Hub Industrial Aryana

April 7, 2018 | Author: Anonymous | Category: Documents
Report this link


Description

Hubungan Industrial di Indonesia Ir. Aryana Satrya, MM, PhD [email protected] 1 Pengertian • Indonesia: Pengaturan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam proses produksi secara kolektif (Suwarto, 2003:2) • Australia: The study of the behaviour and interaction of people at work. It is concerned with how individuals, groups, organisations and institutions make decisions that shape the employment relationship between employers and employees (Deery, Plowman, Walsh, Brown, 2002: 6) • Canada: The complex of market and institutional arrangements, private and public, which society permits, encourages or establishes to handle superior-subordinate relationships growing out of employment and related activities (Kehoe & Archer, 2004: 1) 2 Proses Pencapaian Tujuan • Interaksi yang positif  komunikasi timbal balik yang intensif antara pengusaha dan pekerja/ buruh  saling pengertian dan kepercayaan  industrial peace – Pekerja/ buruh mengetahui kondisi dan prospek perusahaan & dapat menyampaikan pandangan untuk membantu meningkatkan kinerja perusahaan – Pengusaha mengetahui ‘denyut nadi’ pekerja/ buruh sampai tingkat terbawah & dapat menyelesaikan persoalan secara dini – Tanggung jawab membina kominikasi terletak pada semua pimpinan di semua tingkat dan bidang • Produktivitas perusahaan mungkin terjadi kalau didukung kondisi pekerja/ buruh yang sejahtera, atau ada harapan nyata akan peningkatan kesejahteraan • Kesejahteraan pekerja/ buruh hanya mungkin dipenuhi apabila didukung oleh tingkat produktivitas tertentu yang memadai Suwarto (2003: 3-4) 3 Pengaturan Hak dan Kewajiban (1) • Makro minimal: peraturan perundangan – Makro: materi peraturan perundangan bersifat umum untuk semua sektor, tidak mungkin mengatur secara rinci, dan berlaku menyeluruh bagi semua perusahaan – Minimal: materi peraturan berisi standar minimal yang harus dipenuhi perusahaan  perusahaan dapat menerapkan standar yang lebih baik dari pada perundangan, yang diatur secara internal perusahaan – Mencakup: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Menteri, Surat Edaran Suwarto (2003: 4-5) 4 Pengaturan Hak dan Kewajiban (2) • Mikro kondisional: peraturan yang berlaku secara perorangan dan kolektif – Mikro: standar yang diatur hanya berlaku bagi perusahaan secara individual – Kondisional: sesuai kondisi perusahaan – Mencakup: • • Perjanjian Kerja (PK) berlaku secara perorangan Peraturan Perusahaan (PP) berlaku secara kolektif yang dibuat oleh pengusaha dengan sekedar konsultasi dengan pekerja atau serikat pekerja (SP) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berlaku secara kolektif hasil perundingan pengusaha dan serikat pekerja (SP) Suwarto (2003: 4-5) • 5 Pengaturan Hak dan Kewajiban (3) Suwarto (2003: 20) 6 Sarana Pencapaian Tujuan • Sarana utama: – Peraturan perundangan – Serikat pekerja/ serikat buruh di tingkat perusahaan s.d. nasional – Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Peraturan Perusahaan (PP) – Lembaga kerja sama (LKS) bipartit: sarana konsultasi dan komunikasi antara pekerja atau organisasinya dan pengusaha – Pendidikan hubungan industrial – Mekanisme penyelesaian perselisihan • Sarana penunjang untuk membina kebersamaan pekerja/ buruh & pengusaha: – Koperasi, pemilikan saham perusahaan – Kegiatan sosial bersama (olah raga, kesenian, keagamaan, rekreasi, bakti sosial) Suwarto (2003: 6-7) 7 Sistem Hubungan Industrial Kehoe & Archer (2002: vi) 8 Pendekatan Strategic HRM Nankervis, Compton, R. L., & Baird, M. (2002). 