home visite

April 26, 2018 | Author: Anonymous | Category: Documents
Report this link


Description

Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No Berkas : 01 Berkas Pembinaan Keluarga No RM : Puskesmas Trosobo,Sidoarjo Nama KK :Tn.m Tanggal kunjungan pertama kali 12 Agustus 2013, Nama pembina keluarga pertama kali : Faiqotul himmah S.Ked Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode pembinaan ) Tanggal Tingkat Pemahaman Paraf Pembimbing Paraf Keterangan KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Nama Kepala Keluarga : Tn.N Alamat lengkap : Desa Bulu Sidokare RW 01/ RT 03 Kec. Sekardangan Kab. Sidoarjo Bentuk Keluarga : Nuclear Family Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah No Nama Kedudukan dalam keluarga L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien Klinik (Y/T) Ket 1 Tn. M Kepala Keluarga L 54 th SD Tidak bekerja Y - 2 Ny. L Ibu/Istri P 47 th SD PRT Y - 3 An. Anak pertama L 29 th SD Serabutan T - 4 An. R Anak kedua L 20 th SD Serabutan T - 5 An. M Anak ketiga L 11 th SD Serabutan T - Sumber : Data Primer, September 2013 LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA BAB I STATUS PENDERITA A. PENDAHULUAN Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang penderita diabetes mellitus kasus lama, berjenis kelamin laki - laki dan berusia 54 tahun, dimana penderita merupakan salah satu dari penderita diabetes mellitus yang berada di wilayah Puskesmas Sekardangan Kabupaten Sidoarjo, dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat khususnya di daerah Puskesmas Sekardangan Kabupaten Sidoarjo beserta permasalahannya seperti masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang diabetes mellitus terutama masalah mengenai kepatuhan meminum obat penurun kadar gula dan kontrol rutin ke puskesmas. Oleh karena itu penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan. B. IDENTITAS PENDERITA Nama : Tn. M Umur : 54 tahun Jenis kelamin : Laki - laki Pekerjaan : Tidak Bekerja Pendidikan : SD Agama : Islam Alamat : Bulu Sidokare RT 03/RW 01 Suku : Jawa Tanggal periksa : 11 September 2013 C. ANAMNESIS 1.Keluhan Utama : rasa nyeri cekot – cekot pada kedua kaki, pasien susah untuk berjalan sendiri dan penglihatan yang berkurang. 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh nyeri cekot – cekot pada kedua kaki. Keluhan ini dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Karena nyeri cekot – cekot itu pasien susah untuk berjalan. Untuk kegiatan sehari – hari pasien merangkak. Kadang apabila dibantu anaknya pasien mencoba untuk berjalan. Pasien sering merasa lemas pada seluruh badan. Pasien mengeluh kedua telapak tangannya terasa menebal. Pasien juga mengeluh pandangannya semakin kabur pada mata yang kiri sedangkan pada mata yang kanan sudah tidak bisa melihat. keluhan ini bermula semenjak dua tahun yang lalu. Pasien mempunyai riwayat penyakit DM dan pasien sudah tidak rutin berobat ke puskesmas Sekardagan sejak bulan juli dan obatnya yang sudah ada pun tidak diminum sesuai aturan. 3. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien tergores paku pada paha bagian luar sebelah kiri sebesar kurang lebih 4 cm pada bulan juli lalu. luka tersebut sulit sembuh dan malah mengakibatkan kakinya bengkak dan bernanah. Karena luka itu pasien dirawat 2 minggu di RS. Setelah itu pasien diberikan obat dan rawat jalan dirumah · Riwayat DM : sejak 8 tahun yang lalu · Riwayat asma : disangkal · Riwayat alergi obat/makanan : disangkal · Riwayat penyakit jantung : disangkal · Riwayat hipertensi : (+) 4. Riwayat Penyakit Keluarga · Riwayat keluarga yang menderita DM disangkal. 5. Riwayat Kebiasaan · Riwayat merokok : disangkal · Riwayat olah raga : tidak pernah · Riwayat pengisian waktu luang dengan berbincang bincang dengan keluarga sering, berekreasi jarang. 6. Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah seorang kepala keluarga yang juga tidak bekerja dan mempunyai 3 orang anak. Untuk membiayai kehidupan sehari – hari bergantung pada istrinya yang bekerja menjadi PRT dengan penghasilan sebulan Rp. 700.000 dan juga dari anak pertamanya yang bekerja serabutan dengan penghasilan rata – rata Rp. 250.000 sebulan. 7. Riwayat Gizi. Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 2-3 kali dengan nasi sepiring, terkadang disertai lauk pauk seperti telur, ikan, tahu-tempe kerupuk, dan jarang dengan daging kadang ada sayuran. Penderita tidak ada keluhan dengan nafsu makan bahkan nafsu makan tinggi. Sejak sakit pasien sudah mengurangi konsumsi makanan atatu minuman yang manis. Kesan status gizi kurang. C. ANAMNESIS SISTEM 1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-) 2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (+), rambut kepala tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-) 3. Mata : pandangan mata terasa gelap saat tiba-tiba bangun dari duduk maupun tidur (-), penglihatan kabur (+), ketajaman menurun. 4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-) 5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-) 6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit 7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-) 8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (-), mengi (-), batuk darah (-) 9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-). 10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-), nyeri perut (-), meteorismus (-), BAB tidak ada keluhan 11. Genitourinaria : BAK sering, warna dan jumlah biasa 12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-) kelemahan otot (+) pada kedua kaki. Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-) 13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-) pada kedua lutut, nyeri tangan (-), nyeri kaki kanan dan kiri (+), nyeri otot (-) 14. Ekstremitas : Superior: bengkak (-), sakit (-), kesemutan (+) Bawah : bengkak (+), sakit (+), kesemutan (+) D. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Tampak lema dan kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), 2. Tanda Vital dan Status Gizi · Tanda Vital Nadi : 70 x/menit, reguler, isi cukup, simetris Pernafasan : 19x/menit Suhu : 36,8 oC Tensi : 160 / 100 mmHg · Status gizi: BB : 63 kg TB : 162cm BMI= BB (kg)/ TB (m)2= 63/(1,6)2= 24,6 Status Gizi normal 3. Kulit Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-) Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut, atrofi m. temporalis(-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-) 4. Mata Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek kornea (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-), radang/conjunctivitis/uveitis (-/-) 5. