Mens Agitat Molem
May 4, 2018 | Author: Anonymous |
Category:
Documents
Description
3/20/2015 MENS AGITAT MOLEM* : RIDWANSYAH YUSUF http://ganecapos.com/2015/03/mensagitatmolemridwansyahyusuf/ 1/6 TRENDING Information Center : Sisi Lain dari Ruang Galeri ITB yang Terlupakan Search... GANECA POS YOU ARE AT: Home » Opini » MENS AGITAT MOLEM* : RIDWANSYAH YUSUF HOME OPINI LENSA SASTRA & SENI E-PAPER TENTANG PERSMA LATEST GALLERIES 0 OPINIBY GANECAPOS ON 18 MARET 2015 MENS AGITAT MOLEM* : RIDWANSYAH YUSUF Konten dari opini ini bersifat perseorangan dan bukan mewakili Pers Mahasiswa ITB Ditulis oleh Andi Bhatara Mahasiswa Seni Murni Angkatan 2010 ITB Sebuah Surat Terbuka Terhadap Akun Twitter @udayusuf Saya ingin menyapa pemilik akun Twitter @udayusuf, dengan nama asli Ridwansyah Yusuf yang kemarin sempat membuat gegap gempita beberapa jalur komunikasi dunia maya para mahasiswa. Mengapa saya menulis surat ini? Bahwasanya, saya tergelitik akibat kicauan anda yang menuai polemik di media daring dan akhirnya sampai pula ke telinga saya lewat obrolan di meja makan bersama kawan-kawan saya, pun sama statusnya sebagai mahasiswa. Mungkin dapat saya awali dengan ucapan “maaf”, karena saya tidak terlalu mengenal anda dan berani-beraninya mengemukakan pendapat saya bersama surat ini. Namun, saya tahu beberapa informasi yang berseliweran tentang reputasi dan pergerakan anda, yang bagi saya pun, patut saya hormati. Maka dari itu, inilah bentuk saya menghormati anda, sekaligus merespon pemikiran yang sempat ramai tersebut dengan membuat tulisan ini. Bersama dengan itu saya harap anda maklum, bahwa tulisan ini adalah sebuah bentuk ekspresi saya pribadi dan dengan utopisnya, semoga dapat mewakili suara para mahasiswa yang sama gelisahnya seperti saya. Melihat pendapat yang ada di linimasa akun Twitter anda, bagi saya, hal tersebut beberapa sangat tepat untuk dilontarkan kepada mayoritas mahasiswa masa kini. Sedikit coba saya simpulkan, anda mempertanyakan kemana eksistensi dan ekspresi mahasiswa zaman sekarang, baik itu dalam ekspresi berpolitiknya maupun logikanya dalam berkemahasiswaan. Bagi anda, mahasiswa sekarang secara umum tidak peduli dengan kondisi masyarakat sekitar, karena mereka hanya melihat masyarakat yang ada di hadapan mereka, yaitu di kota. Bentuk kritik dan peran mengingatkan yang dimiliki mahasiswa sekarang pun tidak lagi lantang, dengan mengesampingkan bentuk http://ganecapos.com/ http://ganecapos.com/category/tentang-persma/ http://ganecapos.com/2015/03/information-center-sisi-lain-dari-ruang-galeri-itb-yang-terlupakan/ http://ganecapos.com/category/lensa/ http://ganecapos.com/category/opini/ http://ganecapos.com/wp-content/uploads/2015/03/morgan-animals.jpg http://ganecapos.com/author/ganecapos/ http://twitter.com/ganecapos http://ganecapos.com/category/opini/ http://ganecapos.com/category/opini/ http://ganecapos.com/ http://facebook.com/ganecapos http://ganecapos.com/ http://ganecapos.com/category/e-paper/ http://ganecapos.com/category/sastra-seni/ 3/20/2015 MENS AGITAT MOLEM* : RIDWANSYAH YUSUF http://ganecapos.com/2015/03/mensagitatmolemridwansyahyusuf/ 2/6 demonstrasi jalanan, yang dianggap oleh mayoritas, adalah sebuah tindakan yang kuno. Belum lagi, anda mengaitkan soal jas almamater yang dulu anda bangga kenakan ketika anda beraksi di jalanan, yang sekarang membuat anda tidak nyaman karena jas almamater tersebut dalam persepsi anda, malah dipakai dengan