9 Pendekatan Hubungan Industrial Aryana Satrya [email protected] 10 Karakter Hubungan Industrial • Elemen utama pada Hubungan Industrial: – Kepentingan dan tujuan dari berbagai pihak – Tingkat konflik antara kepentingan tersebut – Sumber kekuasaan yang tersedia bagi para pihak dalam mewujudkan kepentingan dan tujuan • Hubungan Industrial melibatkan beragam disiplin ilmu: ekonomi, sosiologi, psikologi, hukum, ilmu politik sejarah 11 Pendekatan Unitaris Pengikut aliran unitaris: Deery et al. (2002: 8) • Frederick Taylor (1911) dan aliran scientific management • Elton Mayo (1930) dan aliran human relations • McGregor (1960), Likert (1961), Herzberg (1968) dan aliran neo-human relations 12 Pendekatan Pluralis Deery et al. (2002: 13) Pengikut aliran pluralis: – Alan Fox (1971), HA Clegg (1975) 13 Pendekatan Radikal (Marxist) Deery et al. (2002: 16) Pengikut aliran radikal: – Richard Hyman & R Fryer (1975), John Kelly (1975) 14 Perkembangan Hubungan Industrial Aryana Satrya [email protected] 15 Hubungan Industrial di Indonesia 1965-1973 ‘Left’ oriented unions disbanded, government union (FBSI, later SPSI) formed 1973-1981 SPSI expands but is heavily dependent on government support, some Industrial branches of union active 1982-1987 Government exerts control over leadership and structure of SPSI through hard line Minister of Manpower 1988-1992/3 SPSI become less financially dependent on government but is bypassed in most labour Action. New union formed (SBM), despite government opposition 1992/3-1997/8 Because of domestic pressure and US threat to with-draw GSP trade rights, government does not ban independent unions, but they are not recognised and their leaders are harassed 1998present Government reforms employmentrelated laws, including the law of Freedom of Association. The number of national unions grows quickly Manning, 1998: 206 16 Pola Hubungan Industrial Indonesia Menurut model Sharma (1996) : – Soekarno (1945 - 1967): POLITICAL-alliance – Soeharto (1967 - late 1980s): POLITICAL-subordinasi SP – Soeharto (1990 - 1998) & Habibie (1998-1999): CONFLICTUAL-repressive – Abdurrahman Wahid (1999-2001), Megawati Soekarnoputri (2001-2004), Soesilo B Yudhoyono (2004current): COOPERATIVE-accommodative 17 Zaman Reformasi (1) • UU Serikat Pekerja No. 21, 2000: – SP dapat dibentuk oleh minimal 10 pekerja – Tidak ada larangan bagi manajemen untuk menjadi anggota SP • UU Ketenagakerjaan No. 13, 2003: – Perusahaan dengan minimum 50 pekerja harus mendirikan Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit – Pengaturan badan tripartit diformalisasikan • UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial No. 2, 2004: – Pemerintah mengalihkan perannya dalam PHI ke Pengadilan HI (Serrano 2005: 5). – UU ditunda implementasinya s.d. 2006 (HukumOnline 2003). – UU No 2, 2004 dikritik oleh seluruh pihak terkait dan diminta untuk direvisi  biaya tinggi, kekurangan hakim, keterlambatan pembayaran gaji hakim, waktu-penyelesaian PHI yang tidak realistis (Kompas 2007b). 18 Zaman Reformasi (2) • Pemerintah kini tidak dapat mengabaikan suara pekerja: – 2001: pemerintah membatalkan revisi besaran pesangon – 2006 : Gubernur DKI Jaya merevisi UMP setelah pekerja setiap hari melakukan demonstrasi di depan kantor gubernur (Yunita 2006). – UMP di seluruh provinsi meningkat 18% per tahun selama periode 2000-2006 (Depnakertrans 2006). – Pemerintah mengangkat aktivis buruh ke dalam birokrasi (Menteri Nakertrans tahun 2001, Kepala Badan Nasional Tenaga Kerja Indonesia tahun 2007) – 2008: 90 Federasi SP, 35 bergabung ke 3 konfederasi, 10.786 Unit Kerja tingat Perusahaan, anggota 3.405.615 orang • Pemerintah membatalkan rencana merevisi UU No. 13/ 2003: – Protes buruh selama perayaan hari buruh sedunia di bulan Mei 2006 – Empat perguruan tinggi yang diminta mengevaluasi UU No. 13, 2003 merekomendasikan agar UU tidak direvisi, dan meminta pemerintah meningkatkan mutu infrastruktur, serta mengkaji peundangan mengenai investasi & perpajakan, serta mereformasi birokrasi (Jakarta Post 2006). – Berusaha menyalurkan ide revisi UU melalui penetapan UU, misalnya RUU pesangon (Kompas 2007a). 