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-), sadle nose (-) 6. Mulut Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah hiperemis (-), tremor (-) 7. Telinga Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga dalam batas normal 8. Tenggorokan Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-) 9. Leher JVP kesan tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-) 10. Thoraks Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-) - Cor : I : ictus cordis tak tampak P : ictus cordis teraba pada ICS V MCL S P : batas kiri atas : SIC II 1 cm lateral LPSS batas kanan atas : SIC II LPSD batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS batas kanan bawah :SIC IV LPSD batas jantung kesan tidak melebar A : S1 S2 tunggal, regular, bising (-) - Pulmo : Statis (depan dan belakang) I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri P : fremitus raba kiri sama dengan kanan P : sonor/sonor A : suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan Rhonki (-/-), whezing (-/-) Dinamis (depan dan belakang) I : pergerakan dada kanan sama dengan kiri P : fremitus raba kiri sama dengan kanan P : sonor/sonor A : suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan Rhonki (-/-), whezing (-/-) 11. Abdomen I : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, venektasi (-) P : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba P : timpani seluruh lapang perut A : peristaltik (+) normal 12. Sistem Collumna Vertebralis I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-) P : nyeri tekan (-) P : NKCV (-) 13. Ektremitas: palmar eritema(-/-) akral dingin oedem deformitas - - - - - - - - - - _ _ 14. Sistem genetalia: dalam batas normal, fluor (-), gatal (-) 15. Pemeriksaan Neurologik Fungsi Luhur : dalam batas normal Fungsi Vegetatif : dalam batas normal Fungsi Sensorik : dalam batas normal Fungsi motorik : KO 5 5 T N N RF + + RP - - 3 3 N N + + - - 16. Pemeriksaan Psikiatrik Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis Afek : appropriate Psikomotor : normoaktif Proses pikir : bentuk : realistik isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-) arus : koheren Insight : baik E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium : · Gula darah puasa : 263 mg/dl F. RESUME Pasien laki - laki, 54 tahun dengan keluhan utama rasa nyeri cekot – cekot pada kedua kaki karena rasa nyeri itu pasien susah berjalan. Pasien juga merasa penglihatannya menurun pada kedua mata. Pasien mempunyai riwayat penyakit DM sejak 8 tahun yang lalu dan pasien sejak bulan juli 2013 sudah tidak pernah kontrol ke puskesmas Sekardangan. Pasien juga meminum obat DM nya tidak teratur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, compos mentis, status gizi normal. Tanda vital: Nadi : 70 x/menit. Pernafasan : 19x/menit. Suhu : 36,8 0C . Tensi : 160 / 100 mmHg. BB: 63 kg, TB: 162 cm. penglihatan kabur dan menurun pada kedua mata, pada ekstremitas atas terdapat rasa kesemutan pada kedua telapak tangan sedangkan pada ekstremitas bawah terdapat nyeri, bengkak dan kesemutan. Kekuatan otot ekstremitas bawah kanan dan kiri adalah 3. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan Gula darah puasa :263 mg/dl G. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS Diagnosis Biologis 1. Diabetes mellitus kasus lama 2. Hipertensi grade II Diagnosis Psikologis - Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya 1. Status ekonomi kurang. 2. Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari. 3. Pola makan yang kurang baik. H. PENATALAKSANAAN Non Medika mentosa 1. Olah raga Diharapkan penderita dapat melakukan latihan fisik setiap hari mulai dengan latihan berjalan 30 - 40 menit sebanyak minimal 3 kali sehari. Sampai penderita mampu berjalan sendiri lagi. II. Mengurangi stress tertentu Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak memberikan perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang atau bermain dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. III. Perilaku Perlunya diterapkan perilaku sehari-hari yang nantinya digunakan untuk menghindari semakin beratnya penyakit dan komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit. Perilaku ini misalnya antara lain: · Pemakaian alas kaki selama di luar rumah. Hal ini berguna untuk menghindari terjadinya luka pada kaki. · Menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur, dimaksudkan agar kesehatan gigi dan mulut tetap terjaga. · Menjaga kebersihan badan dengan mandi dua kali sehari, dimana hal ini akan meminimalkan terpaparnya badan terhadap bakteri-bakteri pathogen penyebab parahnya peradangan pada luka. · Penderita tidak boleh menahan kencing ditujukan untuk menjaga kesehatan organ kemih. Medikamentosa 1. Oral Anti Dibetik (OAD) berupa Glibenclamid 1x sehari pada pagi hari sebelum makan dan metformin 1x sehari pada siang harisetelah makan 2. Analgesik berupa Ibuprofen 500 mg. Diminum saat dirasakan nyeri 3. Obat anti hipertensi berupa Captopril 25 mg 2 x 1 A. FOLLOW UP Tanggal 14 September 2013 S :penderita masih sulit berjalan dan merasa nyeri cekot – cekot pada kedua kakinya O : KU sedang, compos mentis Tanda vital : T : 140/100 mmHg R : 19 x/menit N : 80 x/menit S : 36,7 0C Status Generalis : Kepala/Leher dalam batas normal Thorax dalam batas normal Abdomen dalam batas normal Ektremitas dalam batas normal Status Neurologis : dalam batas normal. Status Mentalis : dalam batas normal A : DM Kasus Lama (dalam pengobatan). Huipertensi grade II P : Terapi medikamentosa berupa OAD.analgesik berupa asam mefenamat dan Ibuprofen. FLOW SHEET Nama : Tn. M Diagnosis : DM kasus lama (dalam pengobatan). NO T G L Tensi mm Hg BB Kg TB Cm Status Gizi Test laboaratorium KET 1 11/09/13 160/100 63 162 normal Gula darah puasa = 263 mg/dl OAD,suntik Insulin dan rawat luka 2 14/09/13 140/100 63 162 normal BAB II IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA A. FUNGSI KELUARGA 1. Fungsi Biologis. Keluarga terdiri dari penderita, istri penderita, anak – anak sebanyak 3 orang. Penderita tinggal serumah dengan istri dan anak – anaknya. Penderita sudah tidak bekerja dan sehari – hari pasien beraktivitas dengan merangkak. 2. Fungsi Psikologis. Hubungan keluarga mereka terjalin cukup akrab, terbukti dengan permasalahan-permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini. Hubungan diantara penderita dan anak- anaknya cukup dekat antara satu dengan yang lain. Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya yang menderita kesusahan. 3. Fungsi Sosial Dalam masyarakat pasien beserta keluarga hanya sebagai anggota masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Pasien dan isteri tidak aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat karena pasien selama 2 bulan ini sudah tidak bisa berjalan sendiri. Hampir setiap harinya pasien hanya berada di dalam rumah. Pada setiap pagi pasien hampir selalu didatangi tetangga sebelah rumahnya untuk melihat keadaan pasien. Istri dan anak – anak pasien setiap paginya beraktivitas di luar rumah sehingga tidak bisa bersosialisasi dengan tetangga. anggota masyarakat Kegiatan-kegiatan yang harus mengeluarkan biaya terlalu tinggi merupakan faktor penghambat lain bagi keluarga ini untuk aktif dalam kegiatan sosial, selain karena merasa kurang mampu baik dari materi maupun status sosial. 4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan Penderita tidak bekerja sehingga pengobatan dan kebutuhan sehari- hari yang menanggung adalah istri dan anaknya yang pertama.Untuk kebutuhan air dengan menggunakan sumur. Untuk memasak memakai kompor minyak atau kayu bakar. Makan sehari-hari lauk pauk, jarang daging, buah dan frekuensi makan kadang-kadang 2-3 kali. Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke puskesmas, dan penderita sudah mempunyai kartu sehat. 