Metode deskriptif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis data hasil penelitian sehingga diperoleh suatu kesimpulan umum. 2. Metode komparatif Metode komparatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan mengadakan perbandingan secara sistematis serta terus-menerus sehingga diperoleh suatu kesimpulan. 3. Metode analisis Metode analisis adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan mempergunakan suatu teknik analisis tertentu sehingga diperoleh suatu dugaan atau kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dalam penelitian ini dipergunakan Metode Deskriptif yaitu cara pengolahan data dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan secara umum. Di dalam penggunaan metode ini dipergunakan beberapa teknik. Menurut Netra (1974 : 75) menyatakan bahwa ada tiga teknik analisa data yaitu : (1) Teknik induksi yaitu dilakukan dengan mengungkapkan fakta-fakta khusus. Atas dasar fakta-fakta ini ditarik suatu kesimpulan.(2) Teknik argumentasi yaitu dengan memberikan komentar-komentar atau alasan-alasan pada setiap penarikan kesimpulan. (3) Teknik spekulasi yaitu dengan menggunakan ketajaman rasio atau akal pada setiap penarikan kesimpulan. Selanjutnya Azwar (1999 : 99 – 100) ada tiga teknik yang bisa digunakan dalam pengolahan data, yakni : (1) Tehnik Induksi adalah terlebih dahulu dikemukakan fakta-fakta yang bersifat khusus, atas dasar fakta tersebut ditarik suatu kesimpulan, (2) Argumentasi yaitu memberikan komentar dan alasan yang rasional terhadap informasi yang tergali lewat penelitian selanjutnya ditarik simpulan yang logis, (3) teknik spekulasi yaitu menarik kesimpulan yang semata-mata didasarkan atas ketajaman rasio peneliti Dari uraian di atas teknik yang dipergunakan dalam penelitian Nilai-nilai Pendidikan yang terkandung dalam Gaguritan Karmaphala adalah teknik induksi dan argumentasi yaitu dengan cara terlebih dahulu mengemukakan fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian menarik kesimpulan dan memberikan komentar dan alasan pada setiap kesimpulan. 1


Comments

Copyright © 2024 UPDOCS Inc.