19 Pemerintah Aryana Satrya [email protected] 20 Peran Pemerintah • Pembuat perundangan Menyusun kerangka kerja hukum perburuhan yang menetapkan hak dan kewajiban para pihak  dapat mendorong sistem kolektif/individual/sentralisasi/tersebar. • Pengatur pasar tenaga kerja Menetapkan standar minimum gaji, jam kerja, kondisi kesehatan dan keselamatan • Mediator, konsiliator, dan arbitrator Menyediakan layanan untuk menyelesaikan perselisihan perburuhan antara pengusaha dan buruh • Mempekerjakan buruh Menjadi majikan di sektor publik • Penyedia barang publik atau kolektif Menyediakan layanan kesehatan atau pelatihan kejuruan selain yang disediakan oleh pengusaha ataupun buruh (Deery et al., 2002: 98) 21 Contoh Peran Pemerintah Peraturan ketenagakerjaan di Indonesian relatif ketat: • 2006 World Bank’s Employment Laws index: Indonesia: 57, East Asian: 45, OECD: 49 (BMI 2006). • 2007 Labor Freedom Index: Indonesia 67.5%, Malaysia 89.5%, Singapore 99.3%, Thailand 90.4%, US 92.1%, UK 82.7%, Germany 54.6%, Europe 62.0%, World 62.3%)  Indonesia menerapkan kebijakan upah minimum & persyaratan ketat dalam rekrutmen & PHK (Kane, Holmes and O’Grady 2007). • Indonesia melindungi hak-hak dasar buruh (8 konvensi) yang belum tentu sudah diterapkan di negara-negara lain termasuk negara maju (Quinn 2003). 22 Pengusaha Aryana Satrya [email protected] 23 Kamar Dagang dan Industri • Pembentukan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia (Chamber of Commerce) berdasarkan UU no. 1/ 1987 (Simanjuntak, 2009: 88): • Tujuan (Kadin, 2009): – Pelayanan informasi bagi dunia usaha dan masyarakat dalam rangka pengembangan dunia Usaha Nasional. – Advokasi bagi dunia usaha, khususnya bagi pengembangan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi. – Pengembangan potensi dunia usaha dan pengusaha nasional demi terciptanya iklim usaha yang kondusif, sehat dan dinamis – Sarana komunikasi antar pengusaha Indonesia, antara pengusaha Indonesia dengan pengusaha asing atau Pemerintah • KADIN: – KADIN adalah wadah bagi Pengusaha Indonesia yang bergerak di bidang perekonomian baik orang-perorang, persekutuan ataupun badan hukum (perusahaan swasta, koperasi, BUMN, BUMD), organisasi pengusaha (Gapensi, Inkindo, Ardin, HIPMI, IWAPI,KUKMI, HIPPI, MKGR, BAHUMAS, KOSGORO, dll) – Memiliki bidang SDM, Ketenagakerjaan dan Pendidikan: Komite Hubungan Industrial, Sertifikasi & Standardisasi Kompetensi, Diklat & Magang, Penempatan Tenaga Kerja 24 Asosiasi Pengusaha Indonesia • Perkembangan organisasi Pengusaha (Simanjuntak, 2009: 85-86): – 31 Januari 1952: asosiasi perusahaan dari Amerika, Inggris, dan Belanda berganti nama menjadi Permusyawaratan Urusan Sosial Pengusaha Seluruh Indonesia (PUSPI/ The Employers’ Association of Indonesia) – 31 Januari 1985: PUSPI berubah menjadi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada Konferensi II beranggotakan perusahaan swasta, koperasi, BUMN, BUMD • Misi (Apindo, 2003: 4): – Memajukan hubungan industrial yang harmoni terutama di tingkat perusahaan – Mewakili Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) pada kelembagaan ketenagakerjaan (No. 