1. Penalaran Induktif dan Deduktif A. Penalaran Induktif Pola pikir induktif dalam matematika digunakan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran yang dimulai dari hal-hal yang lebih khusus ke hal-hal yang bersifat umum. Pada akhirnya siswa memang diharapkan dapat berpikir secara deduktif, namun dalam pembelajaran matematika dapat digunakan pola pikir penalaran induktif. Siswa dilatih untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru berdasarkan fakta yang diketahui melalui aktivitas bernalar. Menurut Shurter dan Pierce (dalam Saparika, 2014, hlm.12) penalaran adalah suatu proses berpikir dalam membuat kesimpulan logis berdasarkan fakta-fakta. Penalaran terbagi menjadi dua macam, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Menurut Shadiq (dalam Saparika, 2014, hlm.12), penalaran induktif adalah suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Sedangkan penalaran deduktif menurut Johnson-Laird dkk.(dalam Saparika, 2014,hlm.12) adalah proses penalaran dari satu atau lebih pernyataan umum yang diketahui untuk mencapai satu kesimpulan logis tertentu. Menurut Sumarmo (dalam Kusnandi, t.t.) indikator penalaran adalah membuat analogi dan generalisasi, memberikan penjelasan dengan menggunakan model, menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika, menyusun dan menguji konjektur, memeriksa validitas argumen, menyusun pembuktian langsung, menyusun pembuktian tidak langsung, memberikan contoh penyangkal, dan mengikuti aturan enferensi. Sedangkan menurut Jihad (dalam Saparika, 2014, hlm.12), penalaran memiliki beberapa indikator, yaitu menarik kesimpulan yang logis, memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan, memperkirakan jawaban dan proses solusi, menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, menyusun dan 2. menguji konjektur, merumuskan lawan contoh, mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, menyusun argumen yang valid, menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematika. Indikator kamampuan penalaran induktif adalah menarik kesimpulan yang logis, memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan, memperkirakan jawaban dan proses solusi, menggunkan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, menyusun dan menguji konjektur, merumuskan lawan contoh, mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, menyusun argumen yang valid, menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematika. Menurut Shadiq (dalam Saparika, 2014, hlm.13), peran penalaran induktif dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut. 1. Pada awalnya, proses matematisasi yang dilakukan dan dihasilkan para ilmuwan adalah proses induksi atau penalaran induktif. Dimulai dari kasus-kasus khusus lalu digeneralisasi menjadi pernyataan umum. 2. Proses berikutnya adalah proses formalisasi pengetahuan matematika yang terlebih dahulu menetapkan sifat pangkal (aksioma) dan pengertian pangkal yang akan menjadi pondasi pengetahuan matematika berikutnya yang akan dibuktikan secara deduktif. B. Penalaran Deduktif Pencapaian kompetensi-kompetensi siswa menentukan kualitas pendidikan Indonesia. Kompetensi adalah “Seperangkat tindakan cerdas, tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang sebagai syarat kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu” (Kep. Mendiknas RI No. 045/U/2002). Oleh karena itu dalam proses pembelajaran matematika, siswa diharapkan mampu mencapai kompetensi yang telah ditetapkan dalam standar kompetensi lulusan dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilanuntuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 3. Menurut Suherman dkk. (2003, hlm.21), matematika dikenal sebagai ilmu deduktif sehingga proses pengerjaan matematik harus bersifat deduktif. Selain itu, Yadzani (2007, hlm.32) mengemukakan bahwa: The Greeks establishedgeometric fact based on deductive reasoning not empirical procedures. Thales is credited with being the first mathematician who used deductive reasoning in geometry in first half of sixth century B.C. Later, in the second half of sixth century B.C., Pythagoras attempted to incorporate deductive reasoning in order to systemize geometry. It is reputed that Hippocrates was the first to extend the earlier works of Greek mathematicians by using a few definition and assumption to form chains of proposition. Kutipan di atas menunjukkan bahwa salah satu kompetensi matematika yang harus dimiliki siswa adalah kompetensi penalaran deduktif. Kompetensi penalaran sangat penting untuk dikuasai para siswa ketika mempelajari matematika, ilmu lain maupun ketika mereka terjun langsung ke masyarakat. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika digunakan penalaran induktif dan deduktif. Menurut Jacobs (dalam Shadiq, 2004) penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika. Sedangkan menurut Ormord (2008, hlm.45), penalaran deduktif adalah proses penarikan kesimpulan logis mengenai sesuatu yang pasti benar berdasarkan informasi yang sebelumnya telah diketahui benar. Selain itu, menurut Johnson-Laird, Rips dan William (dalam Sternberg, 2008, hlm.425) penalaran deduktif adalah proses penalaran dari satu atau lebih pernyataan umum terkait dengan apa yang diketahui untuk mencapai satu kesimpulan logis tertentu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi penalaran deduktif adalah kemampuan seseorang dalam menarik kesimpulan dari fakta-fakta dengan menggunakan logika berdasarkan informasi yang diperoleh. Proses penalaran deduktif ini berlandaskan definisi dan asumsi dalam menarik kesimpulan logis dari setiap pernyataan yang diberikan. 