5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi Penderita termasuk orang yang terbuka sehingga bila mengalami kesulitan atau masalah penderita sering bercerita kepada isteri atau tetangga. B. APGAR SCORE ADAPTATION Selama ini dalam menghadapi masalah keluarga, pasien selalu pertama kali membicarakannya kepada istrinya. dan mengungkapkan apa yang diinginkannya dan menjadi keluhannya. Baik keluhan tentang penyakitnya maupun tentang masalah lain. Penyakitnya ini kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari sehingga selama kurang lebih 8 tahun pasien menderita penyakit ini pasien tidak bekerja .Dukungan dari anak, keluarga dan petugas kesehatan yang sering memberi penyuluhan kepadanya, memberinya motivasi untuk sembuh dan teratur minum obat, karena penderita dan keluarga yakin penyakitnya bisa dibuat menjadi kondisi yang lebih baik dan tidak mempercepat keparahan dan komplikasi bila ia mematuhi aturan pengobatan. PARTNERSHIP Tn. M mengerti bahwa ia adalah kepala keluarga dan bapak dari 3 anak, Selain itu anak dan keluarganya meyakinkannya bahwa ia bisa sembuh kembali dari lumpuhnya , komunikasi antar anggota keluarga masih berjalan dengan baik. GROWTH Tn. M sadar bahwa ia harus bersabar menghadapi penyakitnya walaupun kadang mengganggu aktivitas sehari-harinya. AFFECTION Tn. M merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan istri dan anak – anaknya baik meskipun sudah 8 tahun lebih menderita penyakit ini.. Bahkan perhatian yang dirasakannya bertambah. Ia menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya. RESOLVE Tn. M merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari isteri dan anak – anaknya walaupun terkadang ia sering ditinggal beraktivitas oleh istri dan anak – anaknya. APGAR Tn. M terhadap Keluarga Sering/selalu Kadang-kadang Jarang/tidak A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama √ Total poin = 10 fungsi keluarga dalam keadaan baik Tn. M sudah tidak bekerja sebagai petani sampai sore, kadang-kadang bekerja, pasien setiap hari hanya tidur dan untuk berjalan pasien tidak mampu dan hanya mampu merangkakbaru pada sore hari biasanya pasien dapat berkumpul dan berinteraksi dengan keluarganya lagi. Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik. C. SCREEM SUMBER PATHOLOGY KET Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara partisipasi mereka dalam masyarakat cukup meskipun banyak keterbatasan. _ Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan, sunatan, pengajian dll. Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan _ Religius Agama menawarkan pengalaman spiritual yang baik untuk ketenangan individu yang tidak didapatkan dari yang lain Pemahaman dan penerapan agama cukup, hal ini dapat dilihat dari penderita menjalankan sholat lima waktu dan sering mengikuti pengajian. Sebelum maupun sesudah sakit penderita aktif dalam kegiatan pengajian di lingkungan desa. - Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah, untuk kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup + Edukasi Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Tingkat pendidikan dan pengetahuan penderita dan suami masih rendah. + Medical Pelayanan kesehatan puskesmas memberikan perhatian khusus terhadap kasus penderita Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga ini biasanya menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena letaknya dekat. _ Keterangan : · Ekonomi (+) artinya keluarga Tn. M masih menghadapi permasalahan dalam hal perekonomian keluarga. Karena yang bekerja cuman istrinya sedangkan anak –anak tidak memiliki pekerjaan tetap dengan penghasilan yang kecil. · Edukasi (+) artinya keluarga Tn.M juga menghadapi permasalahan dalam bidang pendidikan, dimana penderita dan anak-anaknya hanya lulusan SD. Hal ini akan mempengaruhi pengetahuan dan pola berpikir dari anggota keluarga Tn. M . D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Alamat lengkap : desa Bulu sidokare Rt 01/Rw 03, Sekardangan - Sidoarjo Bentuk Keluarga : Nuclear Family Diagram 1. Genogram Keluarga tn. M Dibuat tanggal 11 September 2013 - Ny . L - 47 tahun - perempuan - PRT - etnis Jawa - an . M - 11 th - laki - laki - SD - an . R - 20 th - laki - laki - serabutan - Tn . M - 54 tahun - laki - laki - tidak bekerja - etnis Jawa - an.P - 29 th - laki - laki - serabutan Sumber : Data Primer, 12 agustus 2013 Keterangan : Tn. M : Penderita Ny. S : istri An. P : anak pertama An.R : Anak kedua An. M : Anak ketiga E. Informasi Pola Interaksi Keluarga Ny.L 47 thn Tn. M , 54 th An. P 29 th An. . M, 11 th An. . R, 20 th Keterangan : : hubungan baik : hubungan tidak baik Hubungan antara Tn. M , istri dan anak - anaknya baik dan dekat. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga. F. Pertanyaan Sirkuler 1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh anak? Jawab : Istri merawat penderita dan mengantarkan penderita ke balai pengobatan di puskesmas. 2. Ketika istri bertindak seperti itu apa yang dilakukan anak ? Jawab : anak menjaga rumah dengan baik, karena rumah sedang ditinggalkan kedua orang tuanya. 3. Ketika Istri (ibu) seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain? Jawab : Kadang-kadang menemani menjaga rumah. 4. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan? Jawab : Dibutuhkan ijin istri. Namun sebelumya melalui musyawarah dengan anggota keluarga lainya atau mungkin juga melibatkan keluarga besarnya. 5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita? Jawab : Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah istri. Karena hampir semua kegiatan yang dilakukan suami dilakukan bersama – sama dengan istri 6. Selanjutnya siapa? Jawab : Selanjutnya adalah anak terakhir. Karena penderita sering dibantu berjalan untuk melakukan aktivitas 7. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita? Jawab : Anak yang kedua karena sudah menikah kemudian berpisah dari istrinya. 8. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien? Jawab : Tidak ada, karena setiap permasalahan yang ada penderita selalu memusyawarahkan pada keluarga. 9. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya? Jawab : Tidak ada, karena setiap permasalahan yang ada penderita selalu memusyawarahkan pada keluarga. BAB III IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga 1. Faktor Perilaku Keluarga Tn. M adalah seorang suami dari seorang istri dan ayah bagi ketiga anaknya. sudah kurang lebih 5 tahun tidak bekerja karena kesehatannya yang tidak memungkinkan dan penderita yang sudah berusia lanjut Penderita maupun keluarga penderita yang belum banyak memiliki pengetahuan tentang kesehatan khususnya tentang diabetes mellitus sendiri dan pentingnya mengatur pola makan dan olahraga yang berhubungan erat dengan penyakit penderita. Walaupun begitu mereka tetap memandang pendidikan sebagai hal penting bagi anaknya. Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas sehari-hari. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan keluarga akan berkurang dan menjadi beban anggota keluarga lainnya. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh faktor keturunan, pola hidup terutama pola makan, bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah. Walaupun perabot rumah tidak tertata dengan rapi, namun keluarga ini berusaha menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan menyapu rumah dan halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore. Keluarga ini belum memiliki fasilitas jamban. Untuk melakukan kegiatan mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari sumur yang ada di rumah. 2. Faktor Non Perilaku Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah ke bawah. Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu dari istri sebagai pembantu rumah tangga dan anak yang pertama yang bekerja serabutan. Dari total semua penghasilan tersebut keluarga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari walaupun belum semua kebutuhan dapat terpenuhi terutama kebutuhan sekunder dan tertier. Rumah yang dihuni keluarga ini kurang memadai karena masih ada kekurangan dalam pemenuhan standar kesehatan. Lantai belum diubin, hanya sebagian dilapisi semen, pencahayaan ruangan kurang, ventilasi kurang. Pembuangan limbah keluarga belum memenuhi sanitasi lingkungan karena limbah keluarga tidak dialirkan melainkan hanya dibiarkan keluar dari rumah ke belakang rumah dan dibiarkan meresap, serta belum adanya got pembuangan limbah keluarga. Sampah keluarga dibuang ditempat pembuangan sampah yang ada di belakang rumah. Fasilitas kesehatan yang sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah Puskesmas Sekardangan. B. Identifikasi Lingkungan Rumah Gambaran Lingkungan Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 5x12 m2 yang berdekatan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke Utara. Tidak memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas. Terdiri dari ruang tamu yang sekaligus digunakan sebagai ruang keluarga dan menonton TV, dua kamar tidur, satu kamar makan yang jarang digunakan, dapur yang juga dijadikan sebagai gudang. Terdiri dari 2 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan dan 1 pintu belakang. Jendela ada 3 buah, berukuran 1x1 m di kamar tamu dan di setiap kamar tidurnya. Di depan rumah terdapat teras yang berukuran 5x2 m2. Lantai rumah sebagian besar terbuat dari bahan semen . Ventilasi dan penerangan rumah masih kurang. Atap rumah tersusun dari genteng dan tidak ditutup langit-langit.. Dinding rumah terbuat dari batubata. Perabotan rumah tangga minim. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini berasal dari sumur yang terdapat pada bagian belakang rumah. Kamar mandi terletak di belakang masih bergabung dengan rumah.pada rumah ini tidak memiliki jamban dan apabila ingin BAB penderita dan keluarganya meminjam WC milik tetangga atau pergi ke WC umum di balai desa. Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Sehari-hari keluarga memasak menggunakan kompor gas dan kadang menggunakan kayu bakar yang biasa disimpan di gudang dan belakang rumah. Denah Rumah : 5M Halaman belakang 1,5 K. Mandi DAPUR S K.TIDUR 12 M U K.TIDUR R,MAKAN R. TAMU TERAS Keterangan : : Jendela : Satu Pintu : Tembok Bata : Pagar teras Gambaran tempat tinggal penderita 1. Tampak depan 2. Ruang Tamu 3. Kamar tidur 4. Dapur . 5.kamar mandi BAB IV DAFTAR MASALAH 1. Masalah aktif : a. Diabetes Mellitus Lama b. Kelumpuhan penderita c. Kondisi ekonomi lemah d. Pengetahuan penderita dan keluarga yang kurang tentang penyakit penderita 2. Faktor resiko : a. Pengobatan yang tidak rutin b. Pola makan yang kurang baik c. Kurangnya olahraga DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN (Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien) Perilaku makan yang salah 2. Kondisi ekonomi lemah 6 .Tingkat pendidikan keluarga masih rendah .3. P engetahuan penderita dan keluarga kurang tentang sakit penderita Tn M , 54 th 4 . tidak rutin minum obat 5. Kontrolke puskesmas BAB V PATIENT MANAGEMENT A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT 1. Suport Psikologis Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada dokternya. Antara lain dengan cara : a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi. b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan. c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan. d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter. Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon hanya kepada Tuhan YME. Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial. 2. Penentraman Hati Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang penyakitnya, kecemasan dan kekecewaan. Menentramkan hati penderita dengan memberikan edukasi tentang penyakitnya bahwa penyakitnya dapat dikontrol menggunakan obat. Faktor yang paling penting untuk kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan mengatur pola makan dan melakukan olahragu rutin setiap hari. Diharapkan pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya. 3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang diabetes mellitus. Pasien diabetes mellitus dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit, pengobatannya dan pencegahan. Sehingga persepsi yang salah dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter maupun oleh petugas Yankes (Ponkesdes). Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu : a. Diabetes Melitus bisa disembuhkan b. Penyakit diabetes mellitus selalu menimbulkan luka pada kaki yang tidak dapat sembuh yang akhirnya dapat membusuk dengan cepat. c. Penyakit diabetes mellitus cepat menyebabkan kematian. Persepsi yang benar yaitu: a. Penyakit diabetes mellitus tidak selalu menimbulkan luka pada kaki jika kadar gula darah dapat terkontrol. b. Penyakit diabetes mellitus bukan merupakan penyebab utama kematian. Kematian akan terjadi apabila timbul komplikasi yang bermula dari tidak terkontrolnya kadar gula darah. Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah penderita, pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga diet RKRP yang benar dalam rangka mencapai berat badan ideal, pentingnya olah raga yang teratur dan sebagainya. Penderita juga diberikan pengetahuan mengenai komplikasi terjadinya hipoglikemi, dimana gejalanya antara lain badan tiba-tiba terasa lemas, keringat dingin, pusing. Hal-hal tersebut dapat diatasi dengan segera minum satu gelas air yang ditambah dengan dua sendok makan gula. 4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri pasien bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain itu juga ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai kepatuhan dalam jadwal kontrol, keteraturan minum obat, diet yang dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang perlu dilakukan. 5. Pengobatan Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam penatalaksanaan. 6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi kesehatan berupa perubahan tingkah laku (menjaga berat badan, pola makan dan olahraga teratur), lingkungan (tempat tinggal yang tidak boleh lembab dengan penggunaan ventilasi yang cukup, pemakaian genteng kaca sehingga pencahayaan cukup dan kebersihan lingkungan rumah dan luar rumah yang bersih dengan disapu 2x/hari), meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara diet makanan rendah kalori rendah protein dan olah raga yang teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit diabetes mellitus di masyarakat dapat diluruskan. B. PREVENSI BEBAS DIABETES MELLITUS UNTUK KELUARGA LAINNYA (SUAMI, ANAK, DAN KELUARGA LAINNYA) Pada prinsipnya secara umum prevensi untuk bebas diabetes mellitus adalah sama dengan prevensi bebas diabetes mellitus untuk penderita. Misalnya dengan cara sebagai berikut : 1. Makan 2-3 kali sehari dengan membatasi jumlah kalori dan protein. 