037/SKEP/DP/VIII/2002) – Melindungi, membela, dan meberdayakan seluruh pelaku bisnis, terutama anggota Apindo • • Tujuan: mengembangkan dan menjaga HI yang sehat, damai, dan harmoni Apindo terdiri atas pengurus di tingkat pusat, 26 provinsi, 194 kabupaten/ kota, serta 9.537 anggota berupa perusahaan individual dan asosiasi pengusaha, misal: Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosasi Perusahaan Sepatu Indonesia (Apresindo), Asosiasi Apparel Indonesia (AAI), Asosiasi Besi dan Baja Indonesia (ABBI) 25 Gerakan Buruh Aryana Satrya [email protected] 26 Teori Gerakan Buruh Serikat Pekerja (SP) sebagai: • Produk kesadaran kelas: – SP mewakili dan melindungi kepentingan pekerja (gaji, kondisi kerja) dalam perjuangan kelas melawan pemilik modal (Karl Marx 1844) • Agen reformasi industrial – SP melindungi pekerja melalui penetapan perjanjian kerja bersama (PKB) dan peraturan ketenagakerjaan (Sydney & Beatrice Webb 1897) • Respon terhadap kebutuhan psikologis pekerja – Keterasingan pekerja dari masyarakat akibat revolusi industri dan pertumbuhan kapitalisme (R Hoxie 1921, F Tannenbaum 1951) • Pembela kepentingan ekonomi – Menyediakan sarana peningkatan kesejahteraan ekonomi anggotanya dalam sistem kapitalis (John Commons 1913, S Perlman 1949) (Deery, Plowman, Walsh, Brown 2002:207) 27 Alasan Bergabung ke Serikat Pekerja • • • Normatif: peraturan closed shop atau tekanan interpersonal Instrumental: penilaian rasional atas manfaat dan biaya keanggotaan Ideologikal: komitmen terhadap nilai-nilai kolektif SP (Deery, Plowman, Walsh, Brown 2002:209,220) 28 Faktor Penentu Keanggotaan SP • Jenis pekerjaan dan industri Peningkatan jumlah dan jenis pekerjaan pada sektor yang belum banyak disentuh SP, misal sektor jasa, pegawai kontrak, anak muda • Kondisi ekonomi Pada masa depresi, keanggotaan SP cenderung menurun • Peraturan perburuhan Perlindungan terhadap hak SP, sistem closed shop, dewan perusahaan akan meningkatkan jumalh anggota SP • Persepsi publik terhadap SP Persepsi negatif dapat mengurangi keinginan individu untuk menjadi anggota SP • Peran manajemen Manajemen dapat menerapkan strategi anti union atau kebijakan SDM tertentu yang mengakibatkan keanggotaan pada SP menjadi tidak relevan (Deery, Plowman, Walsh, Brown 2002) 29 Serikat Pekerja dan Produktivitas Freeman & Medoff 1984: 163 30 Kerja Sama Aryana Satrya [email protected] 31 Bentuk Partisipasi Pekerja Information Sharing e.g.. briefing session, suggestio n boxes Direct participation, e.g. semiautonomous Joint consultation Extended bargainin g, e.g. collective Joint decision making Worker directors Self management Contoh implementasi: • Joint Consultation Committee di Australia diadopsi 25% tempat kerja (survei ketenagakerjaan 1990 dalam Deery et al. 2001:321) • Aliansi delapan SP nasional AS dalam penyusunan kebijakan kepegawaian, keuangan, dan operasional pada suatu perusahaan kesehatan nasional (Mills 2001: 605) • Kerja sama SP dan manajemen untuk menghindari penutupan suatu pabrik alat bantu kesehatan di AS (Carrell and Heavrin 2004: 63) • Perwakilan buruh dalam Dewan Direksi di AS(Ewing 2005: 258; Hunter 1998) 32 Contoh Kerja Sama • SP Hero Supermarket menjalankan program untuk menekan kerugian perusahaan: – Menekan tingkat shrinkage – Mencegah pencurian, penggelapan, manipulasi data • Suatu SP di industri penerbitan mengadakan seminar mengenai strategi memenangkan usaha untuk mendorong perusahaan agar meningkatkan daya saing • SP Pos Indonesia menyusun kajian mengenai rencana bisnis perusahaan untuk memasarkan layanan pos melalui sistem waralaba (franchise) (Satrya & Parasuraman 2007; Satrya, 2009) 33 Lembaga