kal_el 13_12ok

May 5, 2018 | Author: Anonymous | Category: Documents
Report this link


Description

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri farmasi di Indonesia memiliki peran dalam upaya mencukupi kebutuhan obat yang bermutu, berkhasiat dan aman melalui penerapan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB merupakan pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu, bertujuan untuk menjamin produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk menjamin bahwa produk obat yang diproduksi dan dipasarkan terjamin mutu, kemanjuran, dan keamanannya, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/MENKES/SK/II/1988 pada tanggal 2 Februari 1988. Kebijakan CPOB mencakup ketentuan mengenai manajemen kualitas, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, dan obat kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi. PT Kalbe Tbk. adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang farmasi yang memproduksi obat-obatan dalam berbagai sediaan. Obat–obatan dikonsumsi oleh orang yang sakit, yang pada umumnya lemah sehingga tidak boleh mengandung bahan pencemar baik mikroba yang dapat menyebabkan penyakit lain, maupun pencemar kimia atau bahan asing yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan mutu yang dilakukan dari bahan awal, selama proses hingga akhir proses dan didapatkan obat jadi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin agar produk obat senantiasa memenuhi spesifikasi, kemurnian, kekuatan dan karakteristik yang telah ditetapkan sehingga obat yang dikonsumsi dapat berfungsi dengan baik. Salah satu contoh pengawasan mutu yang dilakukan adalah pengujian produk jadi, dimana parameter pentingnya adalah analisis kandungan zat aktif dalam sediaan krim. Dalam hal ini akan di ambil sampel krim yang 1 mengandung zat aktif Ketoconazole, Miconazole, dan Metronidazole dilakukan dengan menggunakan instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Tujuan 1. Tujuan Umum Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa baik dalam mata kuliah maupun praktikum yang telah diperoleh di bangku kuliah dan laboratorium untuk penerapan di lapangan. 2. Tujuan Khusus Mengetahui aplikasi ilmu yang diajarkan di perkuliahan, terutama penggunaan KCKT dalam menganalisa zat aktif dalam dunia perindustrian terutama dalam bidang farmasi . Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang Praktik kerja lapang dilaksanakan dari tanggal 17 april 2011 sampai dengan tanggal 18 Mei 2011 di Laboratorium kendali mutu (QC) PT. Kalbe Farma Tbk. 2 BAB II TINJAUAN UMUM PT KALBE FARMA Tbk. Sejarah PT Kalbe FarmaTbk. PT. Kalbe Farma Tbk. mulai berdiri pada tanggal 10 September 1966 dengan didasari keinginan untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam pengadaan obat yang berkualitas. Kegiatan industri ini pertama kali didirikan di Jalan Simpang I no. 1 Tanjung Periok Jakarta Utara dibawah pimpinan Dr. B. Setiawan. Tujuan pendirinnya adalah untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan dan derajat kesehatan masyarakat pada khususnya. Tujuan ini dicerminkan dalam moto PT. Kalbe Farma Tbk. yaitu MENGABDIKAN ILMU KESEHATAN UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN. Dalam rangka meningkatkan pelayanan penyediaan obat sebagai tuntutan atas meningkatnya kebutuhan dan kesadaran masyarakat akan obat dan kesehatan serta memenuhi peraturan pemerintah mengenai industri farmasi yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI maka pada bulan April 1972 PT. Kalbe Farma Tbk. melakukan perluasan usahanya dengan memindahkan usaha ke Jalan Ahmad Yani, Pulo Mas, Jakarta Timur. Berdasarkan SK Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 352/X/BKPM/VII/74/PMDN pada tanggal 15 Agustus 1974 PT. Kalbe Farma Tbk.mendapatkan status PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Dalam rangka pengembangan produk dan penyempurnaan CPOB maka didirikan bangunan pabrik baru yang berlokasi di kawasan Industri Delta Silikon 3 Cikarang, Bekasi. Kegiatan PT. Kalbe Farma Tbk. mulai dialihkan secara bertahap dari Pulomas ke Cikarang pada tahun 1997. Pabrik baru tersebut diresmikan pada tanggal 17 Desember 1998 bersamaan dengan diterimanya sertifikat ISO 9001. Kini PT. Kalbe Farma Tbk. telah melakukan up grading dan memperoleh pengakuan ISO 9001 versi tahun 2000 yang lebih menekankan pada kepuasan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan dan perbaikan yang berkesinambungan. Selain itu PT. Kalbe Farma juga telah memperoleh sertifikat ISO 14000 mengenai Lingkungan dan OHSAS 18000 mengenai K3. PT. Kalbe Farma Tbk. berkembang mulai dari produk pertama yang dihasilkan Bioplacenton sampai kini berbagai macam produk farmasi. Produk yang dihasilkan meliputi produk OTC, produk etikal, makanan kesehatan dan veteriner. PT. Kalbe Farma Tbk. memiliki distributor tunggal yang didirikan pada tahun 1980 dengan nama PT. Enseval Putra Megatrading. Berdirinya distributor ini bertujuan untuk mempermudah distribusi produk ke seluruh wilayah Indonesia. Dalam sejarah perkembangannya PT. Kalbe Farma Tbk. untuk pertama kali mendaftar di Bursa Efek Jakarta pada tanggal 30 Juli 1991. Selain itu PT. Kalbe Farma juga melakukan akuisisi perusahaan farmasi seperti PT. Bintang Toedjoe (1985), PT. Dankos Laboratories (1977), PT. Hexpharm Jaya (1985), PT. Sanghiang, dan PT. Saka Farma (1997). Pada tahun 2005 dilakukan konsolidasi Grup Kalbe dan konsolidasi tersebut telah memperkuat kemampuan produksi, pemasaran dan keuangan perseroan sehingga meningkatkan kapabilitas dalam rangka memperluas usaha Kalbe baik di tingkat lokal maupun internasional. Kalbe telah menjual produk-produknya pada 4 pasar Asia dan Afrika, sebagai suatu usaha ekspansi pasar. Akhir tahun 2005 Kalbe telah mendirikan tujuh pasar di luar Indonesia yaitu di Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Myanmar, Srilanka dan Afrika Selatan. Perseroan telah berhasil memposisikan merek-mereknya sebagai pemimpin di dalam masing-masing kategori terapi dan segmen industri tidak hanya di Indonesia namun juga di berbagai pasar internasional, dengan produk-produk kesehatan dan obat-obatan seperti Promag, Mixagrip, Woods, Komix, Prenagen, dan Extra Joss. Saat ini, Kalbe adalah salah satu perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara yang sahamnya telah dicatat di bursa efek. Visi dan Misi Visi Kalbe Farma memiliki visi “ to improve health for a better life “ atau Mengabdikan ilmu kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik. Misi PT Kalbe Farma Tbk. memiliki misi Menjadi perusahaan kesehatan terbaik yang di indonesia yang yang selalu menjujung tinggi nama baik, inovasi, dan manajemen yang mengesankan. 