Otomikosis.docx

May 1, 2018 | Author: Anonymous | Category: Documents
Report this link


Description

OTOMIKOSIS Abstrak Otomikosis adalah salah satu kondisi yang umum ditemukan di klinik tht. Penyakit ini merupakan tantangan dan menimbulkan rasa frustasi bagi pasien dan dokter ahli THT. Hal ini disebabkan pengobatan yang memerlukan waktu lama dan rarata kekambuhan yang tinggi. Dilaporkan satu kasus otomikosis pada seorang wanita usia 41 tahun. diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tes KOH. Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan aspergillus niger sebagai penyebab. Dengan terapi pembersihan telinga dan obat oles telinga kombinasi gentian violet terdapat perbaikan Kata kunci : otomikosis, aspergillus sp, terapi Pendahuluan Otomikosis adalah infeksi jamur dari kulit bagian luar saluran telinga. jamur mungkin menjadi penyebab utama, yang biasanya terjadi pada infeksi kronik bakterial dari saluran bagian luar atau saluran telinga bagian tengah. Meskipun jarang mengancam jiwa, penyakit ini merupakan tantangan dan menimbulkan rasa frustasi bagi pasien dan dokter ahli THT yang hal ini disebabkan pengobatannya yang memerlukan waktu lama dan rerata kekambuhan yang tinggi. Otomikosis atau totitis jamur external merupakan infeksi akut, subakut atau kronik yang mempengaruhi fungsi epitel squamos dari saluran telinga bagian luar. Meskipun terdapat adanya kontroversi mengenai apakah benar jamur merupakan agent infektif terhadap jenis kolonisasi tertentu sebagai hasil dari host local yang berbahaya terhadap infeksi bakteri, candida, dan aspergillus sebagai jenis jamur yang paling umum ditemukan. Frekuensi Kasus otitis externa diperkirakan telah mencapai antara 5 – 20% dari seluruh kasus THT. Frekuensi kasus tersebut bervariasi tergantung kepada perbedaan daerah geographic dari 9 hingga lebih 50% dari seluruh pasien dengan otitis externa, adapun hubungan dengan faktor lingkungan (temperature, tingkat kelembapan) dan waktu dalam tahunan. Kebutuhan lingkungan yang lembab dan panas dibutuhkan bagi perkembangan jamur dan peningkatan kejadian mungkin berkontribusi terhadap terjadinya peningkatan produksi keringat dan lingkungan lembab yang mengubah permukaan epithelium EAC. Beberapa penelitian menemukan frekuensi otomikosis pada wanita lebih besar jumlahnya. Anatomi Telinga luar dibentuk dari aurikula dan saluran telinga bagian luar. Kedua nya mengandung tulang rawan elastic yang berasal dari jaringan mesoderm dan sejumlah kecil jaringan subcutaneous, yang ditutupi oleh kulit dengan beberapa bagian adneksa sebagai pelengkap. Saluran pendengaran bagian luar (EAC) memiliki panjang 24 mm dengan volume 1 – 2 ml. sepertiga bagian lateral saluran tersusun atas fibrocartilago, sedangkan bagian medial dua pertiga saluran tersusun atas osseus. Sepanjang EAC dibentuk oleh epitel squamos bertingkat yang secara berkesinambungan dengan kulit dari pinna dan epitel yang menutupi membrane timpani. Lapisan subcutaneous Saluran telinga terdapat folikel – folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen, dan memiliki ketebalan hingga 1 mm. bagian kulit dari saluran telinga bagian osseus tidak memilki elemen subcutaneous dan hanya memiliki ketebalah 0.2 mm. Persarafan Indra perasa pada saluran pendengaran external dan aurikula berasal dari nervus kutaneus dan nervus kranial, yang kontribusinya berasal dari percabangan saraf auriculotemporal yaitu saraf trigeminal (V), facial (VII), glossopharingeus (IX), dan vagus (X) dan persarafan terbesar berasal dari plexus cervikalis (C2-3). Muskulus vestigial yang membentuk telinga bagian anterior, superior, posterior dipersarafi oleh nervus fasialis (VII) Kelenjar serumen merupakan modifikasi dari kelenjar keringat apocrin yang dikelilingi oleh sel