Pernak Pernik Peluang Pengisian Tabung Elpiji

April 5, 2018 | Author: Anonymous | Category: Documents
Report this link


Description

Pernak-Pernik Peluang Pengisian Tabung Elpiji 2009-10-18 00:56:50 KENDATI masyarakat sempat ragu, program konversi minyak tanah ke gas elpiji agaknya tak terbendung lagi. Karena itu, program itu juga membuka ceruk peluang meraih untung. Selain menjadi agen dan produsen tabung, masyarakat juga bisa menjadi pengusaha stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE). Peluang usaha pengisian tabung elpiji ini terbuka lebar. Selaku pelaksana program konversi minyak tanah ke gas elpiji, Pertamina mengaku masih membutuhkan pom elpiji. Hingga saat ini, perusahaan minyak milik negara itu baru memiliki 150 SPPBE. Jumlah itu masih jauh dari target Pertamina yang membutuhkan 310 SPPBE untuk tahun ini. Ke depan, naga-naganya, prospek usaha pom elpiji ini bakal semakin cerah. Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Achmad Faisal mengatakan, jumlah pengguna gas elpiji bakal terus mekar. Untuk program konversi gas saja, Pertamina menargetkan tahun depan bakal ada 50 juta rumahtangga beralih ke gas elpiji. Agar mempermudah pendistribusian, Pertamina menawarkan kemitraan kepada swasta untuk berperan sebagai penyedia jasa pengisian elpiji. Pertamina sendiri akan bertindak sebagai pemasok liquefied petroleum gas ini. Mereka hanya sebagai distribution channel Pertamina, papar Faisal. Untuk menjadi mitra, Anda bisa mendaftar secara online melalui situs http://sppbe.pertamina.com. Syaratnya, calon mitra harus berbentuk badan usaha atau koperasi. Namun, sejak 30 April lalu, Pertamina telah menutup pendaftaran bagi mitra yang ingin membangun SPPBE di Jawa. Sebab, calon mitra yang sudah mengajukan izin melampaui target. Sedangkan pendaftaran pendirian SPPBE di luar Pulau Jawa masih terbuka lebar. Anda tak perlu kecewa bila keukeuh ingin mendirikan SPPBE di Pulau Jawa. Penawaran dibuka lagi bila calon mitra yang sudah mengantongi izin tak kunjung membangun SPPBE dalam tempo enam bulan. Kami akan buka lagi tawaran kemitraan bila realisasi pembangunan SPPBE tidak mencapai target, kata Faisal. Untuk melengkapi pendaftaran online ini, calon mitra harus menyertakan identitas, nama perusahaan, rencana pembangunan dan tata letak SPPBE, termasuk rencana bisnis. Setelah melakukan pendaftaran online, Pertamina akan melakukan seleksi awal. Seleksi awal ini terbagi dalam dua tahap. Pertama, seleksi penentuan lokasi. Faktor lokasi memiliki bobot paling besar dalam penentuan persetujuan permohonan izin SPPBE. Lokasi pembangunan SPPBE bisa di mana saja asal bukan di daerah permukiman atau dekat dengan saluran udara tegangan ekstra tinggi (sutet). Pertamina mematok luas tanah area SPPBE minimal berukuran 75 meter x 68 meter. Yang juga harus Anda perhatikan, lokasi pembangunan SPPBE harus cocok dengan rencana pembangunan jaringan distribusi Pertamina. Bila tidak, Pertamina kemungkinan bakal menampik permintaan calon investor. Sebab, boleh jadi di lokasi yang Anda ajukan, Pertamina sudah memiliki SPPBE dalam jumlah cukup. Kami hanya menyarankan lokasi sesuai dengan studi yang sudah dilakukan, tambah Faisal. Kedua, seleksi valuasi ekonomi. Pada tahap ini Pertamina akan mengevaluasi kemampuan finansial calon mitra. Catatan saja, setiap lokasi yang dipilih mempunyai hasil valuasi ekonomi yang berbeda. Hasil proses seleksi secara online ini bakal diumumkan lewat e-mail kepada calon mitra dalam tempo 7 x 24 jam. Bila lolos, calon mitra harus melakukan pendaftaran ulang dengan menyerahkan berbagai persyaratan seperti fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan, akta pendirian perusahaan, dan sertifikat tanah. Selanjutnya, Pertamina akan melakukan verifikasi data yang disampaikan. Tapi, perjuangan pendirian SPPBE belum berakhir sampai di situ. Pasalnya, calon mitra Pertamina juga harus mengurus izin ke pemerintah daerah setempat. Surat izin itu menyangkut keamanan dan gangguan yang biasa disebut analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) serta izin dari warga sekitar lokasi SPPBE. Tak jarang pengurusan izin ke pemerintah daerah merupakan batu ganjalan yang besar (lihat boks: Awas, Banyak Biaya Siluman Saat Mengurus Izin). Banyak calon mitra yang akhirnya gigit jari lantaran pemerintah daerah tak kunjung mengeluarkan izin usaha, padahal restu Pertamina sudah mereka kantongi. Nah, setelah mengantongi izin dari Pertamina dan pemerintah daerah, baru Anda bisa membangun SPPBE. Pembangunan stasiun elpiji harus sesuai standar Pertamina. Persyaratannya sangat ketat karena terkait dengan faktor keamanan dan keselamatan. Pom elpiji harus memiliki prasarana dan sarana standar seperti tangki penyimpanan (storage tank), mesin pengisian (LPG filling machines), roda berjalan (chain conveyor), pengosong tangki, duiker untuk saluran air umum di depan bangunan SPPBE, sensor api, serta perangkat pemadam kebakaran berikut generator. SPPBE juga harus memiliki fasilitas umum seperti toilet, musala, dan lahan parkir. Setiap area SPPBE harus memiliki pencahayaan yang cukup terang dengan lampu yang khusus. Lampu tersebut tidak boleh memercikkan api ketika terpapar gas elpiji. Pertamina juga mewajibkan karyawan SPPBE bekerja sesuai standar etika kerja perusahaan pelat merah tersebut. Bila ada praktik kerja yang curang, Pertamina tak segan-segan memberikan sanksi. Wah, modalnya jumbo Yang mesti Anda catat, untuk menjadi mitra Pertamina ini modalnya lumayan gede. Biaya pertama yang wajib dibayarkan adalah initial fee. Biaya ini ibarat royalti, nilainya Rp 250 juta. Tak perlu khawatir bila uang Anda belum cukup untuk membayar initial fee. Pertamina membolehkan mitra membayar secara mencicil. Calon mitra bisa membayar sebesar 50% sebagai uang muka. Sisanya boleh dicicil secara bertahap hingga satu tahun setelah izin usaha dikeluarkan. Setelah semua itu terpenuhi, Anda akan mendapatkan izin prinsip dari Pertamina. Izin prinsip berdurasi antara 20 tahun hingga 40 tahun. Dengan adanya izin ini, Pertamina akan memasok minimal 30 ton elpiji per hari. Initial fee tersebut belum mencakup biaya pendirian bangunan SPPBE. Calon mitra harus menanggung juga biaya pembangunan stasiun pengisian ulang elpiji sendiri. Besarnya sangat variatif tergantung besar atau luasnya lahan serta kapasitas SPPBE. Wahyu Raharjo, seorang pengusaha SPPBE di Depok, Jawa Barat, mengaku menghabiskan modal hingga Rp 15 miliar untuk mendirikan satu unit SPPBE. Kalau hanya bisa mengisi satu ukuran tabung elpiji, biayanya sekitar Rp 10 miliar, ujarnya. Modal awal nan jumbo tersebut sebagian besar tandas untuk membeli prasarana dan sarana SPPBE, seperti tangki penyimpanan dan mesin pengisian. Porsinya bisa menghabiskan 40% dari modal awal. Sisanya, untuk membeli tanah dan bangunan. Itu belum termasuk biaya pengangkutan tabung dan elpiji ke pelanggan. Jika melakukan pengangkutan sekaligus, Anda harus kembali merogoh kocek lebih dalam. Duit tambahan ini untuk membeli truk dan mobil tangki. Biayanya bisa menghabiskan Rp 2 miliar. Semua barang impor, jadi agak mahal, ujar Wahyu yang terjun ke bisnis elpiji sejak tahun 2000 lalu. Gunawan Budiraharja, pengusaha SPPBE di Bantul, Yogyakarta, juga