5 Struktur Organisasi Quality Control PT Kalbe Farma Tbk Struktur Organisasi Laboratorium Quality Control PT. Kalbe Farma Laboratorium Kendali Mutu/Quality Control di PT Kalbe Farma Tbk sebagai pusat pengendalian dan pengawasan mutu produk, mempunyai struktur organisasi sebagai berikut: Kepala Laboratorium Quality Control Kepala Sie. Obat Jadi (finishing product) Kepala Sie. Wadah Kemasan (packaging) Kepala Sie. Bahan Baku (raw material) Kepala Sie. Mikrobiologi (bio assay) Gambar 1. Struktur Organisasi Laboratorium Quality Control Dari bagan di atas, terlihat bahwa laboratorium Quality Control dikepalai oleh seorang Kepala Laboratorium yang kemudian dibawahnya adalah para kepala seksi dari tiap-tiap pemeriksaan, diantaranya seksi pemeriksaan Bahan Baku (Raw Material), seksi pemeriksaan produk/Obat Jadi (Finishing Product), seksi pemeriksaan Mikrobiologi (Bio Assay), dan seksi Wadah/Kemasan (Packaging). Adapun tugas dari masing-masing seksi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Seksi pemeriksaan bahan baku (raw material) 6 Pada seksi ini terdapat pemeriksaan kualitas semua bahan baku baik secara fisik, maupun secara kimia. Adanya pemeriksaan di bahan baku sangat penting sekali, karena bahan baku merupakan bahan utama atau bahan tambahan yang diperlukan pada proses pembuatan/produksi produk atau obat itu sendiri, sehingga berpengaruh pada produk/obat yang dihasilkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya pemeriksaan secara menyeluruh agar dihasillkan produk yang mengikuti standar yang diperlukan. 2. Seksi pemeriksaan produk/obat jadi (finishing product) Pada seksi ini, semua obat di periksa mulai dari proses pencampuran sampai obat tersebut akan dan siap untuk dipasarkan. Seksi ini memegang keputusan terakhir apakah kadar zat aktif dari obat tersebut memenuhi standar persyaratan atau tidak untuk dipasarkan. 3. Seksi pemeriksaan mikrobiologi (bio assay) Pada seksi ini, terdapat pengujian potensi antibiotika, pengujian sterilita pada bahan baku, produk steril, dan air untuk injeksi, pengujian angka mikroba, angka jamur/ragi, dan lain-lain. Seksi ini juga memeriksa kesterilan botol-botol untuk wadah injeksi serta melakukan pengujian angka kuman ruang di bagian produksi, untuk memantau kondisi ruangan agar tetap steril dan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. 4. Seksi wadah/kemasan (packaging) Pada seksi ini, terdapat pemeriksaan kualitas wadah obat sebagai pembungkus obat, karena wadah tidak boleh mempengaruhi bahan yang ada didalamnya, baik secara fisik maupun secara kimia serta tidak boleh mengakibatkan perubahan 7 khasiat, mutu dan kemurniannya. Wadah sebagai pembungkus obat terdiri dari dua jenis, yaitu: a. Wadah yang langsung berhubungan dengan obat, disebut sebagai kemasan primer b. Wadah yang tidak langsung berhubungan dengan obat, disebut sebagai kemasan sekunder Tugas-Tugas Utama Laboratorium Quality Control PT Kalbe Farma Tugas-tugas utama dari laboratorium Quality Control adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjamin kualitas dan kemurnian dari bahan baku, wadah, dan kemasan sesuai standar yang ditetapkan, 2. Menjamin kualitas produk/obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan, 3. Melindungi konsumen dari bahaya keracunan dan kesalahan pemakai obat, 4. Menjaga nama baik perusahaan kepada masyarakat mengenai mutu obat yang dihasilkan, 5. Mengendalikan kualitas sarana produksi, 6. Mencegah proses ulang tahap cetak isi, 7. Evaluasi “Retained Sample”. Definisi-definisi yang Berhubungan dengan Kegiatan di Laboratorium Quality Control Ada beberapa definisi yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari di laboratorium Quality Control, diantaranya sebagai berikut: 8 1. Bahan awal Semua bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam produksi obat, 2. Bahan baku (raw material) Semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak, yang berubah maupun tidak, yang digunakan dalam pengolahan obat, walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. 3. Bahan pengemas (package material) Semua bahan yang dipakai dalam proses pengemasan produk ruahan untuk menghasilkan bahan jadi. 9 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Obat Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, obat adalah bahan yang digunakan untuk mengurangi dan menghilangkan penyakit serta menyembuhkan orang dari penyakit. Dapat dikatakan obat adalah suatu zat atau campuran beberapa zat yang memiliki sifat sebagai pencegah atau penyembuh suatu penyakit. Daya kerja suatu obat akan bersifat aktif dan menguntungkan jika diberikan dalam dosis yang sesuai. Menurut pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, obat adalah setiap bahan atau campuran bahan yang dibuat dan ditawarkan untuk dapat dijual atau disajikan, yang berguna untuk: 1. Pengobatan, pencegahan, atau diagnosis suatu penyakit, kelainan fisik atau gejalanya pada makhluk hidup. 2. Pemulihan, perbaikan, dan pengubahan fungsi organik pada makhluk hidup. Obat terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu : 1. Obat Generik, yaitu obat jadi dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia untuk zat aktif yang dikandungnya. Obat ini diedarkan dengan nama generik dan dengan mencantumkan logo khusus pada penandaannya. 2. Obat Esensial, yaitu obat yang paling banyak dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat. 3. Obat Tradisional, yaitu obat yang didapat dari bahan alam (mineral, tumbuhan, hewan). Obat jenis ini diolah secara sederhana dan digunakan dalam pengobatan tradisional. Obat terdiri dari beberapa komponen yang menjadikan obat tersebut menjadi berkhasiat. Agar obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal, 10 maka dibuat dalam berbagai bentuk sediaan. Sediaan obat terdiri dari bahan berkhasiat (zat aktif) dan bahan penolong (bahan tambahan). Seluruh bahan baku yang digunakan harus diuji terlebih dahulu baik kualitas maupun kuantitasnya. Sumber obat-obatan dapat berasal dari tumbuhan, hewan, bahan mineral, sintesis kimia, dan lain-lain. Bentuk Sediaan Obat Bentuk sediaan obat diantaranya : 1. Tablet Tablet adalah sediaan padat kompak dengan bentuk pipih atau sirkuler, kedua permukaanya rata atau cembung, mengandung satu zat aktif atau lebih, dengan atau tanpa bahan tambahan yang dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengikat dan zat pengembang. Untuk melindungi zat aktif dari udara, kelembaban, cahaya, bau, menutupi rasa, membuat penampilan lebih baik, dan mengatur tempat pelepasan pada saluran pencernaan maka tablet mengalami proses penyalutan. • Tablet Salut Gula Pada umumnya tablet disalut dengan gula dari suspensi dalam air yang mengandung serbuk yang tidak larut seperti pati, kalsium karbonat, talk, dan untuk estetika zat penyalut bagian luar biasanya diwarnai. • Tablet Salut Selaput Tablet jenis ini disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut dalam air. Biasanya lapisan ini bewarna dan dapat pecah dalam lambung atau usus. • Tablet Salut Enterik Jika obat dapat larut oleh cairan lambung, maka diperlukan suatu bahan penyalut enterik yang bertujuan menunda pelepasan obat di lambung. 11 2. Kapsul Kapsul adalah sediaan berbentuk serbuk padat yang diisikan dalam cangkang kapsul. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin atau dapat juga dibuat dari selulosa. • • Kapsul keras adalah kapsul yang menggunakan cangkang kapsul yang terbuat dari gelatin dalam berbagai ukuran. Kapsul lunak adalah kapsul yang menggunakan kapsul dasar yang terbuat dari campuran gelatin, gliserol dan sorbitol atau metil selulosa dalam perbandingan tertentu sesuai dengan kekerasan kapsul yang diinginkan. 3. Kaplet Kaplet adalah sediaan obat yang pada dasarnya adalah tablet berbentuk kapsul (kaplet merupakan singkatan dari kapsul tablet). 4. Krim Krim merupakan sediaan obat setengah padat (semi solid). Di bidang farmasi, sediaan krim dibuat dalam bentuk emulsi M/A (minyak dalam air) untuk basis yang dapat dicuci dengan air, dan emulsi A/M (air dalam minyak). Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M seperti garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misalnya Ca. Krim M/A menggunakan zat pengemulsi campuran surfaktan (jenis lemak ampifil) yang merupakan rantai panjang alkohol. Untuk menstabilkan krim biasanya ditambahkan antioksidan dan pengawet. 5. Injeksi Injeksi adalah sediaan obat steril berupa larutan emulsi, dapat berupa serbuk halus dari zat aktif suatu obat yang dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu dengan pelarut yang cocok sebelum digunakan. Penggunaan injeksi ini dengan cara menyuntikan ke dalam tubuh melalui selaput lendir tubuh. 12 6. Sirup Sirup adalah sediaan obat yang berbentuk cairan ataupun kering. Sirup berbentuk cairan menggunakan zat tambahan berupa larutan yang mengandung sakarosa, dengan kadar sakarosa tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%. Sedangkan untuk sirup kering zat tambahannya berupa cairan yang cocok, dicampurkan bila akan dikonsumsi. B. Ketoconazole Ketoconazole adalah suatu senyawa yang bersifat anti jamur yang biasa menyerang daerah kulit dan aliran darah. Ketoconazole biasa di jual dalam berbagai sediaan bisa berupa tablet, krim, atau sampo. Ketoconazole merupakan senyawa turunan dari senyawa imidazole yang bersifat lipidafilik yang akan terkumpul dan terakumulasi di jaringan lemak. Ketoconazole di tubuh bekerja dengan menghambat?merusak jaringan lemak pada dermatopitas atau pun ragi dari beberapa jamur diantaranya Candida Albicans. . Ketoconazole memiliki wujud fisik berupa serbuk putih dengan rumus molekul C26H28Cl2N4O4 dan bobot molekul 531,431 g/mol dengan nama IUPAC 1-[4-(4-{[(2R,4S)-2-(2,4-Dichlorophenyl)-2-(1H-imidazol-1-ylmethyl)1,3-dioxolan-4-yl]methoxy}phenyl)piperazin-1-yl]ethan-1-one. Adapun rumus bangunnya adalah sebagai berikut: Gambar 2. Rumus Bangun Ketoconazole C. Miconazole 13 Adalah senyawa kimia organik turunan dari imidazole yang memiliki sifat anti jamur yang biasa digunakan pada jaringan kulit (topikal) dan membran mukosa akibat infeksi oleh jamur. Miconazole memiliki aktivitas anti jamur terhadap dermatofit dan khamir, serta beberapa bakteri kokus dan basil gram positif. Miconazole sendiri berwujud serbuk putih dengan rumus bangun C18H14Cl4N2O dengan bobot molekul 416.127 g/mol. Dan nama UIPAC (RS)1-(2-(2,4-Dichlorobenzyloxy)-2-(2,4-dichlorophenyl)ethyl)-1H-imidazole. Dan rumus bangunnya : Gambar 3. Rumus Bangun Miconazole. D. Metronidazole Merupakan senyawa imidazole yang memiliki sifat anti protozoa terutama golongan Entamoeba Hystolitica yang biasa menyerang manusia dan primata terutama jaringan jaringan yang memiliki lendir dan basah seperti pencernann dan ovarium. Wujud fisik Metronidazole berupa serbuk putih memiliki rumus molekul C6H9N3O3 dengan berat mulekul 171,15 g / mol. Dan nama IUPAC 2-(2methyl-5-nitro-1H-imidazol-1-yl)ethanol. Serta rumus bangun nya: 14 Gambar 4. Rumus Bangun Metronidazole. E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satunya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu.eh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satunya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) melakukan pemisahan terhadap komponen yang tidak mudah menguap dan tidak tahan terhadap pemanasan. Pemisahan pada kromatografi, termasuk KCKT, didasarkan pada perbedaan kesetimbangan komponen sampel di antara fase diam dan fase gerak. Fase gerak dapat berupa eluen tunggal, sehingga diperoleh elusi isokratik. Fase gerak dapat juga berupa campuran dengan konsentrasi bervariasi selama proses elusi, sehingga menghasilkan gradien konsentrasi, prosesnya disebut elusi gradien. Fase diam yang digunakan dapat berupa cairan atau padatan, sedangkan fase geraknya adalah cairan. Prinsip kerja dari HPLC adalah pelarut dari reservoir dipompa dengan tekanan yang cukup tinggi ke dalam injektor. Bila contoh dimasukkan ke dalam injektor maka contoh tersebut akan terbawa oleh pelarut dan masuk ke dalam kolom kemudian proses pemisahan terjadi di dalam kolom tersebut. Komponen yang telah dipisahkan dalam kolom terus mengalir ke dalam kolom dan detektor, kemudian sinyal yang dihasilkan diteruskan ke recorder/integrator, kemudian ke luar dalam bentuk kromatogram atau peak sebagai print out. 15 Saat ini, KCKT digunakan untuk melakukan analisis terhadap industri farmasi, cairan biologis, polimer alami dan sintetis, cemaran lingkungan, dan berbagai senyawa anorganik dan unsur dalam konsentrasi sangat kecil. Efisiensi kolom yang tinggi pada KCKT sebanding dengan sistem kolom kapiler pada kromatografi gas, disebabkan pengaturan dapat dilakukan terhadap fase diam dan fase gerak. Keuntungan lainnya adalah detektor KCKT biasanya nondestruktif sehingga memudahkan pengumpulan kembali komponen sampel yang dapat dianalisis menggunakan metode lanjutan. Pemasukan sampel dapat dilakukan secara otomatis, deteksi sampel berlanjut menghasilkan peningkatan presisi dan akurasi. Mengatasi keterbatasan kromatografi gas, sistem KCKT bukan lagi merupakan sistem pendamping, tetapi memegang peranan paling penting dibandingkan sistem kromatografi lainnya. Mekanisme pemisahan dominan yang terjadi dalam sistem KCKT ditentukan oleh jenis kolom yang digunakan. Terdapat kemungkinan terjadi lebih dari satu proses pemisahan dalam satu kolom. Dibandingkan dengan kromatografi gas, KCKT memiliki sistem pemisahan yang lebih banyak, terdapat kemudahan dalam mengubah kekuatan elusi fase gerak. Mekanisme yang mungkin adalah adsorpsi, partisi, penukar ion, dan eksklusi. • Adsorpsi Kromatografi adsorpsi, sering juga dinyatakan sebagai kromatografi padat-cair atau kromatografi fase normal. Istilah fase normal menunjukkan digunakannya fase diam polar dengan fase gerak nonpolar. Sebagai fase diam digunakan adsorben berpori yang pada sisi-sisinya memiliki gugusan hidroksil baik yang bebas maupun yang berikatan. Gugusan tersebut akan menjadi sisi aktif yang menyebabkan interaksi permukaan terhadap molekul terlarut dalam fase gerak. Fase gerak yang digunakan berupa pelarut non polar. Saat sampel dimasukkan ke dalam kolom, molekul dengan gugus fungsi yang bersifat polar akan tertarik oleh sisi aktif fase diam, kemudian digantikan oleh molekul polar dari fase gerak, selanjutnya diadsorp kembali oleh