myoepitel. Mereka bersama – sama bersatu kedalam unit yang disebut unit apopolisebaseus. Serumen yang dihasilkan berfungsi mencegah maserasi saluran yang diakibatkan dari bakteri pathogen dan memiliki tingkat keasaman ph normal yang berkontribusi untuk lingkungan yang ramah bagi pathogen. Etiologi Pada 80% kasus yang terjadi, etiologi dari penyakit ini adalah Aspergillus, sebaliknya candida merupakan jenis jamur lain yang juga paling sering ditemukan. Adapun Jenis jamur lain yang dapat menjadi penyebab namun jarang seperti phycomycetes, rhizopus, actinomyces, dan penicillum. Aspergillum niger biasanya menjadi agent yang paling dominan meskipun a.flavurus, a. fumigatus, a.terrus, candida albicans, dan c parapsolosis juga biasanya menjadi penyebab. Penelitian Kumar (2005) terhadap pasien dengan otomikosis mendapatkan agen penyebab seperti aspergillus niger (52,43%), aspergillus fumigates (34,14%) C.albicans (11%), C.pseudotropicalis (1.21%) dan Mucor sp (1.21%). Ahmad et al (1989) mengadakan penelitian prospektif pada 53 pasien di ENT fakultas kedokteran universitas Indonesia. Mereka mendapatkan jenis aspergillus lebih banyak didapatkan dibandingkan jenis candida. Pathogenesis dan faktor predisposisi (faktor yang mempengaruhi) Otomikosis di hubungkan kedalam histology dan fisiologi dari EAC. Dengan panjang 2,5 cm, lebar 7 – 9 mm, salurang yang berbentuk silindris dan sepanjang saluran tersusun atas keratinisasi epitel squamos berlapis yang berlanjut hingga sepanjang bagian luar dari membrane timpani. Dibagian dalam daerah membrane timpani, bagian medial dan isthmus cenderung menjadi tempat berkumpulnya sisa serum yang telah mengeras dan sulit untuk dibersihkan. Serumen berfungsi sebagai antimycotic dan bakteriostatic dan juga mencegah serangga kecil masuk. Cairan ini tersusun atas lemak (46 – 73%), protein, asam amino bebas dan ion mineral seperti lysozim, immunoglobulin dan asam lemak jenuh. rantai panjang asam lemak yang terdapat di kulit yang tidak pecah dipercaya dapat menghambat proses pertumbuhan bakteri. Dikarenakan penyusunnya bersifat hydropobic, serumen ini dapat menahan air, bersifat impermeable dan mencegah terjadinya maserasi dan kerusakan epitel. Microorganisme normal yang ditemukan pada EAC seperti staphylococcus epidermidis, corrynebacterium sp, bacillus sp, coccus gram positif, bacillus gram negative, dan jamur mycelia yang berasal dari genus aspergillus dan candida sp. Microorganism menguntungkan ini tidak bersifat pathogen selama keseimbangan tetap terjaga antara bakteri dan jamur. Faktor – faktor yang mempengaruhi flora EAC menjadi pathogen adalah 1. Faktor lingkungan (panas, kelembapan) biasanya pasien banyak dirawat dimusim panas dan dingin ketika cuaca panas dan lembab. 2. Perubahan pada lapisan epitel (penyakit dermatologi, micro trauma) 3. Peningkatan pH di EAC. Ozcan et al(2003) melaporkan bahwa orang yang rutin berenang memungkinkan terjadinya otomicosis. 4. Perubahan serumen secara kualitas dan kuantitas. 5. Faktor sistemik (perubahan imunitas, daya tahan tubuh yang menurun, penggunaan kortikosteroid, antibiotik, sitostatika, neoplasia). Jackman et al (2005) melaporkan penggunaan ofloxacin dapat menyebabkan perkembangan dari otomikosis. 6. Riwayat sebelumnya terdapat otitis bakteri, CSOM, dan pasca pembedahan cavitas mastoid. Kontaminasi bakteri pada kulit EAC ditandai adanya otitis media supuratif atau otiti eksterna akut. Permukaan epitel yang terganggu merupakan medium yang cocok untuk perkembangan mikroorganisme. Kerusakan epithelial juga dapat menyebabkan penurunan ekskresi dari apocrine dan kelenjar serum yang merubah lingkungan EAC lebih cocok untuk perkembangan mikroorganisme (normal pH 3 – 4) 7. Dermatomikosis dapat menjadi faktor resiko terhadap kejadian berulang 8. Pola hidup dan kondisi yang sesuai. Wanita yang sering menggunakan penutup kepala dilaporkan sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya otomikosis. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan kelembapan di lubang telinga dan menciptakan lingkungan yang cocok untuk perkembangan jamur. Manifestasi Klinis Gejala – gejala pada otitis bakterial eksterna dan otomikosis sulit dibedakan. Meskipun begitu pruritus biasanya sering sebagai pertanda dari infeksi mycotic dan juga perasaan tidak nyaman, kehilangan pendengaran, tinnitus, perasaan penuh pada telinga, otalgia dan keluarnya secret. Otoscopy sering digunakan untuk mengetahui adanya mycelia, yang dapat menegakkan diagnosis. EAC mungkin dapat berupa berceak kemerahan dan debris jamur dapat terlihat berwarna kehijauan, putih, atau hitam. Pasien biasanya mencoba menggunakan obat topical antibakterial tanpa adanya respon yang berarti. Diagnosis dapat dipastikan dengan mengidentifikasi jenis jamur dengan persiapan kultur KOH atau dengan kultur jamur. Karakteristik pemeriksaan fisik dari infeksi jamur sama seperti pemeriksaan jamur pada umumnya, mudah dilihat, terdapat hyphae yang halus dan adanya spora seperti terlihat pada jenis Aspergilus. Ragi candida sering terbentuk dari dasar mycelia dengan gambaran berwarna putih ketika bercampur dengan serumen akan berwarna kekuningan. Infeksi candida dapat menjadi lebih sulit diketahui secara klinis dikarenakan kurangnya gambaran ciri khas seperti aspergillus seperti otorrhea yang tidak berespon pada pemberian antimicrobial. Otomikosis yang disebabkan candida sering ditemukan melalui kultur. Terdapat gambaran yang belum dilaporkan mengenai perbedaan dalam presentasinya berdasarkan dari organism penyebab yang paling umum. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan kultur jarang dibutuhkan karena tidak banyak mengubah penatalaksanaannya. Jamur yang menyebabkan otomikosis biasanya merupakan jenis jamur saprophytic yang banyak terdapat di alam dan merupakan bentuk flora yang saling menguntungkan dalam EAC. Jamur ini umumnya seperti aspergillus dan candida. A.niger biasanya agent yang paling banyak meskipun terdapat juga jenis jamur yang umum seperti A.flavus, A.fumigatus, A.terreus, C.albicans dan C.parapsilosis. Morfologi dari koloni memungkinkan kita untuk membedakan antara bentuk ragi dan bentuk jamur filamentos. Kebanyakan berwarna putih kekuningan, koloni yang lembut atau kasar adalah bentuk ragi atau kadangkala ragi tersebut terlihat seperti saat dalam fase dimorfik. Jamur filamentos cenderung tumbuh dan berbentuk seperti gumpalan debu, berbulu, berbentuk wool, seperti beludru, atau seperti koloni yang saling tumpang tindih yang terlihat barwarna seperti warna putih, kuning, hijau, biru kehijauan, hitam dll. Ahmad et al (1989) dalam penelitian nya membandingkan diagnosis otomikosis baik melalui pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan diantara keduanya dan menyimpulkan bahwa otomikosis dapat didiagnosis hanya dengan pemeriksaan klinis. Diagnosa banding Otomikosis kadang sulit dibedakan dengan bentuk penyakit otitis media eksterna lainnya terutama yang bersifat difus. Infeksi campuran kadangkala juga berperan, kumar (2005) menemukan infeksi bakteri sebanyak 44 kasus dari 82 kasus. biasanya bakteri yang berperan didalamnya adalah jenis stapilokokus, pseudomonas sp. Stapilokokus aureus, e. coli dan klebsiella sp. Infeksi jamur juga dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronik. Pengobatan Meskipun telah dilakukan berbagai macam penelitian in vitro yang telah menilai tingkat keberhasilan beragam agen antifungal. Blum terdapat bukti yang cukup kuat dari agen yang paling efektif. Beragam agen preparat telah digunakan di klinik dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi. Meskipun begitu, aplikasi penggunaan obat topical yang sesuai dan dikombinasikan dengan frekuensi pembersihan debridement secara mekanis biasanya dapat mengurangi gejala meskipun kekambuhan atau penyakit sisa masih sering terjadi. Banyak peneliti percaya bahwa penting untuk mengidentifikasi penyebab agen pada kasus otomikosis dalam menentukan tata laksana. Hal tersebut juga disarankan dalam memilih antimikotik yang berdasarkan kepada kerentanan dalam identifikasi jenis patogen. Walaupun begitu, yang lain percaya strategi terpenting dalam pengobatan adalah ketika kita memilih penanganan yang lebih spesifik pada otomikosis berdasarkan kepada tingkat keberhasilan dan karakteristik obat tanpa memperhatikan agen penyebab. Hingga saat ini FDA belum ada menyetujui resep pengobatan antifungal untuk pengobatan otomikosis. Banyak agen dengan beragam jenis antimycotic yang telah di gunakan dan para dokter sudah berusaha untuk mengetahui agent yang paling efektif dalam pengobatan penyakit ini. Preparat antifungal terbagi menjadi tipe yang spesifik dan non spesifik. Tipe non spesifik antifungal yang bersifat asam dan menyerap cairan seperti: · Asam boric dengan tingkat keasaman menengah dan sering digunakan sebagai antiseptic dan insektisid. Asam boric dapat digunakan untuk mengatasi jamur dalam stadium ragi dan infeksi jamur jenis candida albicans. · Gentian violet diolah sebagai cairan konsentrat lemah dalam air. Obat ini telah digunakan dalam pengobatan otomikosis sebagai obat tetes anilin dengan antiseptic, antiinflamasi, antibacterial, dan antifungal. Obat ini masih digunakan di beberapa negara dan FDA menyetujui penggunaannya. Beberapa penelitian melaporkan tingkat keberhasilan hingga 80%. · Castellani’s paint ( aceton, alcohol, phenol, fuchsin, resocinol) · Cresylate (merthiolate, M-cresyl asetat, propylene glycol, asam boric dan alcohol) · Merchurochrome, yang dikenal sebagai antiseptic topical, antifungal. Dengan merthiolate (thimerosal), merchurochrome tidak lagi di gunakan dan disetujui oleh FDA karena mengandung bahan mercury. Tisner (1995) melaporkan tingkat keberhasilan hingga 93,4% penggunaan thmerosal untuk pengobatan otomikosis. Merchurochrome telah digunakan khusus pada kasus – kasus yang terdapat di daerah lingkungan yang cenderung lebih lembab dengan tingkat keberhasilan 95.8% - 100% Terapi spesifik antifungal terdiri dari: · Nystatin adalah antibiotik jenis polyene macrolide yang menekan sintesis sterol di dalam membrane sitoplasma. Kebanyakan jamur dan ragi sensitive terhadap nistatin termasuk jenis kandida. Keuntungan utama nystatin adalah obat ini tidak diserab kedalam kulit. Nystatin tidak tersedia sebagai obat tetes telinga sebagai pengobatan otomikosis. Nystatin hanya dapat diresepkan sebagai krim, minyak oil, atau bubuk. Dengan tingkat keberhasilan 50 – 80%. · Azoles adalah agen sintetik yang menurunkan konsentrasi ergosterol sebagai sterol penting dalam membrane sitoplasma · Clotrimazole adalah yang paling banyak digunakan sebagai azole topical. Obat ini merupakan salah satu agen yang paling efektif dalam pengobatan otomikosis dengan tingkat keberhasilan 95 – 100%. Clotrimazole memiliki efek terhadap bakteri dan menguntungkan ketika dokter mengobati infeksi campuran bakteri – jamur. Coltrimazole tidak memiliki efek ototoxic dan tersedia dalam bentuk bubuk, lotion, dan solution · Ketoconazole dan fluconazole merupakan jenis spektrum luas. Keberhasilan obat ketokonazol dilaporkan 95 – 100% terhadap jenis aspergillus dan candida albicans. Fluconazol topical telah dilaporkan efektif hingga 90% kasus. · Krim miconazol 2% juga menunjukkan tingkat keberhasilan hingga 90% · Bifonazol adalah agent anti jamur dan biasa digunakan pada tahun 1980an. 