2. Olah raga teratur. Kesemuanya ini merupakan langkah-langkah untuk menjaga berat badan agar tidak mengalami sakit yang sama dengan penderita. BAB VI TINJAUAN PUSTAKA DIABETES MELLITUS A. LATAR BELAKANG Diabetes Mellitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut, apabila dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang yaitu mikroangiopati dan makroangiopati (Hastuti, 2008). Diabetes Mellitus (DM) disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan daerah yang paling banyak terkena DM. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita diabetes ke-4 terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat (Kusniyah dkk, 2010). B. DEFINISI Diabetes Mellitus, atau sering disingkat DM, adalah penyakit yang asal katanya berasal dari bahasa Yunani, yakni diabetes yang berarti “melewati”, serta mellitus yang berarti madu atau manis. Pada abad pertama, Aretaeus dari Kapadokia mendeskripsikan penyakit ini sebagai suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan rasa haus berlebihan, serta urin yang banyak serta manis seperti madu (Guven, 2003) (masih konsisten dengan gejala DM saat ini, yakni poliuria, glukosuria, dan polidipsia). Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan metabolisme karbohidrat, protein, serta lemak yang ditandai dengan gangguan ketersediaan serta kebutuhan terhadap insulin, yang memiliki manifestasi khas berupa hiperglikemia (Powers, 2008). Menurut American Diabetes Association (ADA) pada tahun 2010, DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang tejradi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Perkeni, 2011). C. FAKTOR-FAKTOR RESIKO Faktor risiko bagi DM tipe 1 antara lain: · Riwayat keluarga dan genetika. · Letak geografis. Insidens DM tipe 1 secara menarik meningkat semakin menjaui ekuator, sehingga daerah Skandinavia memiliki insidens yang cukup tinggi, sektiar 2-3 kali lebih tinggi daripada orang di Amerika Serikat dan Venezuela (Mayo Clinic, 2011) · Pajanan virus, seperti EBV, Coxsackie, Mumps, dan CMV yang mampu memicu destruksi melalui aktivasi autoimunitas, atau virus mungkin langsung merusak pulau Langerhans · Asupan vitamin D yang rendah, omega-3, serta meminum banyak nitrat · Dilahirkan oleh ibu saat usianya 4000 gram), atau pernah menderita DM gestasional · Riwayat dilahirkan dengan BB rendah (umumnya 140/90 mmHg) · Dislipidemia (dengan HDL 250 mg/dl) · Diet yang tidak sehat, yakni diet dengan terlalu tinggi karbohidrat (khususnya karbohidrat sederhana), tinggi lemak, serta rendah serat. Faktor risiko lain yang berkaitan dengan DM tipe 2 adalah: · Wanita dengan penyakit ovarium polikistik (polycystic ovary syndrome atau PCOS) · Penderita sindroma metabolik yang jelas memiliki toleransi glukosa terganggu(TGT / impaired glucose tolerance/IGT), atau memiliki glukosa darah puasa yang tinggi · Penderita dengan riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, penyakit jantung koroner, serta penyakit arteri perifer. D. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI Untuk menyeragamkan diagnosa dan terapi Diabetes Mellitus, pada tahun 1985 WHO menetapkan 2 jenis diabetes yaitu kelas klinis dan kelas resiko statistik. Penjelasan lebih rinci sebagai berikut : 2.3.1 Kelas klinis a. DM tipe 1 (DMTI/DM tergantung insulin) Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin absolut. Biasanya diderita oleh orang-orang di bawah umur 30 tahun. Diduga kuat disebabkan oleh infeksi virus yang menimbulkan autoimun yang berlebihan untuk menumpas virus. Akibatnya, sel-sel pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus tetapi juga merusak sel-sel langerhans. Faktor keturunan juga menjadi faktor penyebab DMTI. Penderita DMTI sekitar 10-20% dari total penderita Diabetes (Tobing dkk, 2008). b. DM tipe 2 (DMMTI/DM tidak tergantung insulin) DM tipe 2 ini banyak timbul pada penderita berusia di atas 40 tahun. Penderita DM inilah yang terbanyak di Indonesia. Data sementara hampir 90% penderita Diabetes di Indonesia adalah penderita DMMTI dan umumnya disertai dengan kegemukan. Secara medis, DM tipe ini disebabkan oleh gangguan sekresi insulin yang progresif karena resistensi insulin. Diduga disebabkan oleh faktor genetik dan dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat (Tobing dkk, 2008). c. DM terkait malnutrisi Biasanya terjadi di negara-negara berkembang di kawasan tropis yang sebagian penduduknya masih berpendapatan perkapita rendah, sehingga terjadi gangguan atau kekurangan makanan (malnutrisi) dan tidak didapati adanya ketosis (Tobing dkk, 2008). DMTM terbagi lagi menjadi 2, yakni : 1. Fibrocalculous pancreatic DM (FCPD). 2. Protein deficient pancreatic DM (PDRD). d. Diabetes mellitus tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu : 1. Penyakit pankreas 2. Penyakit hormonal 3. Penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid, anti hipertensi, anti kolesterol atau bahan kimia lain 4. Kelainan insulin atau reseptornya 5. Sindroma genetik tertentu 6. Penyebab lain yang belum diketahui (Tobing dkk, 2008). e. Gangguan toleransi glukosa (GTG) Ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang nilainya berada di daerah perbatasan yaitu di atas normal, tetapi di bawah nilai diagnostik untuk Diabetes Mellitus (Tobing dkk, 2008). f. DM pada kehamilan (gestational DM) Diabetes ini umumnya terjadi pada penderita yang sedang hamil. Diabetes Mellitus tipe ini adalah sama dengan Diabetes Mellitus tipe 2 dimana insulin tidak dapat bekerja dengan baik. Kebanyakan penderita dari Diabetes Mellitus tipe ini akan kembali pada keadaan normal setelah parturasi. Namun, sekitar 30-50% dari penderita Diabetes Mellitus ini akan berkembang menjadi Diabetes Mellitus tipe 2 dalam waktu 10 tahun (Heriyanti, 2007). 