sisi aktif 16 hingga keluar dari kolom. Molekul yang lebih polar akan diadsorp lebih kuat dibandingkan molekul yang kurang polar. Fase diam yang dapat digunakan diantaranya adalah silika dan alumina. • Partisi Teknik ini didasarkan pada distribusi analat dalam fase diam dan fase gerak. Teknik ini dapat digunakan untuk sistem kromatografi fase normal (normal phase) atau fase terbalik (reverse phase). Pada sistem fase terbalik, fase yang digunakan bersifat non polar sedangkan fase gerak polar digunakan untuk mengelusi komponen dalam kolom. • Penukar Ion Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan tingkat afinitas ion-ion dalam larutan terhadap kumpulan ion bermuatan yang terdapat pada kolom. Gugus fungsi alami yang menjadi sisi aktif penukar ion adalah amonium kuartener untuk anion dan asam sulfonat untuk kation. • Eksklusi Kromatografi eksklusi dikenal juga dengan sebutan kromatografi gel, filtrasi gel atau permeasi gel. Mekanisme pemisahan yang terjadi berdasarkan pemilihan ukuran partikel molekul. Molekul akan terdifusi dalam pori dengan ukuran tertentu. Molekul yang lebih kecil akan mengalami pemisahan berdasarkan ukurannya. Bagian-Bagian KCKT Pada dasarnya KCKT terdiri dari sistem pompa, tempat penyuntikan analat (injektor), kolom, detektor, dan perekam. 17 Gambar 5. Diagram KCKT KCKT memiliki beberapa komponen-komponen penting yang bekerja saling berkesinambungan. Berikut ini akan dijelaskan komponen-komponen penting dalam sistem KCKT. Sistem Pemompaan Peralatan yang digunakan sebagai pompa dalam sistem KCKT memiliki beberapa persyaratan, yaitu : a. Menghasilkan tekanan hingga 6000 psi b. Keluaran yang bebas denyut c. Kecepatan alir dalam kisaran 0,1 – 10 mL/menit d. Pengaturan kecepatan alir dengan keterulangan relatif yang baik (kesalahan < 0,5%) e. Tahan korosi Terdapat tiga jenis pompa yang sering digunakan dalam sistem KCKT. a. Pompa reciprocating Pompa jenis ini adalah jenis pompa yang paling banyak digunakan. Sekitar 90% peralatan komersial menggunakan pompa jenis ini. Pada pompa jenis ini, larutan dipompakan dengan gerakan maju mundur piston yang digerakkan oleh motor penggerak. Terdapat dua buah bola yang berperan sebagai katup pembuka dan penutup yang mengontrol masuknya solven ke 18 dalam tabung pompa. Kelemahan pompa jenis ini adalah masih dihasilkannya denyut yang harus diredam dengan pengaturan baseline pada kromatogram. Sedangkan kelebihan pompa ini adalah volume internalnya kecil (35-400 µL), tekanan hingga 10.000 psi, kemampuan untuk adaptasi menggunakan elusi gradien, aliran yang konstan sehingga terbebas dari tekanan balik kolom dan akibat dari kekentalan solven. b. Displacement Pump (pompa sistem penggantian) Sistem penggantian menggunakan sebuah wadah besar seperti syringe dengan sebuah penekan yang digerakkan oleh motor. Menghasikan aliran yang bebas tekanan balik, tidak dipengaruhi kekentalan, dan bebas denyut. Kekurangan pompa jenis ini adalah kapasitas pompa terbatas hanya 250 mL dan cukup sulit saat solven harus mengalami penggantian. c. Pneumatic Pump (pompa tekanan udara) Bentuk paling sederhana sebuah pompa tekanan udara merupakan wadah yang ditekan oleh gas bertekanan tinggi. Harga relatif murah dan bebas denyut merupakan kelebihan pompa jenis ini. Kekurangannya terletak pada kapasitas terbatas, tekanan keluaran terbatas hanya sekitar 5000 psi, dipengaruhi oleh tekanan balik dan kekentalan solven dan tidak dapt digunakan untuk sistem elusi gradien. Sistem Fase Gerak Fase gerak yang berupa cairan disimpan dalam sebuah wadah yang dapat menampung fase gerak. Penampung fase gerak KCKT harus digunakan suatu wadah yang tahan terhadap pelarut-pelarut organik atau pelarut dapar lainnya. Biasanya wadah ini digunakan erlenmeyer yang dilengkapi dengan penutup atau botol dari teflon atau plastik. Komposisi dari pelarut atau fase gerak dalam KCKT adalah salah satu dari variabel yang memengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang sangat luas pada 19 solven yang digunakan untuk KCKT. Dalam memilih pelarut KCKT, maka diperlukan syarat-syarat sebagai berikut: • Mudah didapat. • Relatif tidak bereaksi dengan komponen yang diperiksa dan melarutkan contoh dengan baik. • Tidak mengubah fase diam. • Pelarut yang digunakan bersifat murni, bebas dari segala macam pengotor. • Memenuhi persyaratan untuk melintasi detektor. • Tidak merusak bagian-bagian peralatan. • Mempunyai viskositas rendah, untuk campuran beberapa macam pelarut harus mempunyai daya campur yang baik. Tempat penyimpanan fase gerak pada KCKT modern sudah dilengkapi alat-alat khusus seperti penghilang gas (degassing) ataupun penyaring. Peroses degassing sangat diperlukan karena bertujuan untuk menghilangkan gas-gas yang ada dalam fase gerak terutama pelarut-pelarut polar. Adanya gas-gas dalam fase gerak akan menyebabkan kinerja pompa menurun dan menyebabkan kemungkinan terjadinya reaksi dengan sampel maupun fase gerak dalam kolom sehingga menimbulkan kesalahan analisis. Partikel yang ada dalam fase gerak juga harus dihilangkan karena dapat mengganggu pengukuran detektor dan penyaring juga dapat tersumbat. Untuk menghilangkan partikel dalam fase gerak maka fase gerak tersebut harus disaring dengan membran filter Ø 0,45 μm untuk fase gerak dengan komposisi zat anorganik lebih dominan dan filter Ø 0,22 μm untuk fase gerak dengan komposisi zat organik lebih dominan, setelah itu diultrasonik untuk menghilangkan gas yang terperangkap dalam fase gerak. Sistem Injeksi Sampel Sistem injeksi sampel merupakan keterbatasan dari sistem kromatografi cair. Masalah ini dapat menyebabkan pelebaran puncak sebagai akibat kolom yang kelebihan kapasitas. Sebagai akibatnya, volum injeksi harus dibatasi hingga kisaran maksimum 500 μL. 20 Beberapa metode yang digunakan untuk menginjeksikan sampel ke dalam kolom yang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu injeksi menggunakan syringe (syringe injection), injeksi aliran terhenti (stopped flow injection), dan injeksi menggunakan katup (valve injection). a. Injeksi Menggunakan Katup Merupakan metode injeksi yang paling diterima dan umum digunakan pada saat ini. Pemasukan sampel ke dalam aliran fase gerak berlangsung dengan cepat, aliran fase gerak tidak perlu dihentikan, dapat disesuaikan untuk injeksi otomatis, dapat digunakan pada tekanan hingga 6000 psi. Katup enam jalur digunakan berpasangan dengan loop sampel. Pada saat posisi pengambilan (charge), katup terpisah dari jalur aliran fase gerak, tidak terjadi tekanan sehingga loop dapat diisi dengan sampel. Dengan memutar rotor pada posisi injeksi (inject), loop yang telah diisi dengan sampel akan berhubungan dengan aliran fase gerak dari kolom, sehingga sampel akan terbawa ke dalam kolom. b. Injeksi Menggunakan Syringe Merupakan metode awal yang digunakan untuk memasukkan sampel ke dalam kolom. Diadaptasi dari proses injeksi sampel dalam kromatografi gas. Sampel diinjeksikan melalui sebuah penyegel septum. c. Injeksi pada Kolom (on coloumn injection) Metode injeksi ini disebut juga metode injeksi aliran terhenti (stopped flow injection). Menggunakan metode ini, pompa dimatikan, kemudian katup injeksi dibuka, sampel diinjeksikan pada injektor yang tidak memiliki septum, pompa dinyalakan lagi, aliran fase gerak kembali seperti pada pengaturan awal. Sistem ini tidak menyebabkan kerugian dalam hal akurasi. Hanya saja, keterulangan waktu retensi akan sulit untuk memberikan hasil yang memuaskan . 