1% Kemampuan larutannya sama dengan clotrimazole dan miconazole. Bifonazole dan derivatnya dapat menekan pertumbuhan jamur hingga 100%. · Itraconazole juga memiliki efek in vitro dan in vivo terhadap jenis aspergillus. Bentuk minyak oil dapat memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan formula tetes telinga karena dapat bersisa dalam lubang telinga dalam waktu lama. Bentuk minyak oil mungkin dapat lebih aman pada kasus seperti perforasi membrane timpani dikarenakan akses menuju telinga tengah mungkin berkurang karena viskositas yang tinggi. Munguia dan Daniel (2008) tidak dapat mengungkapkan dari berbagai laporan kasus pengobatan topical antifungal yang menyebabkan ototoxicity ketika digunakan dalam mengobati otomikosis dengan membrane timpani yang utuh. Terdapat data yang kurang dalam menunjukkan keamaan penggunaan obat – obatan ototipical dapat menyebabkan perforasi timpani. Cresylate dan gentian violet diketahui dapat mengiritasi mukosa telinga tengah. Penggunaan tetes telinga cresylate seharusnya dihindari dari pasien dengan perforasi membrane timpani yang berpotensi memberikan komplikasi lanjut. Ho et al (2006) telah mengamati kehilangan pendengaran sensorium transien yang berhubungan dengan penggunaan obat tersebut. Sebagai tambahan, gentian violet menunjukkan adanya vestibulotoxic dan inflamasi telinga tengah dengan hewan sebagai media percobaan dan hal ini dapat menyakitkan penggunaan nya secara klinis. Dalam penelitian baru – baru ini dengan hewan sebagai model penelitian menunjukkan tidak ada sel rambut yang hilang ketika menggunakan clotrimazole, miconazole, nystatin, dan tolnaftate. Pilihan sederhana dalam memilihi terapi dengan membrane timpani yang telah terbuka sangat diperlukan, sebagai contoh pembersihan telinga dengan hati – hati dan obat – obat spesifik antifungal dengan bahan addiktif yang minimum. Pemberian obat oral antifungal sebagai tambahan dipersiapkan untuk kasus dengan penyakit yang lebih berat dan respon yang lebih lemah sebagai terapi. Meskipun jarang digunakan. Ho et al (2006) percaya keberhasilan pemberian obat antifungal oral tidak sama seperti pada pemberian secara local yang lebih adekuat. Hal ini penting bahwa pengobatan disamping untuk menyembuhkan dan digunakan dalam penggunaan topical juga dapat di gunakan dalam mengembalikan fungsi fisiologis saluran. Dengan kata lain, mengihindari maneuver mendadak dari EAC, perawatan untuk menghindari terlalu banyak penggunaan obat – obatan atau pengobatan pembedahan untuk kasus otitis media, menghindari keadaaan – keadaan yang dapat mengubah homeostasis local sangat penting dalam menekan perkembangan penyakit. Laporan kasus Pada tanggal 1 februari 2010, wanita berusia 41 tahun datang ke poli THT, rumah sakit M. Djamil dengan keluhan nyeri dan gatal di telinga kanan sejak 4 minggu yang lalu dan memburuk dalam 5 hari terakhir. Dia juga merasakan rasa penuh di telinga dan kehilangan pendengaran. Terdapat cairan serous yang keluar dari telinga kanan. Dia datang ke puskesmas sebelumnya dan mendapatkan obat tetes telinga dan obat oral tetapi dia lupa nama obatnya. Beberapa hari kemudian dia merasa keluhannya tidak berkurang hingga akhirnya dia datang ke poli THT rumah sakit M.Djamil. dia berusaha membersihkan telinga kanannya dengan Q-tips tetapi nyeri dan gatal semakin berat. Tidak ada riwayat penyakit telinga sebelumnya atau pengobatan sebelumnya. Dia dalam kondisi sehat dan tidak dalam pengaruh obat. Dia bukan seorang perenang dan tidak dalam keputihan atau gatal di bagian kelamin. Terdapat riwayat penggunaan tutup kepala sejak 20 tahun yang lalu dan terbuat dari nylon dan menggunakan nya 8 jam perhari. Dia bekerja di lingkungan yang lembab. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada telinga kanan, kami menemukan lubang telinga yang hiperemis dan debri putih keabu – abuan dengan nodul kehitaman dan filament canal yang masih baik. Terdapat cairan seros yang keluar. Membrane timpani masih utuh dan tidak ada kelainan pada telinga kiri. Tes garpu tala menunjukkan rinne negative pada telinga kanan dan positif pada telinga kiri. Terdapat lateralisasi pada tes weber pada telinga kanan dan schwabach yang memanjang pada telinga kanan. Kami mendapatkan material dari telinga kanannya dengan menggunakan KOH. Diagnosis otomikosis telah ditegakkan dan dia telah mendapat pengobatan gentian violet dan kami telah menggunakan toilet telinga sebelumnya. Wanita itu juga telah diminta untuk control ulang setelah berobat ke poli THT. Dia datang ke poli THT pada tanggal 3 februari 2010. Dia masih merasakan gatal dan rasa penuh di telinga tetapi nyeri yang dirasakan sudah mulai berkurang. Dari pemeriksaan fisik, terdapat edema yang berkurang pada saluran telinga sebelah kanan dan cairan serous yang minimal dan membrane timpani masih utuh. Pengobatan yang digunakan adalah gentian violet dan toilet telinga. Pada tanggal 5 februari 2010 patien tersebut datang kembali dan tidak lagi merasa gatal dan rasa penuh di telinga bagian kanan. Kami menemukan tidak ada lagi edema dan cairan yang keluar dan membrane timpani utuh dan tidak ada debris putih keabu – abuan. Pengobatan tetap dilanjutkan. Pada tanggal 7 februari 2010 dia tidak lagi mengeluhkan keluhan yang biasa ia rasakan, dan pada telinga bagian kanan kami tidak menemukan adanya lagi edema, tidak ada cairan discharge, dan tidak ada debris lagi. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan specimen yang didapat dari debris. Pemeriksaan mikroskopis mengungkapkan terdapat percabangan hifa septate dan spora. Dari pemeriksaan kultur dengan menggunakan agar sabouraud’s setelah 7 hari koloni powder kehitaman terbentuk dan dari pemeriksaan mikroskopis sama seperti Aspergillus niger. Diskusi Seorang wanita usia 41 tahun datang ke poli THT rumah sakit M.Djamil dengan keluhan nyeri, rasa gatal, dan penuh pada telinga serta kehilangan pendengaran. Ho et al dalam penelitian nya mencatat kejadian pruritus 23% dari seluruh kasus, otalgia dan otorrhea 48% ( dari 63 pasien). Kehilangan pendengaran ditemukan 43% kasus. Hal ini mirip seperti penelitian yang telah dilakukan Oscan yang menemukan kasus terbanyak yang memiliki gejala pendengaran seperti rasa gatal, otalgia, hilang pendengaran, cairan discharge, dan tinnitus. Otomikosis telah ditemukan diberbagai usia dan sama tingkat kejadiannya antara laki – laki dan perempuan. Tetapi di turkey, Ozcan menemukan 65 pasien (74,7%) memiliki riwayat penggunaan penutup kepala dalam jangka panjang. Kumar menemukan 29,6% kasus memiliki riwayat penggunaan sorban kepala. Pelaksanaan ini berhubungan dengan penyembuhan jangka panjang dari lubang telinga eksternal yang meningkat seiring dengan peningkatan kelembapan dalam saluran telinga yang menjadi predisposisi otomikosis Kebiasaan membersihkan telingan dengan bulu, kapas lidi, dan tangan yang tidak bersih diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan spora jamur di saluran telinga bagian luar terutama pasien dengan tingkat hygien yang jelek. Penemuan massa putih keabu – abuan dengan nodul kehitaman dan dengan filament dalam keadaan baik merupakan cirri khas dari otomikosis. Pada pemeriksaan mikroskopis kami menemukan hifa septate dan vesikel yang dilindungi dengan sterigma dan spora yang di cirri kan sebagai genus Aspergillus. Pemeriksaan mikroskopis secara langsung sebagai pengamatan laboratorium dlilakukan untuk mendeteksi dari elemen jamur menggunakan KOH 10%, pewarna gram negative, dan pewarna PAS. Hal ini dipastikan dengan pemeriksaan kultur dengan agar