sangat parlente di kursi studio televisi, kerjanya hanya bertepuk tangan dan duduk manis ketimbang berdiri tegak menyuarakan suara rakyat. Saya memahami ketidaknyamanan anda, terutama ketika anda merefleksikannya ke almamater anda sendiri, dimana mahasiswanya hanya bisa membahas organisasinya sendiri dan melupakan konsep dasar dari aktivisme mahasiswa. Anda bahkan dengan tegas bilang, bahwa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) itu lebih baik dibubarkan, karena anda anggap memalukan, karena mayoritas mereka lupa tanggung jawabnya terhadap rakyat. Mahasiswa di mata anda, dicurigai lebih birokratis dari mahasiswa yang ada di zaman anda, wataknya individualis dan tidak dapat menanggapi hal tersebut, kajian dan diskusi sepi, jangankan turun ke jalan, kritik di media saja sedikit diutarakan. Mahasiswa menjadi anti kritik terhadap penguasa dan bukannya mengubah bangsa dengan lebih peduli terhadap kebijakan-kebijakan politis yang diberikan pemerintah. Sekiranya, begitulah yang dapat saya simpulkan, sesuai dengan maksud dari Yusuf sendiri. Lalu, dari sudut pandang saya, Yusuf sedang mencoba untuk melakukan suatu penyadaran dengan upaya Mens agitat molem atau dengan memberikan pemikiran yang mampu menggerakkan massa. Yusuf dengan kicauannya, berusaha untuk menyadarkan mahasiswa, dengan harapan agar mahasiswa merasa tersindir dan kemudian bergerak untuk memperbaiki bangsa ini. Saya berterima kasih kepada Yusuf, karena telah berusaha untuk membangkitkan kesadaran mahasiswa untuk lebih peduli pada rakyat dan bersuara untuk mengkritik para penguasa dengan membawa suara rakyat. Pada akhir kicauan Yusuf sendiri, bahwa setiap zaman punya cerita masing-masing, dan sekarang izinkan saya untuk menceritakan zaman yang saya alami di periode ini. Baik Yusuf, ataupun mahasiswa lainnya, mungkin sudah tahu dan paham betul dengan apa yang terjadi dengan dunia kemahasiswaan sekarang ini. Saat ini, dunia kemahasiswaan sedang mengalami masa yang sangat kritis, di mana dunia akademis dan non-akademis sudah sangat sulit untuk diberikan porsi waktu yang seimbang. Gerak kami jadi terbatas, dan sebagai mahasiswa yang uang jajan dan kuliahnya masih disediakan oleh orang tua, hal ini jadi sangat dilematis buat kami. Akan saya coba jelaskan secara singkat dan padat, bagaimana kondisi zaman yang sedang kami jalani. Pertama; sesuai dengan kicauan dari @kangrendy yang menimpali maksud baik Yusuf untuk menyadarkan mahasiswa, benar adanya bahwa kami mahasiswa habis energi dihajar 144 SKS tanpa ampun dengan waktu yang sangat pendek. Sedikit informasi tambahan, di kampus saya, kami harus menyelesaikan SKS tersebut dalam waktu 6 tahun, bahkan tahun ajaran baru ini, kami hanya diberi waktu 5 tahun. Belum lagi biaya kuliah yang mahal, dan karena uang kami masih disediakan oleh orang tua, maka kami harus lulus secepatnya dan seolah mesti membayar semua yang dihabiskan saat kuliah di waktu kami lulus dan bekerja. Kedua; sistem akademik kami yang lebih mengutamakan kepentingan pengusaha dan penguasa, sehingga akademik yang kami jalankan sudah tidak dapat dibedakan antara hakikatnya sebagai institusi pendidikan atau industri pendidikan, yang hanya memenuhi kepentingan mereka dengan menciptakan seperti apa yang Yusuf utarakan, robot baru, atau saya terjemahkan bahasanya, budak-budak baru yang digunakan kemampuannya untuk memenuhi kepentingan kaum tersebut. Hal ini dikarenakan orientasi pendidikannya