21 Kolom Kolom pada KCKT merupakan istilah untuk tabung kapiler yang didalamnya terdapat fase diam. Kolom yang digunakan saat ini umumnya terbuat dari stainless steel, walaupun untuk tekanan di bawah 600 psi kolom kaca dapat digunakan. Ciri-ciri kolom adalah sebagai berikut: a. Panjang kolom berkisar antara 10-30 cm. b. Diameter kolom berkisar antara 4-40 mm. Tipe kolom analitik saat ini bahkan memiliki diameter dengan ukuran sampai 1 mm. c. Diameter partikel pengisi dapat berkisar pada 5-10 mikrometer. Kolom dapat dikemas dalam bentuk koil ataupun tidak, dan beberapa buah kolom dapat digabung (coupling coloumn). Beberapa jenis kolom yang terdapat pada KCKT antara lain guard kolom, kolom kapiler, dan kolom preparatif. • Guard Kolom Kolom ini dapat menghilangkan kontaminan dalam eluen dan matriks sampel yang terikat tidak reversibel pada kolom. Hal ini bertujuan untuk memperpanjang umur kolom. • Kolom Analitik Kolom ini digunakan pada tahap akhir untuk memisahkan sampel yang dianalisis, dan dapat berupa open tubular serta kolom kemas. Saat ini kolom analitik dengan diameter lebih kecil banyak disukai karena mengurangi penggunaan sampel dan eluen, serta menghasilkan lebar kurva yang lebih kecil. • Kolom Preparatif Kolom ini memiliki ukuran diameter yang lebih besar dan sesuai untuk memisahkan sampel dalam jumlah besar untuk tujuan preparatif. Instrumen dengan aplikasi preparatif umumnya dilengkapi back-pressure regulator dan fraction collector. 22 Fase Diam (Adsorben) Fase diam yang banyak digunakan umumnya merupakan partikel kecil berpori yang memiliki luas permukaan yang besar. Karakteristik yang harus dipenuhi fase diam di antaranya: a. Ukuran partikel kurang dari 10 μm b. Ukuran pori berkisar antara 70 sampai 300 μm c. Luas permukaan antara 50 sampai 250 m2/g d. Densitas bonding phase (jumlah adsorpsi per luas: 1 hingga 5 per 1 nm2). Berdasarkan ligan yang terikat pada permukaan, fase diam dapat dikategorikan sebagai fase normal dan fase terbalik. Fase normal bersifat polar (-OH, -NH2), sedangkan fase terbalik bersifat non polar (C8, C18, phenyl). Oktadesil atau C18 merupakan fase diam yang banyak digunakan pada KCKT. Oktadesil digunakan untuk membentuk ODS (Okta Desil Silana). Detektor Detektor ideal pada sistem KCKT memenuhi persyaratan berikut: a. Memiliki sensitifitas yang memadai. Kisaran umum sensitifitas berkisar dari 10-8 hingga 10-15 gram zat terlarut per pembacaan. b. Stabil dan memiliki keterulangan yang baik. c. Memberikan respon yang linear terhadap kenaikan konsentrasi. d. Memiliki waktu respons yang singkat. e. Mudah dalam penggunaannya. f. Memiliki volume internal yang kecil untuk mengurangi pelebaran pun Secara umum, detektor pada KCKT dibedakan menjadi dua tipe, yaitu : 1. Bulk property detector Tipe ini dapat mengukur perubahan properti fase gerak akibat keberadaan solut (indeks refraktif, konstanta dielektrik, dan densitas). 2. Solute property detector Tipe ini mengukur properti solut (absorbansi UV-VIS, fluoresensi, arus difusi, evaporative light scattering detector, MS). • Detektor Absorbansi UV-VIS 23 Untuk meminimalkan pelebaran puncak, detektor dirancang dalam volum yang sekecil mungkin. Umumnya sel detektor mampu menahan tekanan hingga 600 psi sehingga peralatan pengurang tekanan dipelukan sebelum aliran memasuki detektor. Transducer fotolistrik yang sesuai dipasangkan untuk mengukur intensitas serapan. Detektor phototube, photo multiplier tube (PMT) atau dioda peka cahaya dapat digunakan untuk mengukur nilai absorban. Cahaya transmisi yang sampai pada detektor akan diubah menjadi sinyal listrik yang selanjutnya diproses menjadi data yang diinterpretasikan. Detektor absorban yang lebih maju adalah Photo Diode Array (PDA). Secara fisik, PDA terdiri atas susunan 128, 1024, hingga 4096 deretan dioda peka cahaya. Detektor ini sangat sesuai digunakan untuk membaca seluruh spektrum cahaya UV-Visibel secara simultan. Penggunaan detektor PDA akan meningkatkan kemampuan deteksi instrumen sampai pada tahapan pendeteksian secara simultan pada berbagai panjang gelombang. Menggunakan Photo Diode Array (PDA) sangat dimungkinkan untuk memberikan profil kromatogram tiga dimensi. • Detektor Fluorescens Detektor fluorescens yang digunakan sama halnya dengan detektor pada spektrofluorometer. Detektor paling sederhana menggunakan lampu merkuri sebagai sumber cahaya dan filter untuk mengisolasi panjang gelombang emisi radiasi. Lampu xenon digunakan pada instrumen yang lebih baik dengan grating sebagai monokromatornya. Sensitifitas detektor fluorescens lebih baik dibandingkan dengan detektor absorban. Keterbatasan yang dimiliki adalah tidak semua senyawa memberikan gejala fluoresensi saat dieksitasi oleh cahaya. Pembacaan respon didasarkan pada intensitas sinar emisi yang disebabkan oleh gejala fluoresensi. Detektor ini digunakan untuk mendeteksi komponen sampel yang memiliki sifat chemiluminescent (sifat fluoresensi atau fosforesensi). Sifat chemiluminescent dapat dimiliki sampel secara alami atau terjadi setelah 24 sampel direaksikan dengan reagen tertentu. Detektor ini umumnya digunakan pada industri minyak, farmasi, dan produk alami seperti alfatoxin (pada kacang-kacangan). • Detektor Evaporative Light Scattering Pada detektor ini, eluen yang keluar dari kolom diubah menjadi aerosol oleh nebulizer. Lalu, droplet sampel diperoleh sementara pelarutnya diuapkan. Sampel dalam bentuk droplet dideteksi dalam light scattering cell. Terdapat tiga bagian utama pada detektor evaporative light scattering, yaitu nebulizer, heated drift tube, dan light scattering cell. • Detektor Spektroskopi Massa Penggabungan sistem KCKT dengan detektor spektroskopi massa menghasilkan sebuah instrumen Spectra baru yang Sistem dinamakan ini Liquid Chromatography-Mass (LC-MS). memerlukan modifikasi sedemikian rupa sehingga hasil pemisahan komponen dalam kolom dapat masuk dan dipisahkan berdasarkan kerja spektroskopi massa. Sejumlah fraksi kecil cairan dari kolom dimasukkan ke dalam spektrometer massa, kemudian analat akan diionisasikan, dipisahkan pada analisator, dibaca oleh detektor, dan menghasilkan spektrum massa. Diagram spektrum massa secara kualitatif tersiri atas absis yang menyatakan massa fragmen bermuatan dan ordinat yang menyatakan fluktuasi sinyal alat pengukur. Dalam spektrometer massa, masing-masing kation atau kation radikal yang tebentuk dipisah dan dicatat menurut fragmen. Massa dinyatakan dalam satuan massa (dalton) sesuai 1/12 massa atom karbon 12C. Detektor spektroskopi massa banyak digunakan dalam