Bipartit • UU Ketenagakerjaan 13/2003: – LKS Bipartit wajib dibentuk di perusahaan yang mempekerjakan 50 orang • Kepmen No. 255/ 2003: – LKS Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan, yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan SP/SB atau unsur pekerja/buruh – LKS Bipartit mempunyai tugas : • melakukan pertemuan minimum 1 kali sebulan • mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja/buruh berkaitan dengan kesejahteraan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha • melakukan deteksi dini dan menampung permasalahan HI – Komposisi unsur pengusaha dan pekerja/buruh 1 : 1, paling sedikit 6 (enam) orang dan paling banyak 20 (dua puluh) orang – Keanggotaan pekerja: perwakilan secara proporsional dari tiap SP/SB dan pekerja yang bukan anggota SP/SB yang dipilih secara demokratis – Masa kerja keanggotaan LKS Bipartit 2 (dua) tahun – Dicatatkan kepada instansi ketenagakerjaan Kabupaten/Kota 34 Lembaga Tripartit • Keputusan Menakertranskop No. 2224/MEN/1975 bahwa Lembaga Tripartit Nasional terdiri atas: pemerintah diwakili Depnakertranskop, pengusaha diwakili PUSPI/KADIN, pekerja diwakili FBSI Keppres No. 26/ 1990 yang meratifikasi konvensi ILO No. 144/ 1976 tentang Konsultasi Tripartit Forum Komunikasi Tripartit Indonesia (FKTI) disahkan di hadapan Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 30 Maret 2000 Kepmen No. 201/2001: – LKS tripartit dibentuk di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota – Persyaratan SP/SB di LKS tingkat nasional: minimum 20% dari jumlah Propinsi, atau di 20% Kabupaten/ Kota, atau memiliki 150 unit kerja atau 50.000 anggota – Persyaratan Pengusaha di LKS tingkat nasional: minimum 20% dari jumlah Propinsi, atau di 20% Kabupaten/ Kota, atau beranggotakan 1000 perusahaan • • • • UU Ketenagakerjaan 13/2003: LKS Tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan 35 Permasalahan Hubungan Industrial 36 Konflik Industrial Mudah diamati – aksi industrial (industrial action): • Mogok kerja (strike) • Pertemuan untuk menghentikan pekerjaan (stop-work meeting) • Menurunkan kecepatan kerja (go slow) • Aksi duduk (sit-in) • Aksi memakai atribut khusus Tersembunyi, tidak kentara: • Tidak masuk kerja (absenteeism) • Semangat kerja yang rendah (low morale) • Pemborosan dan kecelakaan (material wastage, inefficiency, accident) • Keluar dari pekerjaan (turnover) Deery et al., 2003: 300) 37 Pemogokan Jenis tuntutan Normatif - THR - Lembur/ Cuti - Upah - Tunjangan - Jamsostek - SP/ PKB - Putusan P4D/P - PHK Jumlah 2005 0 13 19 1 4 10 3 21 71 2004 4 9 25 1 14 1 1 25 80 Sektor Perkebunan Pertambangan Industri Bangunan Listrik,gas dan air Perdagangan & Bank Perhubungan Jasa Sepatu/Sendal Lain-Lain Jumlah (1) 2005 Jumlah 2 3 65 2 4 1 0 16 2 1 96 2004 Jumlah 2 0 100 0 0 0 2 20 1 0 125 % 2 3 68 2 4 1 0 17 2 1 100 % 2 0 80 0 0 0 2 16 1 0 100 Organisasi pekerja SPSI SBSI SP TK.Perush SPMI SPTSK Non SP Jumlah 2005 Jumlah 0 1 22 0 0 73 96 % 0 1 23 0 0 76 100 2004 Jumlah 3 0 24 0 0 98 125 % 2 0 19 0 0 78 100 Sumber: Depnakertrans (2006) 38 Pemogokan di Indonesia, 1961-2005 • • Kolonial: 1923 161 Bis  pelarangan mogok Orde Lama: Peraturan No. 4, 1960 dan Tappres No. 7, 1963  pencegahan mogok/ lock-out di institusi vital Orde Baru: pencabutan Tappres No. 7, 1963 di tahun 1990 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 19611965 19661970 19711975 19761980 19811985 19861990 19911995 19962000 20012005 • Laks Sudomo sebagai Menakertrans Resesi Upah Minimum, pencabutan Tappres No 7,1963 Sumber: Depnakertrans 2002, 2005b; Manning 1993) 39 Komparasi Pesangon di Asia • Pesangon untuk pekerja