yang berubah, bukan lagi mengembalikan dan mengaplikasikan ilmu tersebut ke masyarakat, tapi untuk menyejahterakan diri sendiri dan tanpa sadar memenuhi kepentingan perusahaan atau penguasa bersamanya. Ketiga; kegiatan non-akademik yang dilaksanakan di BEM ataupun Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), tidak lagi menunjang nilai atau suasana yang tidak didapat dalam akademik, melainkan lebih mengarah kepada keprofesian yang lebih menunjang karir kami untuk menjadi budak berikutnya. Selain hal tersebut, kegiatan lainnya tidak patut disebut sebuah pergerakan (movement) melainkan hanya sebuah acara biasa (event) yang diadakan bukan berdasarkan pada nilai semestinya yang dipegang teguh mahasiswa, berupa perubahan yang berbentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, atau dengan menyelesaikan permasalahan mereka. Keempat; mahasiswa masih menjalani pola yang mirip seperti suasana NKK/BKK dahulu, tetapi dengan cara yang lebih halus. Mahasiswa sampai sekarang masih dibatasi segala gerak-geriknya, dengan kontrol dari lembaga kemahasiswaan dan perangkat dosen yang mencoba melibatkan diri dalam ‘berkemahasiswaan’. Serta dikarenakan embel-embel bahwa BEM ataupun HMJ diberikan dana untuk berkemahasiswaan, maka secara tidak kelihatan, ada kontrol yang diberikan kepada mahasiswanya. Sebab itu, gerakannya jadi tidak mandiri dan tidak lagi bebas nilai seperti dahulu. Kelima; mahasiswa selalu diagung-agungkan sebagai seorang agen perubahan (agent of change), cadangan untuk 3/20/2015 MENS AGITAT MOLEM* : RIDWANSYAH YUSUF http://ganecapos.com/2015/03/mensagitatmolemridwansyahyusuf/ 3/6 masa depan (iron stock), penjaga nilai (guardian of value) dan kontrol sosial (social control). Sejarah mahasiswa selalu dibenturkan dalam pendidikan kaderisasi tapi tak pernah dibaca nilai dan pola pergerakannya, sehingga tidak dapat dibuktikan dalam sikap dan perbuatan generasi berikutnya. Menjadi mahasiswalah yang membuat mahasiswa menjadi angkuh, maka secara tidak sadar mereka lebih fokus terhadap statusnya sebagai mahasiswa, bukan pola dan nilai apa yang seharusnya dibawa dalam pergerakan. Hal tersebut melahirkan pergerakan yang kosong dan tidak bernilai, gerakan sampah yang hanya digunakan untuk menyenangkan diri sendiri dan memenuhi program kerja pemimpin yang terpilih. Masih banyak lagi yang ingin saya jelaskan, tapi setidaknya gambaran itulah yang semestinya dipahami bersama, bukan hanya oleh Yusuf tapi juga oleh seluruh mahasiswa. Kesimpulannya, mahasiswa tidak lagi dapat mencurahkan banyak waktunya untuk melakukan kegiatan (yang menurut mereka) tidak menunjang akademiknya. Sebab itu pula, mahasiswa tidak mampu mencurahkan waktunya untuk berpolitik dan terlibat dalam pergerakan kemasyarakatan. Secara perlahan, ia pun kehilangan perannya di lingkungan sosial, mahasiswa malah menjadi sebuah wacana kaum elit baru yang menginstitusikan dirinya dengan nama ‘mahasiswa’ dan menamai pergerakannya dengan embel-embel ‘mahasiswa’ yang maknanya telah dikonstruksi akibat poin kelima di atas. Tapi memang betul, seharusnya itu bukanlah menjadi alasan bagi mahasiswa untuk tetap bergerak demi masyarakat. Karena dia harus tahu, bahwa ilmu yang ia dapat di kampusnya sejatinya adalah untuk masyarakat. Sebab, dirinya lahir dari situ, belajar dari situ, dan berbuat untuk itu. Mahasiswa juga harus tetap berpolitik, tapi dalam subjek ini, mahasiswa tetap harus berpegang teguh pada politik