penentuan rumus struktur suatu senyawa dengan disertai data embacaan dari spektrofotometer Infra Red, NMR, dan spektrum UV-Visibel dari senyawa. • Detektor Indeks Bias 25 Detektor jenis ini bersifat universal dan tidak merusak komponen sampel. Pada praktiknya, detektor ini tidak banyak digunakan dalam analisis secara KCKT dikarenakan sensitifitas yang rendah, rentan terhadap perubahan suhu, dan tidak dapat digunakan untuk melakukan elusi gradien. Detektor jenis ini bekerja dengan mengukur nilai indeks bias senyawa yang melalui sel. Sel detektor dibagi menjadi dua bagian, sel pembanding dan sel sampel. Dalam keadaan kedua sel hanya berisi fase gerak yang sama, kromatogram hanya menunjukkan baseline yang datar. Ketika sampel masuk ke sel sampel akan terjadi perbedaan indeks bias antara sel pembanding dan sel sampel. Keadaan ini akan diterjemahkan oleh detektor sebagai kenaikan atau penurunan indeks bias. Kromatogram detektor indeks bias dapat berupa puncak negatif atau pun puncak positif tergantung nilai indeks bias sampel. • Detektor Elektrokimia Detektor dengan mendasarkan kerjanya pada pengukuran arus listrik. Perubahan arus akan dideteksi terhadap waktu dan ditampakkan dalam bentuk kromatogram. Detektor ini digunakan untuk sampel yang mengalami reaksi oksidasi atau reduksi. Cara kerjanya adalah dengan mengukur jumlah elektron yang diperoleh sampel atau yang hilang dari sampel saat sampel dilewatkan dalam elektroda dengan beda potensial tertentu. Detektor elektrokimia dapat bekerja berdasarkan amperometri, polarografi, kolometri, atau konduktometri. Contoh penggunaan detektor adalah pada penetapan senyawa tiol dan disulfida. • Detektor Konduktivitas Detektor ini digunakan untuk sampel bermuatan (anion, kation, logam, asam organik, dan surfaktan). Sifatnya reprodusibel dan memiliki sensitifitas yang tinggi, serta dapat digunakan untuk pengukuran hingga level konsentrasi ppb. Rekorder 26 Hasil pendeteksian detektor akan direkam dalam bentuk kromatogram (puncak) oleh rekorder. 27 BAB IV METODE ANALISA A. Analisis Kadar Ketoconazole dalam ketoconazole cream secara KCKT Alat : • KCKT Waters • Erlenmeyer asah 50 ml • Pipet 2 ml • Kertas saring whatman no 42 • Labu ukur 20 ml Pereaksi : • Methanol HPLC Grade • Ethanol PA • Dapar fosfat 0,015 M timbang 2 g KH2PO4 masukkan ke dalam labu ukur 1000 ml, larutkan ad 1000 ml dengan pro HPLC, kocok ad homogen. • Fase Gerak Metanol grade HPLC, Larutan KH2PO4 0,015 M ( 30 : 70 ) . • Ketoconazole BK Prosedur : 28 • pembanding 1. Ditimbang dengan seksama 50,0 mg Ketoconazole. 2. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan Ethanol PA. (larutan A ) 3. Di Pipet 2,0 ml lar. A, masukkan ke dalam labu ukur 20 ml. Tambahkan etanol p.a. ad batas, kocok ad homogen → lar. P (kons. = 100 µm/ml) • Sampel 1. Di Timbang seksama 500,0 mg cream contoh yang setara dengan 10 mg ketoconazole . 2. Di Masukkan ke dalam Erlenmeyer tutup asah 50 ml, Pipetkan 10,0 ml etanol p.a., panaskan dalam waterbath (40o)ad mencair sambil sering dikocok 3. Dinginkan dalam pendingin Es selama kurang lebih 15 menit, saring dengan kertas saring whatman no 42. Buang 10 % filtrat pertama 4. Dipipet 2,0 ml filtrat kedalam labu ukur 20 ml. Tambahkan etanol p.a himpitkan..... larutan S. 5. Disaring dengan filter millex 0,45 µm, dibuang beberapa ml filtrat pertama, ditampung filtrat berikutnya dalam wadah yang sesuai. Sistem Kromatografi • Kolom • Panjang gelombang : LichroCART Lichrospere RP 18 (Atau yang setara) : 235 nm : 1,5 ml/menit • Laju aliran 29 • Volume injeksi: 20 µl B. Analisis Kadar Miconazole nitrat dalam Miconazole cream secara KCKT Alat : • KCKT Waters • Erlenmeyer asah 50 ml • Pipet 20 ml • Pipet 5 ml • Labu ukur 20 ml Pereaksi : • Methanol HPLC Grade • Tetrahydrofuran PA • Ammonium asetat 0,2M Timbang 15,24 g Ammonium asetat p a masukan ke dalam labu ukur 1000 ml larutkan ad 1000 ml dengan air grade HPCL kocok ad homogen. • Fase Gerak Ammonium asetat 0.2 M : Metanol grade HPCL : Acetonitrile grade HPCL (28 : 32 : 40) • Pelarut : Methanol : THF ( 1:1) • Miconazole BK 30 Prosedur : • pembanding 1. Ditimbang dengan seksama 50,0 mg Miconazole Nitrat. 2. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut. (larutan A ) 3. Di Pipet 5,0 ml lar. A, masukkan ke dalam labu ukur 20 ml. Tambahkan pelarut. ad batas, kocok ad homogen → lar. P (kons. = 250 µg/ml) • Sampel 1. Di Timbang seksama 250,0 mg cream contoh yang setara dengan 5,0 mg miconazole nitrat. 2. Di Masukkan ke dalam Erlenmeyer tutup asah 50 ml, Pipetkan 20,0 ml pelarut di kocok (shaker ) selama 10 menit. 3. Disaring larutan P dan S dengan filter membran 0,45 µm, dibuang beberapa ml filtrat pertama, ditampung filtrat berikutnya dalam wadah yang sesuai. Sistem Kromatografi • Kolom • Panjang gelombang : LichroCART Lichrospere RP 18 (Atau yang setara) : 235 nm : 1,5 ml/menit • Laju aliran • Volume injeksi: 20 µl 31 C. Analisis Kadar Metronidazole dalam Metronidazole ovula secara KCKT Alat : • KCKT Waters • Labu ukur 20 ml • Labu ukur 50 ml • Labu ukur 100ml • Pipet serologi 10ml • Pipet 2 ml Pereaksi : • Methanol HPLC Grade • Asam asetat glacial PA • N,N –dimetil formamid • Buffer fosfat pH 6,8, pembuatan : Timbang 3,4 g KH2PO4 p a masukan ke dalam labu ukur 500 ml, tambahkan aqua pro HPLC 400 ml, kocok ad larut dan adjust dengan NaOH 0,1 N pH 6,8 dan tambahkan aqua pro HPLC 500 ml kocok ad homogen. • kKurva gradient : 6 • fase gerak : A = Buffer fosfat pH 6,8 B = Acetonitrile HPLC grade (gradient) Menit %A %B 0,0 90 10 2,0 50 40 32 6,0 9,0 • System Suitability Test 90 90 10 10 Zat Aktif Metronidazole Rt ± 1,9 menit K’ ≥ 1,0 Tailing factor 0,8 – 1,8 • Pelarut : Methanol P.A • Metronidazole BK • Nystatine BK Prosedur : • Pembanding 1. Ditimbang dengan seksama 500,0 Nystatin . mg Metronidazole BK dan 27,0 2. Dimasukkan ke dalam labu ukur ditambahkan 25ml Methanol PA ,5ml N,Ndimetil formamide dan 1 ml Asam asetat glacial kocok hingga larut kemudian di add/ himpitkan dengan pelarut (larutan A) 3. Dipipet 2,0 ml larutan A, masukan ke dalam labu ukur 20 ml, tambahkan methanol p.a. ad batas, kocok ad homogen →Lar. P (kons. Metronidazole = 1,0 mg/ml) • Sampel 1. DiPanaskan ± 10 g contoh dalam gelas beaker sampai mencair semua, aduk sampai homogen, dinginkan. 33 2. Timbang dengan seksama 1 x bobot standar ovula (mengandung 500 mg Metronidazole dan 27 mg Nystatine), masukkan ke dalam labu ukur 50 ml. 3. Tambahkan 1 ml asam asetat glacial p.a. 5 ml dimetil formamida 25 ml metanol p.a. sampai ± ¾ labu. 4. Panaskan dalam water bath sampai ovula mencair, sonicate ± 15 menit dan tambahkan methanol p.a. ad batas, kocok ad homogeny. Dinginkan dalam lemari es ± 5 menit dan saring selagi masih dingin dengan 2 lapis kertas saring → filtrat. 