mengeluarkan modal yang tak jauh berbeda. Pengusaha yang terjun ke bisnis elpiji sejak dua tahun lalu ini mengeluarkan Rp 13 miliar untuk membangun SPPBE yang hanya bisa melayani pengisian tabung elpiji ukuran 12 kg. Kalau mau bisa mengisi si melon, julukan bagi tabung ukuran 3 kg, Gunawan mengatakan harus ada penambahan mesin pengisi. Harga mesin yang paling murah US$ 3.000, ujarnya. Kendati modalnya besar, keuntungan usaha SPPBE ini lumayan menjanjikan. Faisal meramalkan calon mitra bisa mengembalikan modalnya dalam tempo enam tahun. Pengembalian modal ini berasal dari komisi yang diberikan Pertamina atas jasa pengisian tabung elpiji. Untuk setiap kilogram pengisian elpiji, Pertamina memberikan komisi sekitar Rp 300 per kg. Artinya, investor bisa meraih keuntungan hingga Rp 900 per tabung ukuran 3 kg. Berdasarkan studi kelayakan Pertamina, calon investor bisa meraih pendapatan bersih sebesar Rp 200 jutaan per bulan. Tapi itu dengan catatan, kapasitas pengisian SPPBE mencapai 30 ton per hari. Studi Pertamina ini tak berbeda jauh dengan kenyataan di lapangan, kendati Wahyu dan Gunawan tidak secara eksplisit membuka keuntungan yang mereka peroleh. Yang pasti, setelah sembilan tahun terjun ke bisnis ini, Wahyu mengaku sedang membangun satu unit SPPBE lagi di seputar Tegal, Jawa Tengah. Di SPPBE miliknya yang ada saat ini, Wahyu mengaku mampu menyalurkan elpiji hingga sebanyak 40 ton setiap hari. Dia melayani pengisian tabung ukuran 3 kg, 12 kg, dan 50 kg dari 38 agen elpiji di Depok dan sekitarnya. Untuk setiap pengisian tabung ukuran 12 kg, Wahyu mendapatkan keuntungan Rp 320 per kg. Sedangkan untuk ukuran 50 kg, Wahyu memperoleh komisi Rp 289 per kg, dan mengantongi fulus Rp 300 per kg untuk tabung ukuran 3 kg. Pendapatan itu harus ia kurangi untuk membayar gaji 40 karyawan. Setiap karyawan memperoleh bayaran sesuai dengan upah minimum regional (UMR) plus uang lembur. Biaya pengeluaran ini ditambah dengan tagihan listrik, air, telepon, dan perawatan. Sementara, Gunawan mengaku pengeluarannya bisa lebih dari Rp 100 juta per bulan. Rinciannya, pembayaran gaji 60 karyawan sesuai dengan UMR plus uang lembur, listrik Rp 16 juta, telepon Rp 3 juta, bahan bakar truk Rp 20 juta, dan biaya perawatan Rp 25 juta. Selain itu, Gunawan harus membayar premi asuransi kendaraan dan bangunan sebesar Rp 200 juta per tahun. Meski menutup rapat angka keuntungannya, Gunawan mengaku bisa meraup fulus yang lumayan menggembirakan. Buktinya, dia sudah memiliki tiga SPPBE yang terletak di Bantul, Ngawi, dan Purwokerto. Ketiga pom elpiji itu melayani pengisian gas elpiji untuk tabung ukuran 3 kg dan 12 kg. Cuma, bisnis SPPBE yang menggiurkan ini mulai mengalami persaingan yang sangat ketat. Banyak orang yang tertarik menjadi pengusaha SPPBE lantaran penggunaan gas elpiji semakin banyak. Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Pusat Muhammad Nur Adib mengatakan, tak jarang antara satu SPBBE satu dengan lainnya saling banting harga jual. Agar konsumen mau datang. Hal ini terjadi karena Pertamina terlalu banyak menerbitkan izin prinsip, ujarnya Karena itu, Nur Adib menyarankan Pertamina menghentikan terlebih dahulu penerbitan izin prinsip SPPBE. Dia meminta perusahaan nasional itu tidak semata-mata hanya mengejar target pencapaian SPPBE tanpa memiliki program kesejahteraan yang pas buat pengusaha. Lama-lama kami bisa tekor karena persaingan apalagi agen penjualnya juga ditentukan oleh pemerintah, cetusnya. Nah, tertarikkah menjadi juragan penyalur elpiji? Artikel ini telah dibaca sebanyak: 896


Comments

Copyright © 2024 UPDOCS Inc.