nilai, bukan politik praktis ataupun politik kekuasaan. Nilai kemanusiaan, nilai keadilan, nilai persatuan dan perubahanlah yang harus terus dipegang, yang dilahirkan dari rentetan panjang sejarah kemahasiswaan Indonesia. Mahasiswa kita pelupa, memang betul, mereka angkuh dan sebenarnya pendahulunya lebih pelupa dan angkuh lagi. Bagi saya pribadi, kicauan Yusuf dalam linimasanya, bukan tidak berdasar, saya paham maksud substansial dari apa yang diutarakan Yusuf. Namun, dalam hal ini, saya ingin memberikan contoh bahwa anda adalah salah satu representasi dari generasi tua yang kurang mengerti dari apa yang anda singgung di akhir kicauan anda, sebuah ‘zaman’ yang didalamnya ada berbagai faktor dan elemen yang membentuknya. Dapat saya katakan, betul, bahwa sebenarnya kami sebagai mahasiswa, dan anda sebagai orang yang pernah mengemban status mahasiswa, juga paham bahwa setiap zaman memiliki ceritanya masing-masing. Serta, poin yang paling penting dari cerita zaman inilah yang saya rasa kurang dimengerti, bahwa di dalamnya terletak sesuatu yang membentuk sebuah jiwa para pelaku zamannya, yang disebut dengan Zeitgeist**. Tiap gerakan yang ada dalam zamannya, mecerminkan corak dan gaya pelaku zamannya sendiri-sendiri. Gerakan tersebut juga dibentuk dari kejadian dan kisah yang terjadi dalam zamannya, yang merupakan buah dari segala proses uji coba hingga akhirnya terjadilah sebuah perubahan. Sebuah Zeitgeist, dengan seluruh isi yang ada dalam zamannya, terekam dalam satu objek yang ketika dilihat kembali, kita dapat mengingat dan bahkan merasakan jiwa dari suatu zaman, yang nantinya disebut dengan artefak zaman. Lalu sekarang patut dipertanyakan, apa artefak terakhir kemahasiswaan yang dapat diingat kembali Zeitgeist-nya? Kita sama-sama tahu bahwa satu-satunya artefak kemahasiswaan terakhir yang merangkum Zeitgeist-nya adalah gerakan Reformasi Mahasiswa tahun 1998. Lalu artefak tersebut seolah-olah menjadi kiblat dari seluruh gerakan kemahasiswaan, dan hanya diambil fragmen-fragmennya. Ia sukses menjadi hegemoni yang ada dalam setiap benak mahasiswa yang mau bergerak. Gerakan tersebut ditiru, tanpa melihat pola-pola dan strategi yang pernah diambil dibaliknya. Turun ke jalan, melakukan unjuk rasa dengan demonstrasi, menyatakan sikap terhadap kebijakan penguasa, yang sebenarnya merupakan upaya terakhir setelah mahasiswa melakukan uji coba gerakan yang berulang-ulang dengan membantu dan menemukan apa sebenarnya kebutuhan masyarakat, kemudian melakukan pernyataan sikap sebagai salah satu upaya dari seluruh rancangan perubahan yang ingin dilakukan. Mahasiswa kita jadi latah, seluruh mahasiswa pasca 98 pun begitu, begitu juga saya dan anda. Satu hal yang kurang tepat kemudian, adalah orang yang selalu melakukan glorification dan beautification terhadap apa yang telah dilakukannya dahulu dan selalu digaungkan di masa sekarang, padahal hal tersebut sudah tidak relevan lagi untuk dilakukan sekarang. Belum lagi, mereka mendorong mahasiswa untuk melakukan hal yang hampir persis dilakukan dirinya ketika ia masih menjadi mahasiswa. Maka muncullah orang yang berani-beraninya membanggakan dirinya sendiri dan menunjukkan bahwa bentuk kemahasiswaan terbaik adalah mengkritik penguasa dengan segala tetek- bengek kebijakannya. Apalah itu kalau bukan menjadi angkuh? Memaksa mahasiswa sekarang dengan dinamika zamannya yang telah berbeda hampir 180 derajat untuk melakukan hal yang sama