2.3.2 Kelas resiko statistik Kelas ini mencakup mereka yang mempunyai kadar glukosa dalam batas toleransi normal, tetapi memiliki resiko lebih besar untuk mengidap Diabetes Mellitus. Orang-orang yang termasuk dalam kelas ini antara lain : 1. Toleransi glukosa pernah normal 2. Kedua orang tua mengidap DM 3. Pernah melahirkan bayi dengan berat badan di atas 4 kg (Tobing dkk, 2008). E. EPIDEMIOLOGI Di banyak penelitian epidemiologi tentang DM menunjukkan adanya kecenderungan untuk terjadi peningkatan insidensi dan prevalensi DM, terutama DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia (Perkeni, 2011). Penderita DM diperkirakan meningkat dari 30 juta orang (1985) menjadi 177 juta orang (2000). Melalui tren dan pengolahan statistik, diperkirakan lebih dari 360 juta orang akan menderita DM di tahun 2030 (Powers, 2008). Kenaikan yang drastis ini terutama disumbang oleh DM tipe 2, meskipun prevalensi DM tipe 1 juga cenderung meningkat. Terdapat variasi geografis yang cukup nyata dalam hal insidens DM tipe 1 dan tipe 2. Sebagia contoh, daerah Skandinavia (mencakup Denmark, Finlandia, Swedia, Norwegia) memiliki insidens tertinggi untuk DM tipe 1 (35/100 000 per tahun di Finlandia). Hal ini diduga oleh tingginya frekuensi alel HLA yang berisiko DM di antara etnis ini.Demikian juga DM di Amerika Serikat berbeda untuk golongan ras di sana, dengan ras Amerika asli (Indian dan Alaska) yang mencapai 15,1%, Afroamerika (13,3%), disusul orang Amerika Latin (9,5%), dan relatif rendah di orang kulit putih keturunan Spanyol (Hispanic), dan terendah di orang kulit putih. Perkembangan suatu negara juga menentukan bagaimana prevalens dan insidens DM (terutama tipe 2) di negara tersebut. Sebagai contoh, negara-negara yang ekonomominya sangat menonjol seperti Singapura dan China menampilkan kenaikan insidensi DM dibandingkan dengan 10 tahun lalu.4 Hal ini semakin menekankan peranan lingkungan, disamping genetik, dalam menentukan perjalanan DM. Di Indonesia sendiri diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum terdiagnosis. Selain itu, dari seluruh yang terdiagnosis, hanya 2/3 saja yang menjalani pengobatan, baik farmakologis maupun non-farmakologis. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta (2000) hingga 21,3 juta (2030). Penelitian yang dilakukan pada dekade 80-an dan dibandingkan dengan sekarang juga cukup mengejutkan. Sebagai contoh di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM merangkak naik dari 1,7% (1982) menjadi 5,7% (1993), dan meroket hingga 12,8% (2001). Pada tahun 2003, dari 133 juta penduduk Indonesia berusia 20 tahun, didapatkan data prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban, dengan 7,2% pada daerah rural, sekali lagi menegaskan betapa pentingnya faktor lingkungan pada DM khususnya tipe 2. Melihat data-data yang sedemikian membelalakkan mata, peranan dokter umum menjadi sangat penting sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan primer (Perkeni, 2011). Sementara itu untuk data secara kasar, dari seluruh penderita diabetes di seluruh dunia, hanya sekitar 5-10% yang didiagnosis sebagai DM tipe 1. 90-95% didiagnosis sebagai tipe 2, dan hanya 1-5% terdiagnosis sebagai DM tipe lain. Di AS sendiri didiagnosis 10.000 kasus baru setiap tahun dengan jumlah penderita mencapai 1 juta orang. Sebagai salah satu gangguan metabolik yang cukup sering pada anak-anak, DM tipe 1 dapat ditemukan dalam 15 anak setiap 100.000 anak berusia kurang dari 18 tahun (Romesh, 2011). F. GEJALA Gejala klinis DM menurut Tobing dkk (2008), yaitu : 1. Sering buang air kecil Tingginya kadar gula dalam darah yang dikeluarkan melalui ginjal juga disertai oleh air atau cairan tubuh, maka buang air menjadi lebih banyak. 2. Haus dan banyak minum Banyaknya urine yang keluar menyebabkan cairan tubuh berkurang sehingga kebutuhan akan air (minum) meningkat. 3. Fatigue (lelah) Muncul karena energi menurun akibat berkurangnya glukosa dalam jaringan/sel. Kadar gula dalam darah yang meningkat tidak bisa masuk ke dalam sel disebabkan menurunnya fungsi insulin sehingga kekurangan energi. 4. Rasa lelah, pusing, keringat dingin, tidak bisa konsentrasi Disebabkan oleh menurunnya kadar gula. Setelah mengkonsumsi gula, reaksi pankreas meningkat (produksi insulin meningkat) menimbulkan hipoglikemik/kadar gula menurun. 5. Berat badan naik Disebabkan terganggunya metabolisme karbohidrat karena hormon lain juga terganggu. 6. Gatal Disebabkan oleh mengeringnya kulit (gangguan pada regulasi cairan tubuh) yang menyebabkan kulit mudah luka dan gatal. 7. Gangguan imunitas Meningkatnya kadar glukosa dalam darah menyebabkan pasien diabetes sangat sensitif terhadap penyakit infeksi. Ini disebabkan oleh menurunnya fungsi sel-sel darah putih. 8. Gangguan mata Penglihatan berkurang disebabkan oleh perubahan cairan dalam lensa mata. Pandangan akan tampak berbayang disebabkan adanya kelumpuhan pada otot mata. 9. Gangguan polyneuropathy Gangguan sensorik pada saraf periferal (kesemutan/baal) di kaki atau tangan. G. DIAGNOSA Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok tersebut di bawah ini (Committe Repport ADA, 2006): 1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun) 2. Obesitas BB (kg)> 110% BB ideal atau IMT > 25 (kg/m2) 3. Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg) 4. Riwayat DM dalam garis keturunan 5. Riwayat kehamilan dengan: BB lahir bayi >4000 gram atau abortus berulang 6. Riwayat DM pada kehamilan 7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL atau Trigliserida > 250 mg/dL) 8. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau glukosa darah terganggu (GDPT). Pelaksanaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk diagnosis DM adalah sebagai berikut: 1. Tiga hari sebelumnya makan karbohidrat cukup 2. Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan 3. Puasa semalam, selama 10-12 jam 4. Periksa glukosa darah puasa 5. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit 6. Diperiksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa 7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap boleh minum air putih, namun harus istirahat dan tidak merokok 8. Untuk tujuan penelitian atau diagnosis DMG (Diabetes Mellitus Gestasional), dilakukan pemeriksaan glukosa darah pada 0, 1, 2 dan 3 jam sebelum dan sesudah minum beban glukosa 75 gram tersebut. Uji laboratorium · Darah Orang normal : GDP (Glukosa Darah Puasa) < 100 mg/dL 2 JPP < 140 mg/dL GDP antara 100 dan 126 mg/dL disebut Glukosa Darah Puasa Terganggu Penderita DM : GDP (Glukosa Darah Puasa) 90-130 mg/dL 2 JPP < 180 mg/dL · Urin Pada orang normal, reduksi urin : negatif Pemantauan reduksi urin biasanya 3x sehari dan dilakukan kurang lebih 30 menit sebelum makan. Atau 4x sehari, yaitu 1x sebelum makan pagi dan yang 3x dilakukan setiap 2 jam sesudah makan. Pemeriksaan reduksi 3x sebelum makan lebih lazim dan lembih hemat. Kriteria diagnosis diabetes mellitus (konsensus Perkeni, 2002) Dinyatakan DM apabila terdapat: 1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dL, plus gejala klasik: poliuri, polidipsia dan penurunan berat badan yang itdak jelas sebabnya atau 2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dL, atau 3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dL pada 2 jam sesudah makan atau beban glukosa 75 gram pada TTGO. Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain atau esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat. H. KOMPLIKASI Komplikasi akut : a. Hipoglikemia Menurut Marpaung (2006), kadar gula darah puasa (true glucose) adalah 60 mg%. Dengan dasar tersebut, maka penurunan kadar gula darah dibawah 60 mg% disebut sebagai hipoglikemia. Pada umumnya gejala hipoglikemia baru timbul bila kadar gula darah < 45 mg%. Pada pasien DM hipoglikemia dapat terjadi pada mereka yang menggunakan obat insulin atau obat antidiabetes oral/sulfonilurea. b. Hiperglikemia Menurut Marpaung (2006), hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantara enzim aldose reduktase akan dirubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel atau jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. Hiperglikemia ini terdiri dari : 1. Diabetes Keto Asidosis (DKA) Merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Gambaran klinis berupa pernapasan cepat dan dalam (kussmaul) dan dehidrasi (turgor kulit bertambah, lidah dan bibir kering). Kadang-kadang disertai dengan tekanan darah rendah, sehingga kesadaran dapat turun sampai koma. 2. Non Ketotik Hiperosmolar (NKH) Secara klinis dari pemeriksaan fisik pada NKH ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi, tidak ada bau aseton yang tercium dari pernapasan, dan tidak ada tanda pernapasan kussmaul (Marpaung, 2006). Komplikasi kronik Komplikasi kronik pada Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik), dibagi menjadi dua yaitu makroangiopati dan mikroangiopati. Meskipun tidak berarti satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan (Subiantoro, 2002). Berbagai komplikasi dapat timbul pada bagian tubuh lain jika kadar glukosa darahnya tidak dikontrol, seperti : a. Mata Bila kadar glukosa di dalam darah mendadak tinggi, lensa mata menjadi cembung dan penderita mengeluh kabur. Bila keadaan ini dibiarkan, penderita akan sering mengganti kacamatanya dan tidak akan puas dengan kacamata yang telah diperolehnya. Tetapi bila DM dirawat dengan baik, penglihatan akan terang kembali dalam 2-4 minggu. Penyakit DM dapat menyebabkan lensa mata menjadi keruh, lensa keruh ini disebut katarak. Komplikasi menahun pada mata yang lain adalah meningkatnya tekanan bola mata yang disebut glaukoma. Keadaan yang akhirnya akan timbul dan biasanya sesudah 10-15 tahun mengidap DM, adalah terganggunya alat penerima mata atau retina yang terletak di belakang lensa mata. Gangguan pada retina mata akibat DM ini disebut retinopati diabetik. Dibandingkan dengan NonDiabetes, penderita DM mempunyai kecenderungan 25 kali lebih mudah mengidap kebutaan (Marpaung, 2006). b. Jantung Penderita DM lebih mudah menderita jantung koroner. Dibandingkan dengan orang normal, penderita DM dua kali lebih mudah menderita infark jantung/serangan jantung. Selain itu, karena keadaan DM yang kurang baik dan telah berlangsung lama, daya pompa otot jantung sedemikian lemah dan penderita DM mudah sesak napas ketika berjalan atau naik tangga, yang disebut payah jantung (Marpaung, 2006). c. Ginjal Dibandingkan dengan ginjal orang normal, penderita DM mempunyai kecenderungan tujuh belas kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi ginjal. Semuanya ini disebabkan oleh faktor infeksi yang berulang-ulang yang sering timbul pada DM, dan adanya penyempitan pembuluh darah kapiler yang disebut mikroangiopati di dalam ginjal. Manifestasi komplikasi mikroangiopati diabetik pada ginjal disebut nefropati diabetik (Marpaung, 2006). d. Paru Penderita DM jika batuk biasanya berlangsung lama. Lama waktu untuk penyembuhannya karena pertahanan tubuhnya menurun. Dibandingkan dengan orang normal, penderita DM lebih mudah menderita TBC paru. Kurang lebih 12,8% penderita DM di Surabaya pada tahun 1993 mengidap TBC paru. Agar cepat sembuh DM harus dirawat dengan sempurna (Marpaung, 2006). e. Angiopati Diabetik Komplikasi DM yang paling berbahaya adalah komplikasi pada pembuluh darah. Komplikasi pembuluh darah pada DM dapat dihindari jika penyakit tersebut dirawat dengan baik. Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan, angiopati diabetik dibagi 2 yaitu makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler). Walaupun tidak berarti satu sama lain saling berpisah atau tidak terjadi sekaligus (Marpaung, 2006). f. Gangren Diabetik Merupakan komplikasi menahun dari DM, dengan kelainan pada tungkai bawah atau pada ujung-ujung kaki dan tangan. Semua luka atau radang yang terjadi pada daerah mata kaki harus segera diobati, bila terlambat akan menimbulkan gangren diabetik (luka kehitaman karena sebagian jaringannya rusak dan berbau busuk). Tidak jarang pada akhirnya kaki harus dipotong (diamputasi). Jika sudah terjadi gangren diabetik, penderita harus masuk rumah sakit karena harus mendapat suntikan insulin, antibiotika dan perawatan luka secara intensif (Marpaung, 2006). I. PENANGANAN Terapi non farmakologi Terapi nutrisi medis direkomendasikan untuk semua pasien. Bagi pasien dengan DM tipe 1, difokuskan pada pengaturan pemberian insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat. Pola makan dengan karbohidrat kadar menengah dan rendah lemak jenuh, serta makanan seimbang juga dianjurkan. Selain itu, pasien DM tipe-2 sering memerlukan pembatasan kalori untuk meningkatkan penurunan berat badan (Dipiro, 2009). Latihan aerobik dapat memperbaiki resistensi insulin, kontrol glikemik pada kebanyakan pasien, mengurangi faktor risiko kardiovaskular, berkontribusi dalam penurunan atau pemeliharaan berat badan, dan meningkatkan kesejahteraan/kesehatan. Latihan harus dimulai perlahan-lahan pada pasien yang belum pernah melakukan. Pasien yang lebih tua dan memiliki penyakit aterosklerosis harus memantau evaluasi kardivaskular sebelum memulai program latihan (Dipiro, 2009). Farmakoterapi Diabetes Mellitus Tipe 1 · Semua pasien dengan tipe I DM membutuhkan insulin, tetapi jenis dan cara penghantarannya sangat berbeda antara pasien dan pengobatan kliniknya · Strategi terapi harus berusaha untuk menyesuaikan asupan karbohidrat dengan proses penurun glukosa (biasanya insulin) dan olahraga. Diet intervensi harus memungkinkan pasien untuk hidup seperti biasa. · Waktu onset insulin, puncak, dan lamanya efek harus sesuai dengan pola makan dan jadwal latihan untuk mencapai kadar glukosa darah yang mendekati normal. · Injeksi insulin dua kali sehari dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi fisiologis sekresi indulin. Injeksi dapat diawali dengan dosis 0.6 units/kg/hari diberikan 2/3 bagian dipagi hari sebelum sarapan dan 1/3 bagian dimalam hari. Jika kadar glukosa puasa di pagi hari terlalu tinggi, dapat dilakukan injeksi di waktu tidur, sehingga frekuensi pemberian menjadi 3 kali injeksi sehari. Namun, kebanyakan pasien tidak cukup diprediksi jadwal asupan makanan mereka untuk memungkinkan kontrol glukosa ketat dengan pendekatan ini. · Konsep injeksi bolus basal dapat dilakukan untuk memperoleh kondisi fisiologi insulin normal dengan memberikan insulin aksi menengah atau panjang sebagai komponen basal dan insulin aksi pendek sebagai bagian bolus. Terapi intensif dengan menggunakan pendekatan ini direkomendasikan untuk semua pasien dewasa untuk memperkuat pentingnya kontrol glikemik dari awal pengobatan. · Komponen insulin basal dapat diberikan sekali atau dua kali sehari NPH/detemir, atau sekali sehari insulin glargine. Kebanyakan pasien DM tipe 1 membutuhkan dua kali injeksi dari semua jenis insulin kecuali insulin glargine. Semua insulin (kecuali insulin glargine) memiliki beberapa derajat efek puncak yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan makan dan aktivitas. Insulin Glargine atau insulin detemir adalah suplemen insulin basal untuk sebagian besar pasien. · Komponen insulin bolus diberikan sebelum makan dengan insulin reguler, insulin lispro, insulin aspart, atau insulin glulisine. Onset yang cepat dan durasi pendek dari analog insulin lebih cepat menormalkan fisiologi dibandingkan dengan insulin reguler, yang memungkinkan pasien untuk memvariasikan jumlah insulin yang disuntikkan berdasarkan