sabouroud, dimana terdapat jenis Aspergillus Niger. Kumar menemukan fungal yang umum terjadi pada pasien dengan otomikosis sebesar 43 kasus (52,43%) sama dengan fasunla menemukan 205 kasus (48,35%). Sedangkan Ozcan di turki menemukan 30 kasus (44,8%). Jadi dapat dipastikan otomikosis secara klinis banyak terdapat di daerah tropis dan subtropis. Jamur ini sering ditemukan sebagai agen penyebab otomikosis dan biasanya dalam bentuk non pathogen kecuali lingkungan yang memadai untuk membuat jamur ini berkembang Pada pasien ini terdapat otalgia dan penyempitan saluran pendengaran. Berdasarkan Yassin, otalgia dan berdasarkan Youssef penyempitan saluran telinga biasanya sering ditemukan pada penderita otomikosis. Kecuali juga terdapat infeksi bakteri. Pasien ini telah diterapi gentian violet. Gentian violet telah digunakan untuk pengobatan otomikosis sebagai tetesan anilin dengan efek sebagai antiseptic, antiinflamasi untuk meredakan edema pada saluran telinga, antibacterial untuk mengobati infeksi campuran (infeksi virus dan bakteri). Jenis regimen obat standar untuk penyakit otomikosis msih belum ditetapkan hingga sekarang. Belum ada persetujuan FDA (Food and Drugs Approval Bureau in United State) mengenai preparat antifungal untuk pengobatan telinga dalam pengobatan otomikosis. Banyak agen dengan beragam jenis preparat antimycotic yang telah digunakan dan para dokter sudah berusaha untuk mengetahui agent yang paling baik dan efektif dalam pengobatan ini. Walaupun begitu, penggunaan beberapa preparat topical antifungal telah bertahan sepanjang sejarah. Sebagai tambahan terapi topical, beberapa ulasan literature terhadap kebersihan telinga pada pengobatan otomikosis dan dengan diikuti pembersihan dari sekresi dan debris. Ketokonazole dan fluconazole merupakan jenis preparat azole antifungal yang bersifat spektrum luas. Ketoconazole topical merupakan preparat antifungal yang lebih disukai karena keberhasilannya terhadap kedua jenis jamur baik itu aspergillus dan candida. Ketoconazole telah menunjukkan keberhasilan 95 – 100% secara in vitro terhadap kedua jenis jamur. Gentian violet lebih disukai sebagai bahan solution dalam air. Obat ini telah di gunakan sejak tahun 1940an untuk mengobati otomikosis dan merupakan obat tetes aniline dengan antiseptic, anti inflamasi, antibacterial dan antifungal. FDA menyetujui penggunaannya karena tingkat keberhasilan hingga 80%. Keberadaan infeksi campuran telah dibuktikan pada otomikosis seperti stapilococus sp, pseudomonas sp, stapilococus aureus, e.coli dan klebsiella sp Pembersihan liang telinga termasuk pengobatan yang penting dalam tatalaksana otomikosis yang juga telah dikerjakan pada pasien ini. Kami menemukan faktor predisposisi pada pasien ini, dimana pasien tersebut sebelumnya telah melukai saluran telinga dengan Q-tips yang menyebabkan microtrauma dan ditambah dia sering menggunakan penutup kepala yang terbuat dari nylon. Bahan tersebut tidak dapat meyerap air dengan baik dan meningkatkan temperature dan kelembapan. Pasien disarankan untuk mengganti bahan penutup kepalanya dengan bahan yang lebih bisa menyerap keringat. Jangka waktu dari pengobatan ini dapat dari beberapa hari menjadi tahunan. Dalam melakukan follow up kemajuan pengobatan diamati. Edukasi yang baik dapat membantu menghilangkan faktor predisposisi dan mengembalikan fungsi fisiologis lingkungan. Otomikosis dapat menyerang tanpa gejala tetapi jika tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kejadian morbiditas berupa kehilangan pendengaran. Pada penelitian baru – baru ini terhadap 56 pasie (14,8%) didapatkan beragam derajat tuli konduktif. Prognosis pada pasien ini masih baik teteapi follow up tetap di butuhkan karena dapat menimbulkan kekambuhan.


Comments

Copyright © 2024 UPDOCS Inc.