sesuai dengan masanya? Siapa anda berani-beraninya menentukan moralitas benar-salah suatu pergerakan kemahasiswaan yang seharusnya dilakukan oleh pelaku 3/20/2015 MENS AGITAT MOLEM* : RIDWANSYAH YUSUF http://ganecapos.com/2015/03/mensagitatmolemridwansyahyusuf/ 4/6 zaman itu sendiri? Ini menyatakan bahwa ialah orang tersebut tidak memiliki sikap yang berubah dan tidak dapat menyesuaikan pemikiran dengan Zetgeist yang sekarang. Ia hanyalah orang yang bangga dengan siapa dia dulu ketika ia menjadi mahasiswa, tidak lebih. Hal yang lebih lucu lagi, adalah mahasiswa yang membagikan cerita tersebut seperti kicauan Yusuf ke linimasa pribadinya, dengan harapan mahasiswa lain membacanya. Engkau harusnya malu, karena anda juga adalah mahasiswa yang merasa angkuh karena pura-pura rendah diri, bisa jadi dikarenakan beberapa kondisi yang tidak sehat. Pertama; adalah karena mahasiswa kita mengafirmasi bahwa mahasiswa sekarang memang tidak bisa melakukan pergerakan yang lebih baik dari mahasiswa sebelumnya. Kedua; adalah karena mahasiswa sekarang hanya sembarangan membagikan apa yang dia anggap menarik atau menyentil, karena dirinya termasuk bagian dari aktivis dunia maya yang bisanya hanya membagikan saja pemikiran orang lain tanpa membuatnya sendiri (click activist & keyboard warrior). Ketiga; adalah karena mahasiswa tersebut merasa bahwa dirinya juga termasuk salah satu yang melakukan glorification dan beautification terhadap gerakan yang telah dia lakukan, dan merasa bukan bagian dari apa yang dimaksud kicauan tersebut. Sehingga menciptakan sebuah klasifikasi baru antara mahasiswa yang bergerak dan tidak bergerak. Malangnya, mahasiswa kita lebih banyak termasuk dalam bagian ketiga, dan sedikit dari bagian yang kedua. Ini membuktikan Zeitgeist mahasiswa sekarang. Hal ini juga disadari sebagai dampak yang terjadi akibat glorification dan beautification yang secara terus-menerus dilakukan para pendahulunya. Sehingga membuntukan mahasiswa sekarang dan tidak dapat membuat Zeitgeist-nya sendiri, ia tidak dapat dengan bebas menentukan karena dipenjara oleh romantisme masa lalu yang didikte para pendahulunya. Hal tersebut juga menyebabkan mahasiswa tidak bisa memiliki ultdrukkigswijze (suatu cara mewujudkan) yang cocok dengan Zeitgeist yang cocok dengan zamannya. Terutama lagi, kita tidak akan mempunyai zelfbe-wustzijn (kesadaran diri) bahwa kita sedang berada dalam zaman yang berbeda dengan hegemoni 98 tersebut. Artinya, mahasiswa sekarang, terutama pasca gerakan mahasiswa 98, bisa dikatakan belum cukup mampu untuk mendefinisikan Zeitgeist, gaya dan coraknya (stijl) sendiri. Kalau memang reformasi 98 memerdekakan mahasiswa, maka janganlah kita merdeka dalam arti pergerakan saja, tapi juga dalam batin kita, untuk bebas memilih dan menyesuaikan pergerakan dengan zamannya. Maka dari itu, ia akan selalu menjadi latah dan tidak memiliki inisiatif lebih, ia dengan sendirinya akan terseret arus hegemoni tersebut. Ini membuktikan pula bahwa ternyata bahasa pergerakan mahasiswa tidak pernah berkembang dari dulu sampai sekarang. Mahasiswa harus diberikan kebebasan memilih Zeitgeist-nya sendiri, untuk menentukan moralitas pergerakan, mana yang benar dan salah, selama ia masih berpegang teguh pada prinsip dan kemurnian yang sejatinya memang dimiliki oleh mahasiswa. Ia harus memiliki stijlnya sendiri, yang tidak latah dan menjawab sebenar-benarnya kebutuhan zaman dan masyarakat di dalamnya. Bukan sekedar asal turun ke jalan ataupun menyatakan sikap kepada pemerintah, yang sebenarnya tidak pernah digubris oleh mereka. Mahasiswa pun harus berontak terhadap pendahulu yang seperti itu, kita harus pandang mata mereka dan bilang; “Bahwa aku, juga teman-temanku, atau mungkin bukan aku, mungkin besok, lusa, satu tahun atau sepuluh tahun lagi, kami akan bisa menunjukkan kepadamu bahwa kami juga mahasiswa sekarang sanggup membuat perubahan yang lima, sepuluh, seratus kali lebih besar daripada Reformasi 98!”