5. Pipet 4,0 ml filtrat, masukkan ke dalam labu ukur 20 ml, tambahkan methanol p.a. ad batas, kocok ad homogen → lar. S Pengukuran : Saring larutan P dan S dengan membrane filter type RC 58 Ø 0,45 µm, injeksikan ke dalam sistem kromatografik Sistem Kromatografi • Kolom • Panjang gelombang : LichroCART Lichrospere RP 18 (Atau yang setara) : 235 nm : 1,5 ml/menit • Laju aliran • Volume injeksi: 20 µl 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kadar Ketoconazole dalam Ketoconazole krim secara KCKT Analisis kadar Ketoconazole dalam ketoconazole krim bertujuan untuk mengetahui persentase jumlah zat aktif yang terkandung dalam obat tersebut. Persentase jumlah zat aktif obat harus memenuhi persyaratan tertentu, dalam hal ini digunakan persyaratan PT. Kalbe Farma yang beracuan pada United States Pharmacopeia (USP)n. Analisis kadar merupakan salah satu parameter yang memiliki peranan penting dalam menentukan suatu obat layak atau tidak layak untuk dipasarkan dan digunakan masyarakat, pada analisa kali ini dilakukan sebanyak dua kali pengulangan ( duplo ) pada 3 batch. Dan pembanding yang digunakan 100,46% Sebelum melakukan analisis terhadap sampel maka perlu dilakukan uji kesesuian sistem terhadap larutan standar. Uji kesesuaian sistem perlu dilakukan untuk mengetahui kesiapan atau kestabilan sistem KCKT sebelum dilakukan analisis sampel. Uji kesesuaian sistem dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan standar ke dalam sistem KCKT sebanyak minimal 5 kali. Menurut USP, suatu sistem KCKT dikatakan stabil dan lolos uji kesesuaian sistem apabila Standar Deviasi Relatif (SDR) luas area sampel ≤ 2%. Adapun hasil uji kesesuian sistem terhadap larutan standar tercantum pada tabel 1. 35 Tabel 1. Hasil Uji Kesesuaian Sistem Larutan Standar pada Analisis Kadar ketoconazole Bobot Standar (mg) 0,1 Luas Area Standar 2826164 2824964 2806833 2811778 2820771 Kadar (%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 0,00 2815620 Rata-Rata 2817571 SDR (%) 0,27 Keterangan: Faktor Pengenceran = 10 Kadar pembanding = 100,46% Berdasarkan hasil uji kesesuaian sistem diperoleh nilai SDR sebesar 0,27%. Hasil ini telah memenuhi persyaratan uji kesesuaian sistem yaitu kurang dari 2%, maka analisis terhadap larutan sampel dapat dilakukan. Setelah dilakukan analisis terhadap 3 batch ketoconazole krim diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 2). Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Ketoconazole dalam Ketoconazole Krim Nama Sampel Bobot Sampel (mg) Luas Area Sampel Kadar Hplc Kadar (%) Rata rata 36 Ketoconzole krim #45 Ketoconazole krim #48 Ketoconazole krim #49 500,3 500,8 499,8 500,2 501,3 500,6 2778210 2764351 2719430 2748586 2776968 2774575 98,90 98,11 96,52 97,55 98,56 98,47 99,0 98,4 97,0 98,0 98,8 98,8 98,7 97,5 98,8 Keterangan: Bobot standard = 500 mg Menurut USP, persyaratan kandungan ketoconazole sebagai zat aktif dalam krim harus memenuhi rentang antara 90-110%. Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil sebesar rata rata 98,7% ; 97,5% ; 98,8%. Hasil ini telah memenuhi persyaratan USP. Pada umumnya kita mengenal persentase kadar untuk analisis suatu analat adalah maksimal 100%, namun hal ini tidak berlaku dalam dunia farmasi. Dalam farmasi sudah biasa ditemukan kadar yang melebihi 100%, karena kadar analat yang terhitung dibandingkan dengan klaim label. Misalnya pada proses pembuatan 10 mg, formulator akan membuat formula sedemikian rupa sehingga hasil yang diharapkan adalah 100%. Namun karena harus melewati serangkaian proses dalam pembuatannya maka ada kemungkinan kadar zat aktif menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan, bisa saja kurang atau lebih dari 100% karena ada zat pengisi lain seperti pelarut, penstabil, pemberi warna serta pemberi aroma / esence (Ansel, HC. 2005) dari formulasi obat selain zat aktif. Hal tersebut diperbolehkan selama masih memenuhi aturan rentang kadar yang ditetapkan Kalbe Farma. Dalam hal ini, rentang kadar yang masih diperbolehkan dan memenuhi syarat untuk ketoconazole adalah antara 90-110%. Konsentrasi larutan sampel dan larutan standar harus dibuat sama dalam suatu analisis kadar secara KCKT agar dapat dilakukan pembandingan antara luas area sampel dengan luas area standar. Dari hasil diatas masing masing batch memiliki keterulangan kurang dari 2% Hal ini menunjukkan bahwa 37 analisis yang dilakukan memiliki keterulangan hasil (reproducibility) yang baik. Untuk meyakinkan bahwa larutan sampel yang diuji adalah benar-benar ketoconazole, maka diperlukan standar kerja pembanding berupa serbuk ketoconazole murni. Berdasarkan kromatogram hasil analisis kadar (Lampiran) diperoleh larutan sampel memiliki waktu retensi yang sama dengan larutan standar, yaitu 1,3 menit. Waktu retensi diukur berdasarkan waktu dimana sampel disuntikkan sampai sampel menunjukkan ketinggian puncak yang maksimum dari senyawa tersebut. Kesimpulan bahwa larutan sampel yang diuji mengandung ketoconazole. Analisis kadar harus dilakukan pada panjang gelombang yang memiliki serapan maksimum untuk ketoconazole, panjang gelombang yang digunakan dalam analisis yaitu 235 nm sebagaimana tercantum dalam USP. Titik kritis dalam penetapan kadar Ketoconazole ini adalah pada saat pemipetan sollvent, pelarutan dan pemanasan di penangas dan penyaringan. Pada saat pemipetan harus dilakukan secara benar dan teliti dengan mengatur kemiringan dan tanpa di ketuk untuk memastikan volume yang terpipet. Proses pelarutan juga diharapkan digunakan Alkohol/ ethanol PA , bukan ethanol tekhnis agar zat aktif terlarut dengan sempurna. Untuk menyempurnakan proses pemanasan dengan penangas air selama 15 menit dengan suhu 60° C, pemanasan yang terlalu panas dapat menyebabkan penguapan yang berlebihan dan menyebabkan kesalahan positif / kadar akan membesar. Pada saat penyaringan harus dilakukan dengan kertas saring whatman no 42, penggunaan kertas saring biasa dapat mengurangi kadar karena banyak yang tersangkut di serat. B. Hasil Analisis Miconazole dalam Miconazole krim secara KCKT Analisis Miconazole pada sampel krim dilakukan untuk mengetahui zat aktif Miconazole Nitrat dalam sediaan krim dengan metode KCKT. Pada kali ini dilakukan analisa pada sampel verifikasi berupa 6 titik Atas Tengah Bawah 38 masing masing di lakukan dua kali ( duplo ). Dari hasil pada standard di dapat hasil kesesuaian system dengan menginjekan standard sebanyak minimal 5 kali hasil nya sesuai dengan tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Kesesuaian Sistem Larutan Standar pada Analisis Miconazole Bobot Standar (mg) 50,0 Luas Area Standar 2782154 2784441 2745697 2772553 2778844 2772738 0,57 : Faktor Standar = 250 µg/ml Kadar (%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 0,00 Rata-Rata SDR (%) Keterangan Kadar pembanding = 99,97% Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai SDR sebesar 0,57 yang masih memenuhi syarat yaitu ≤ 2%, maka penyuntikan sampel dapat dilakukan. Tabel 4. Hasil Analisis Miconazole krim Nama Bobot Luas Area Sampel Sampel Sampel (mg) Miconazole 250,1 2681622 249,7 2710689 krim #94 Miconazole 250,3 2691584 krim #95 250,4 2727114 Kadar Hplc 96,71 97,76 97,07 98,35 Kadar (%) 96,6 97,8 96,9 98,2 Rata rata 97,2 97,5 39 Miconazole krim #96 