tingkat SMBG preprandial, tingkat aktivitas yang akan datang, dan antisipasi asupan karbohidrat. Kebanyakan pasien diberikan dosis insulin preprandial berdasarkan algoritma insulin. Penghitungan karbohidrat adalah alat yang efektif untuk menentukan jumlah insulin yang harus disuntikkan preprandial. · Sebagai contoh, pasien mungkin dengan dosis awal 0,6 unit/ kg /hari insulin, dengan insulin basal 50% dari dosis total dan insulin prandial 20% dari total dosis sebelum sarapan, 15% sebelum makan siang, dan 15% sebelum makan malam. Kebanyakan pasien memerlukan dosis harian total antara 0,5 dan 1unit/kg/hari. · Semua pasien yang menerima insulin harus memiliki pendidikan yang luas dalam pengenalan dan pengobatan hipoglikemia (Dipiro, 2009). Farmakoterapi Diabetes Mellitus Tipe 2 · Pasien dengan gejala (symptom) pada awalnya mungkin memerlukan insulin atau terapi kombinasi oral untuk mengurangi toksisitas glukosa (yang dapat mengurangi sekresi sel β insulin dan memperburuk resistensi insulin). · Pasien dengan A1C sekitar 7% atau kurang biasanya diobati dengan terapi gaya hidup dengan atau tanpa perangsang insulin, sedangkan pasien dengan A1C > 7% tetapi 9% sampai 10% memerlukan dua atau lebih insulin untuk mencapai tujuan glikemik. · Pasien obesitas (> 120% berat badan yang ideal) tanpa kontraindikasi pengobatan harus dimulai dengan metformin, sampai ditetapkan kadar sekitar 2.000 mg hari. Thiazolidinedione (rosiglitazone, pioglitazone) dapat digunakan pada pasien toleran atau memiliki kontraindikasi terhadap metformin. · Pasien dengan berat badan normal dapat diobati dengan insulin secretagogues · Kegagalan terapi awal harus dilakukan penambahan kelas lain dari obat. Pergantian obat dari kelas lain harus disediakan untuk obat intoleransi. Metformin dan insulin secretagogue sering digunakan sebagai terapi lini pertama dan kedua. · Terapi kombinasi awal harus dipertimbangkan bagi pasien dengan A1C > 9% sampai 10%, dan beberapa produk oral kombinasi yang tersedia. · Jika pasien tidak dapat diobati menggunakan kombinasi dua obat, dapat ditambahkan obat ketiga (misalnya: glitazone, exenatide, penghambat dipeptidil peptidas IV , atau insulin basal. Terapi harus dipandu oleh A1C, FPG,biaya, tambahan manfaat (misalnya, penurunan berat badan), dan menghindari efek samping). · Hampir semua pasien akhirnya menjadi insulinopenic dan membutuhkan terapi insulin. Pasien sering dialihkan pada penggunaan insulin waktu tidur dengan efek panjang atau menengah untuk kontrol glikemik sepanjang hari. Hal ini mengakibatkan berkurangnya hiperinsulinemia dan berat badan dibandingkan dengan strategi insulin yang lebih tradisional. Perangsang insulin biasanya digunakan dengan insulin karena kebanyakan pasien mengalami resisten insulin. · Karena variabilitas resistensi insulin, dosis insulin bisa berkisar 0,7-2,5 unit/kg/hari atau lebih (Dipiro, 2009). Pengobatan Pada Kasus Komplikasi · Retinopati Retinopati diabetika adalah kerusakan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh Diabetes Melitus. Pasien dengan retinopati harus diperiksa oleh dokter mata setidaknya setiap 6 sampai 12 bulan (Dipiro, 2009). Retinopati diabetika merupakan salah satu komplikasi Diabetes Melitus (DM) pada mata yang paling banyak menyebabkan kebutaan menetap. Terjadinya seiring dengan lamanya menderita DM. Makin lama DM diderita makin tinggi kemungkinan terjadinya retinopati. Resiko menderita retinopati DM tinggi yaitu 60% pada penderita yang menderita DM > 15 tahun, resiko juga meningkat pada orang muda penderita DM. Angka kebutaan retinopati diabetika adalah ±30% (Yap, 2009). Retinopati diabetika ditandai dengan adanya gangguan pembuluh darah diretina berupa kebocoran, sumbatan dan pada tahap selanjutnya timbul pembuluh darah abnormal yang sangat rapuh dan mudah menimbulkan pendarahan dengan segala akibat yang merugikan (Yap, 2009). Kebutaan pada retinopati diabetika dapat dikurangi dengan deteksi dan penanganan yang memadai termasuk kontrol teratur. Penganan dengan sinar Laser bertujuan meringankan akibat kebocoran pembuluh darah serta menghilangkan pembuluh darah abnormal sehingga kemungkinan terjadinya kebutaan dapat dikurangi. Sinar Laser tidak dapat mengembalikan fungsi penglihatan yang sudah rusak akibat retinopati diabetika. Pasca penyinaran laser penderita Retinopati Diabetika masih perlu di follow-up secara teratur, karena mungkin diperlukan terapi laser tambahan (Yap, 2009). · Neuropati. Neuropati perifer adalah komplikasi yang paling umum pada pasien DM tipe 2 rawat jalan. Parestesia, mati rasa atau nyeri mungkin merupakan gejala dominan. Peningkatan kontrol glikemik dapat mengurangi beberapa gejala (Dipiro, 2009). Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. MAnifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal (Permana, 2009). · Nefropati Kontrol glukosa dan tekanan darah penting untuk mencegahan dan menghambat perkembangan nefropati. Angiotensin-converting enzyme inhibitor dan angiotensin reseptor blocker telah menunjukkan keberhasilan dalam mencegah perkembangan klinis penyakit ginjal pada pasien DM tipe-2. Diuretik sering diperlukan dan direkomendasikan sebagai terapi lini kedua (Dipiro, 2009). Diabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati paling banyak, sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif (Permana, 2009). Nefropati diabetik ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr /24jam), terdapat retinopati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah (Permana, 2009). · Penyakit pembuluh darah perifer dan borok kaki Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnuya terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal. Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obes, hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV. Faktor factor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun kematian (Permana, 2009). .Klaudikasio dan borok kaki, sering terjadi pada di DM tipe 2. Berhenti merokok, kontrol dislipidemia, dan terapi antiplatelet merupakan strategi pengobatan penting. Pentoxifylline (Trental) atau Cilostazol (Pletal) dapat berguna pada beberapa pasien. Revaskularisasi juga dapat dilakukan pada pasien tertentu. Debridement lokal, penggunaan alas kaki yang tepat dan perawatan kaki penting dalam pengobatan lesi awal. Pengobatan topikal dapat bermanfaat pada lesi lebih lanjut (Dipiro, 2009). · Penyakit Jantung Koroner Risiko intervensi multiple-faktor (pengobatan dislipidemia dan hipertensi, berhenti merokok, terapi antiplatelet) mengurangi kejadian makrovaskular (Dipiro, 2009). Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risiko koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pectoris (nyeri dada paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda seetlah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, dimana nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak mereda dengan pemberian nitrat. Namun gejala-gejala ini dapat tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti (Permana, 2009). The American Diabetes Association dan National Kidney Foundation merekomendasikan tujuan tekanan darah


Comments

Copyright © 2025 UPDOCS Inc.