. Kita harus siap menjadi mahasiswa masa kini, karena dengan itu adalah sikap keberanian menjadi kita, dengan segala kondisi yang kita alami. Cura Te Ipsum***, Ridwansyah Yusuf! Bukannya kami anti-kritik ataupun tidak kooperatif, tapi biarkan kami juga mengevaluasi diri dan para pendahulu sekalian. Anda telah lulus dan tidak mengemban status mahasiswa lagi, urusi urusan kalian sendiri, kalian sudah memiliki panggung yang lebih besar dan masalah yang lebih nyata untuk diselesaikan. Tidak perlu membesar- besarkan apa yang telah anda lakukan dahulu. Saya pikir, justru harusnya anda mengingatkan diri anda sendiri untuk bergerak lagi, bergerak bukan hanya ketika anda menjadi mahasiswa. Politik nilai harus tetap dipegang untuk anda semua yang telah pernah menjadi mahasiswa. Serta dengan itu, buktikan anda juga memiliki kemauan untuk membenahi permasalahan masyarakat, bukan hanya dengan mengkritik pemerintah ataupun mahasiswa lewat dunia maya. Kondisi Indonesia yang sekarang juga membuktikan, bahwa setelah Reformasi 98, para mahasiswa yang telah menjelma menjadi masyarakat, tidak pernah becus memperbaiki keadaan Indonesia selama hampir 17 tahun ini. Masyarakat kita masih menjerit-jerit saja, perubahan ekonominya juga tidak signifikan. Coba jangan cuma turun ke pasar saja, apalagi ketika subsidi 3/20/2015 MENS AGITAT MOLEM* : RIDWANSYAH YUSUF http://ganecapos.com/2015/03/mensagitatmolemridwansyahyusuf/ 5/6 LEAVE A REPLY Your Name Your Email Your Website BBM dicabut, coba turun ke Desa dan sentuh masyarakat marjinal dan petakan sebenar-benarnya masalah yang terjadi di masyarakat, lalu coba petakan, apakah daya beli mereka untuk membeli bahan pokok sudah sekuat kita? Untuk itu, harus dikatakan, untuk anda jangan mencampuri urusan mahasiswa, karena kami sedang mencoba untuk membenahi kesalahan yang terjadi karena ulah mahasiswa pendahulu yang bukannya bertanggung jawab, malah memaki-maki kami karena kondisi kami yang sulit untuk melakukan perubahan yang mereka mau. Tolong, urusi urusanmu sendiri, Cura Te Ipsum! Karena kami mahasiswa Indonesia, tahu kemana arah gerak dan perubahan ini mau kami bawa. Tulisan ini, saya buat tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap Yusuf, ataupun pendahulu mahasiswa lainnya. Seharusnya kita semakin sadar, bahwa untuk membenarkan permasalahan Indonesia dan masyarakatnya yang kompleks ini, bukan hanya dibutuhkan satu elemen saja, bukan hanya mahasiswa saja, tapi seluruh unsur yang ada di zaman kita, mari bersama-sama membentuk manusia Indonesia sekarang dengan Zeitgeist-nya yang cocok dengan masa kini. Demikianlah saya tutup surat ini, dengan mengutip ucapan Romo Mangun: “Tidak usah didramatisasi, setiap zaman, memiliki pahlawannya sendiri-sendiri”**** Saya ucapkan mohon maaf dengan amat sangat apabila ada kata yang tidak berkenan, saya tutup uraian ini. Saya harap, apabila Yusuf membaca ini pun, dapat memberi tanggapan, demi