dengan masa kerja 4 tahun yang di-PHK karena alasan ekonomi (Sumber: Alisjahbana & Manning 2005 dalam Sugiyarto, 2005) • Seluruh biaya ditanggung pengusaha karena pemerintah tidak menyediakan jaring pengaman seperti tunjangan pengangguran 40 Penentuan Upah Minimum • Penetapan upah minimum berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun • Upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha di perusahaan yang bersangkutan • Dalam hal Gubernur menetapkan upah minimum Provinsi, maka penetapan upah minimum didasarkan pada nilai KHL Kabupaten/Kota terendah di Provinsi tersebut dengan mempertimbangkan: – produktivitas (hasil perbandingan antara jumlah PDRB dan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama) – pertumbuhan ekonomi (Produk Domestik Regional Bruto, PDRB) – usaha yang paling tidak mampu (marginal) – saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota 41 Perbandingan UM dan KHM UM TAHUN 2003 2004 2005 2006 2007 2008 (Rp) 414.715 458.499 507.697 602.701 645,918 711,924 UM/KHM/K KHM/KHL *) HL *) (Rp) 478.417 500.763 530.082 719.833 (%) 88,53 91,56 96,67 83,73 811,679 87.51 42 Rute Imigran Ilegal dari Indonesia Mantra 2000:177 43 Kelemahan Pengiriman TKI • Belum ada peraturan pelaksanaan UU No. 39/2004 misalnya mengenai: – Komitmen bilateral dengan negara tujuan – Komitmen multilateral dengn meratifikasi UN Convention tentang Perlindungan Pekerja Migran • Pembuatan kebijakan tidak mengacu kepada perlindungan pekerja migran, namun lebih mengacu kepada dokumen persyaratan lembaga keuangan internasional, misal: – Inpres No. 5/2003 hasil dorongan IMF untuk mengintensifkan pekerja migran untuk memperoleh devisa. Target Menakertrans adalah Rp. 186 trilyun tahun 2009 – Inpres No. 3/2006 hasil desakan World Bank untuk merevisi UU No.39/2004 mengenai pasal yang menghambat iklim investasi penempatan pekerja migran 44 Daftar Referensi Cahyono, E. 2003. 'Perburuhan Dari Masa Ke Masa: Jaman Kolonial Belanda Sampai Orde Baru (1998)'. In Gerakan Serikat Buruh, ed. H.D. Oey. Jakarta: Hasta Mitra, 103-181. Deery, S. (2001). Industrial relations : a contemporary analysis (2nd ed. ed.). Sydney: McGraw-Hill. Ewing, L. 2005. 'Ethical Practice in a Labor Union: The Uaw Case'. In The Ethics of Human Resources and Industrial Relations, eds J.W. Budd and J.G. Scoville. Champaign, IL: Labor and Employment Relations Association: 251-272. Keenoy, T., & Kelly, D. (1996). The employment relationship in Australia. Sydney ; London: Harcourt Brace. Kehoe, F., & Archer, M. (2002). Canadian Industrial Relations: Text, Cases, and Simulations (10 ed.). Oakville, Ontario: Century Labour Publications. Nankervis, A. R., Compton, R. L., & Baird, M. (2002). Strategic human resource management (4th ed. ed.). Southbank, Vic.: Nelson/Thomson Learning. Pinnington, A., & Lafferty, G. (2003). Human resource management in Australia. Melbourne: Oxford University Press. Satrya, A. 2009. Union Strategy in Developing Countries: Lessons from Indonesian Enterprise Unions in the Services Sector. Thesis. Brisbane: University of Queensland. Satrya, A. and B. Parasuraman. 2007. 'Partnership as Union Strategy - Does it Work in Asia? Case Studies in Indonesia and Malaysia.' Indian Journal of Industrial Relations 42:589-616. Sharma, B. 1996. Industrial Relations in Asean : A Comparative Study. [rev. ed.] ed. Fredericton, N.B.: Management Futures. Simanjuntak, P. 2009. Manajemen Hubungan Industrial. Jakarta: Jala Permata Aksara . Suwarto. (2003). Hubungan Industrial dalam Praktek. Jakarta: Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia 45


Comments

Copyright © 2025 UPDOCS Inc.