249,9 250,2 2691750 2697026 97,08 97,27 97,1 98,2 97,6 Berdasarkan hasil analisis Miconazole diperoleh nilai rata-rata sebesar 97,2% 97,5% 97,6% Hasil ini telah memenuhi persyaratan Kalbe Farma, yaitu rentang 90% - 110%. Nilai SDR yang diperoleh dari masing masing batch pun masih memenuhi syarat yaitu < 2%, hal ini menunjukkan bahwa kandungan zat aktif pada tiap-tiap bacth cukup seragam. Analisis Miconazole sesuai dengan USP, adapun titik titik yang perlu diperhatikan yaitu pemilihan vial KCKT yang tepat, waktu inject sampel dan pemilihan kolom yang tepat pula. Pada pemilihan vial sangat diharuskan di gunakan yang masih ber seal karet agar karena pelarut yang di gunakan mudah menguap /volatile sehingga di khawatirkan sampel atau standard yang akan di inject akan menguap dan kadar akan membesar, demikian pula pada penginjectan sampel dan standar diharapkan tidak memiliki jeda waktu yang terlalu jauh agar kondisi larutan tidak terlalu berbeda, dan dalm memilih kolom yang akan digunakan harus menggunakan kolom yang bagus/ baik karena dapat mempengaruhi besarnya SDR kesesuaian system serta mempengaruhi bentuk peak pada kromatogram. C. Hasil Analisis Metronidazole dalam Metronidazole ovula secara KCKT Analisis pada sampel dilakukan untuk mengetahui zat aktif Miconazole Nitrat dalam sediaan ovula yang masih memiliki karakterisasi sepeerti krim, pada dasar nya sampel datang dalam bentuk cair (masa siap cetak) baru setelah dinyatakan bagus dianalisa sampel yang sudah di cetak dalam bentuk ovula analisa digunakan dengan metode KCKT. Analia dilakukan sebanyak 2 kali (duplo) sebagai raw/ produk setengah jadi berupa ovula ovula cair yang belum 40 di cetak dan di lakukan analisa keseragaman kadar dalam ovula yang telah di cetak untuk mengetahui keseragaman dan homogenitas zat aktif sudah merata ketika dilakukan pencetakan sebagai ovula, Dari hasil analisa di dapat hasil kesesuaian system dengan menginjekan standard sebanyak minimal 5 kali hasil nya sesuai dengan tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji Kesesuaian Sistem Larutan Standar pada Analisis Metronidazole Bobot Standar (mg) 500,0 Luas Area Standar 12745228 12778655 12787495 12801662 12664805 12680958 12743134 0,45 : Faktor Standar Kadar (%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 0,00 = 1,0 mg/ml Rata-Rata SDR (%) Keterangan Kadar pembanding = 100,10% Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai SDR ≤ 2%, maka penyuntikan sampel dapat dilakukan. Tabel 6. Hasil Analisis sampel Metronidazole Ovula Bobot Sampel (mg) 2,7350 2,7850 Luas Area Sampel 13400283 13251573 13262134 13320030 13373319 13586997 12490125 13262515 13115202 Kadar Hplc 105,16 106,11 104,07 104,53 104,95 106,62 98,01 104,81 102,92 Kadar (%) 103,5 102,6 104,2 104,6 105,1 106,7 98,1 104,2 103,0 41 13500251 13527371 13400107 105,94 106,15 105,16 106,0 105,3 105,3 Berdasarkan hasil analisis Metronidazole diperoleh kadar pada duplo tahap siap cetak sebesar 103,5% 102,6% . Hasil ini telah memenuhi persyaratan Kalbe Farma, yaitu rentang 90% - 110% . pada analisa sampel cetak/ konformitas kadar di dapat nilai rata rata sebesar 103,7 Nilai SDR yang diperoleh 3,2%, untuk SDR pada konformitas kadar PT.Kalbe Farma menetapkan standard yaitu < 5%. Dari SDR yang di dapat (3,2%) hal ini menunjukkan bahwa kandungan zat aktif pada tiap-tiap Ovula cukup seragam. Analisis Metronidazole sesuai dengan metoda analisa yang beracuan pada USP, adapun titik titik yang perlu diperhatikan yaitu pada saat memasukan sampel Ovula pada konformiitas ke dalam labu ukur harus di pastikan sampel masuk secara keseluruhan agar hasil analisa tepat tidak kurang karena sampel yang tersisa, pada proses pemanasan sampel harus di jaga tetap pada suhu 60-70 °C agar methanol pada labu tidak mendidih dan muncrat sehingga terjadi kesalahan negatif karena sampel yang hilang, pada proses pendinginan kembali pun perlu diperhatikan, pendinginan dilakukan hingga larutan selain cream yang menggumpal jernih / penggumpalan sempurna hal ini dapat dilakukan dengan mendinginkan nya pada frezer bersuhu 3 – 5 °C selama 15 sampai 30 menit, larutan yang belum jernih dapat mengakibatkan kesalahan positiv dimana terdapat hal lain yang ikut ter inject ke sistem KCKT dan terdeteksi sebagai sampel sehingga sampel akan relatif besar. Pada finishing analisa pun harus di perhatikan sisa sampel Ovula harus dibersihkan dengan methanol dan di panaskan kembali baru dibuang ke pembuangan limbah agar tidak terdapat sisa sisa lilin/lemak pada labu yang dapat mengganggu analisa lainnya. 42 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis sediaan krim didapatkan hasil yang baik Dan masuk syarat baik syarat USP maupun syarat perusahaan yaitu: Ketoconazole : 98,7% ; 97,5%; 98,8% Miconazole : 97,2%; 97,5%; 97,6% Metronidazole : 103,1% untuk tahap siap cetak dan 103,7% pada tahap cetak Untuk mendapatkan hasil analisis yang tepat dan akurat harus sangat di perhatikan titik titik kritis pada analisa, serta melaporkan segera bila terjadi keanehan baik pada hasil maupun pada instrument agar dapat dilakukan perbaikan segera mungkin B. Saran Dalam kesempatan ini, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan. Adapun saran-saran yang dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. PT Kalbe Farma Tbk. sebagai perusahaan farmasi, hendaknya terus mempertahankan komitmennya dalam menghasilkan produk yang bemutu serta senantiasa menjalankan pengembangan dan perbaikkan berkesinambungan sehingga produk yang dihasilkan dapat tetap memuaskan konsumen dan kualitas obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan. PT. Kalbe Farma Tbk. hendaknya melakukan pelatihan secara berkala terhadap analis analis yang baru masuk dan di bawah pengawasan senior agar kemampuan dan kualitas kerja analis dapat meningkat secara tepat dan bertahap serta dapat meningkatkan kualitas kerja analis dapat dipercaya. 2. 43 DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2011. Informasi Obat: Ketoconazole. http://www.dechacare.com. (diakses tanggal 23 april 2011). Anonimus. 2011. Informasi Obat: Miconazole krim. http://www.Kimia Farma. (diakses tanggal 25 april 2011). Anonimus. 2008. United States Pharmacopeia 32 2009. Amerika Serikat: The United States Pharmacopeial Convention. Ansel, HC. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI-Press. Clark, Jim. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). http://www.chem-istry.org (diakses tanggal 22 Desember 2010). Day, R.A. dan A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi 6. Jakarta: Erlangga. Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia: Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1999. Kimia Organik. Jilid 1. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press. Dwidjoseputro, D. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan. Pelczar, M.J. dan E.C.S.Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Jakarta : Universitas Indonesia. 44


Comments

Copyright © 2025 UPDOCS Inc.