dialektika yang sehat untuk membangun wacana kemahasiswaan yang selama ini seperti yang dianggap oleh Yusuf, terbilang sepi dalam diskusi maupun tulisan. Agar kita bersama-sama dapat mengembalikan kesadaran mahasiswa di zaman ini untuk dapat menemukan Zeitgeist-nya dan dapat menentukan kembali posisinya di tengah-tengah masyarakat. Sekian. Andi Bhatara. Keterangan: * Mens agitat molem (Lat.): Pikiran yang menggerakkan massa ** Zeitgeist (Jer.): semangat dan jiwa zaman *** Cura te ipsum (Lat.): urusi urusanmu sendiri **** Mangunwijaya, Y.B. Burung-Burung Rantau. Gramedia Pustaka Utama. 1992. Ilustrasi: J.J. Grandville, Conjugate The Present Indicative ‘I Am Bored’, We Are Tired, You Tire Us. 17,8 cm x 19,8 cm Plate 22, Hand Coloured Litograph. 1829. @udayusuf Andi Bhatara BEM Indonesia ITB mahasiswa rakapare Ridwansyah Yusuf Achmad twitter http://ganecapos.com/tag/itb/ http://ganecapos.com/tag/rakapare/ http://ganecapos.com/tag/twitter/ http://ganecapos.com/tag/indonesia/ http://ganecapos.com/tag/udayusuf/ http://ganecapos.com/tag/andi-bhatara/ http://ganecapos.com/tag/ridwansyah-yusuf-achmad/ http://ganecapos.com/tag/bem/ http://ganecapos.com/tag/mahasiswa/ 3/20/2015 MENS AGITAT MOLEM* : RIDWANSYAH YUSUF http://ganecapos.com/2015/03/mensagitatmolemridwansyahyusuf/ 6/6 TENTANG GANECA POS Online Produk dari Pers Mahasiswa ITB. Update tiap minggu. Lebih cepat, isu tetap hangat. Untuk berlangganan, masukkan emailmu kesini Email Address SUBMIT 0 3 0 BERITA TERPOPULER 18 MARET 2015 MENS AGITAT MOLEM* : RIDWANSYAH YUSUF 28 FEBRUARI 2015 Nasib KM ITB Belum Pasti, LK Percayakan 1,4 M untuk Kemahasiswaan 21 FEBRUARI 2015 Kongres KM ITB Beri Kepastian Soal Pemira FLICKR PHOTOS Copyright © 2015 GANECA POS Online by Pers Mahasiswa ITB. All rights reserved. Tentang · Kirim Artikel · Hubungi POST COMMENT Your Comment Beritahu saya akan tindak lanjut komentar melalui surel. Beritahu saya akan tulisan baru melalui surel. http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/8122661150/ http://ganecapos.com/kirim-artikel/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/9391366956/ http://ganecapos.com/tentang/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/8681566188/ http://ganecapos.com/2015/02/nasib-km-itb-belum-pasti-lk-percayakan-14-m-untuk-kemahasiswaan/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/15522706046/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/10217169844/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/15161220656/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/10412001266/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/8436780884/ http://ganecapos.com/2015/03/mens-agitat-molem-ridwansyah-yusuf/ http://ganecapos.com/2015/02/nasib-km-itb-belum-pasti-lk-percayakan-14-m-untuk-kemahasiswaan/#comments http://ganecapos.com/2015/02/kongres-km-itb-beri-kepastian-soal-pemira/#comments http://ganecapos.com/2015/03/mens-agitat-molem-ridwansyah-yusuf/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/13965306323/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/9163716976/ http://ganecapos.com/2015/02/nasib-km-itb-belum-pasti-lk-percayakan-14-m-untuk-kemahasiswaan/ http://ganecapos.com/hubungi/ http://ganecapos.com/2015/02/kongres-km-itb-beri-kepastian-soal-pemira/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/8075637825/ http://www.flickr.com/photos/markjsebastian/10278343103/
Comments
Copyright © 2025 UPDOCS Inc.