4. Penalaran deduktif berguna karena membantu manusia menghubungkan berbagai proposisi untuk mencapai kesimpulan (Sternberg, 2008, hlm.425). Menurut Matlin (dalam Priatna, 2003) ada dua jenis penalaran deduktif yaitu kondisional dan silogisme. Penalaran kondisional merupakan hubungan antara kondisi. Ada empat jenis penalaran kondisional yaitu: (1) memperkuat anteseden (2) memperkuat konsekuen (3) menyangkal anteseden (4) menyangkal konsekuen. Sedangkan penalaran silogisme adalah dua premis yang berbentuk implikasi serta kesimpulan dari kedua premis itu. Menurut Menurut Jihad (dalam Hayanti, 2012), indikator kamampuan penalaran matematis adalah menarik kesimpulan yang logis, memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan, memperkirakan jawaban dan proses solusi, menggunkan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, menyusun dan menguji konjektur, merumuskan lawan contoh, mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, menyusun argumen yang valid, menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematika. Menurut Sumarmo (dalam Henda, 2012), beberapa kegiatan yang termasuk kedalam kegiatan penalaran deduktif adalah sebagai berikut. 1. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu. 2. Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan dan menyusun argumen yang valid. 3. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan pembuktian dengan induksi matematika. Pengembangan kompetensi penalaran deduktif tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan psikologi siswa. Menurut Piaget, pada tahap operasional konkrit yaitu pada usia 6 atau 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun seorang anak sudah mampu melakukan penalaran deduktif (Ormord, 2008). Pada tahap operasional formal yaitu pada usia 11 atau 12 tahun hingga dewasa, proses-proses penalaran logis diterapkanke ide-ide abstrak 5. dan juga objek-objek konkrit (Ormord, 2008, hlm.47). Oleh karena itu, sejak memasuki tingkat sekolah dasar siswa harus dilatih untuk mengembangkan kompetensi penalaran deduktif. Tujuannya adalah supaya pada tingkat sekolah menengah siswa dapat mencapai tingkat penalaran yang lebih tinggi dan berlangsung secara bertahap. 6. C. Contoh Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif TES KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF Materi : Kubus dan Balok Waktu : 60 menit Petunjuk : Bacalah soal di bawah ini dengan teliti. Kerjakan seluruh soal di bawah ini secara mandiri. Soal : 1. Perhatikan gambar berikut! AF merupakan salah satu diagonal sisi pada kubus ABCD.EFGH. a. Sebutkan semua diagonal sisi pada kubus ABCD.EFGH! b. Ada berapa jumlah diagonal sisi pada kubus? c. 2. Sketsalah balok ABCD.EFGH. a. Gambarlah salah satu bidang diagonal pada balok tersebut! b. Berbentuk apakah bidang diagonal pada balok tersebut? c. Sebutkan nama-nama bidang diagonalnya! d. Ada berapa banyak bidang diagonal pada balok tersebut? 3. Buatlah model balok dengan panjang 4 cm, lebar 2 cm, dan tinggi 3 cm. Kemudian gambarlah 2 buah jaring-jaring yang berbeda berdasarkan balok tersebut! 4. Perhatikan jaring-jaring kubus pada gambar di bawah ini! Nomor berapakah yang menjadi tutup kubus, jika: a. Nomor 2 merupakan alas kubus. b. Nomor 3 merupakan alas kubus. c. Nomor 6 merupakan alas kubus. 5. Nadiyah memiliki sebuah kertas kado berukuran 60 cm x 40 cm. Kertas kado tersebut akan digunakan untuk membungkus kado berbentuk kubus. Berapa 1 2 6 43 5 7. ukuran kado yang harus Nadiyah miliki sehingga kertas kado tersebut bisa menutupi kado dengan sempurna (tanpa ada kertas berimpit). Jelaskan! 6. Sebuah kubus panjang setiap rusuknya 1 m. Kubus tersebut tersusun dari kubus-kubus kecil dengan panjang setiap rusuknya 10 cm. a. Tentukan volume kubus besar dan kubus kecil! b. Berapa banyak kubus kecil hingga tersusun kubus besar? 8. Daftar Pustaka Hayanti, Dwi Novi. (2012). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengukur Penalaran Matematis [Online]. Diakses dari http://novidwihayanti.blogspot.com/2012/01/pembelajaran-berbasis- masalah-untuk.html Henda, Heni. (2012). Penalaran Matematik [Online]. Diakses dari http://novidwihayanti.blogspot.com/2012/01/pembelajaran-berbasis- masalah-untuk.html Kusnandi. Tanpa Tahun. Penalaran Matematik [Online]. Diakses dari (http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/1969 03301993031-KUSNANDI/Penalaran_Matematika_SMP.pdf) Ormrod, E. J. (2009). Psikologi Pendidikan (sixth ed.). Jakarta : Erlangga. Priatna, Nanang. (2003) Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa kelas 3 SLTP Negri di Kota Bandung. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Saparika, N. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Penalaran Induktif Siswa SMP pada Pokok Bahasan Limas dan Prisma Tegak Melalui Penelitian Desain. Skripsi Sarjana FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Shadiq, F . (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. [Online]. Diakses dari http://p4tkmatematika. org/downloads/smp/PenalaranPemecahanMasalah.pdf Sterberg, J. R. (2008) .Psikologi Kognitif (Fourth edt). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Suherman, E. et al. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : JICA. Yadzani, A. M. (2007). Correlation between Students' level of Understanding Geometry According to the van Hieles' Model and Students' Achievement in Plane Geometry. Dalam Journal of mathematical Sciences & Mathematics Education [Online], Vol. 2 (1), 40-45. Tersedia : http://www.msme.us/2007- 1-5.pdf