Ganguan kebiasaan pada anak Seorang anak sangat peka terhadap kasih sayang, mereka mengetahui dan lekas merasa dicintai atau tidak. Jika merasa tidak dicintai dan diperhatikan oleh orang tuanya, anak akan merasa tidak aman lalu timbul ketegangan yang dapat mengakibatkan gejala berupa timbulnya kebiasaan-kebiasaan jelek yang disebut gangguan kebiasaan. Gangguan kebiasaan pada anak ini merupakan suatu penyaluran dari suatu ketegangan emosional (tensional outlet) bagi seorang anak. Gangguan kebiasaan pada anak dapat berupa : kebiasaan mengisap jari, mengisap lidah, menggigit kuku, mengguling-gulingkan kepala, mencabut rambut, gagap, menangis dan merengek-rengek. Berikut ini akan diuraikan secara terperinci beberapa gangguan kebiasaan pada anak-anak : 1. Enuresis (Ngompol) Ngompol adalah keadaan dimana anak tidak dapat menahan kencing sesudah umur 5 tahun. Enuresis nokturna adalah ngompol pada malam hari dan enuresis diurnal terjadi pada siang hari. Ngompol merupakan gangguan kebiasaan yang sering dijumpai pada anak-anak. Sekitar 1-5 % anak menderita gangguan kebiasaan ini, dan terjadi lebih sering pada anak laki-laki daripada anak perempuan. · Gejala yang Timbul Ngompol bisa bersifat menetap (primer), dimana pada malam hari anak selalu ngompol, dan tipe regresif (sekunder) dimana anak yang sudah tidak ngompol sekurang-kurangnya dalam 1 tahun mulai ngompol lagi. Sekitar 75% dari semua anak yang ngompol merupakan tipe primer. Tetapi pada anak usia akhir SD biasanya menderita ngompol tipe regresif. Ngompol yang bersifat menetap biasanya sering karena pelatihan untuk buang air kecil yang tidak tepat atau tidak memadai. Orang tua yang menuntut secara paksa anak untuk segera bisa buang air kecil sendiri dapat menimbukan respon marah, anak secara tidak sadar menentangnya dengan mengompol. Sebaliknya orang tua yang tidak cukup memberi dukungan dan latihan buang air kecil dapat mengurangi upaya anak untuk menahan kencing. Stress psikologis yang lama yang terjadi selama periode anak belajar berjalan walaupun tidak terkait dengan pengalaman pelatihan buang air keci juga dapat menganggu kemampuan anak untuk mengontrol kencing. Ngompol tipe regresif biasanya dipengaruhi peristiwa-peristiwa lingkungan yang penuh tekanan, seperti pindah rumah baru, konfik pernikahan orang tua, kelahiran saudara kandung atau kematian dalam keluarga. Ngompol ini bersifat sementara dan terjadi cuma sebentar. Biasanya tipe ini cepat sembuh. · Penanganan Penanganan ngompol pada anak tergantung pada faktor penyebabnya. Penanganan harus memperhatikan faktor psikis, sosial dan lingkungan anak. Beberapa hal berikut dapat dilakukan jika anak kita masih ngompol: · Pemberian hadiah atau pujian. Jika pada suatu malam anak kita sudah tidak ngompol berikan suatu hadiah/pujian. Berikan hadiah yang lebih besar atau lebih anak sukai jika ternyata dia sudah tidak ngompol pada lebih banyak malam. · Setelah makan malam, jangan berikan minuman atau makanan cair pada anak. · Sebelum tidur, anak disuruh buang air kecil terlebih dahulu. · Membangunkan anak secara berulang-ulang untuk mengantarkannya ke kamar mandi, hal ini berguna bagi beberapa anak. Tapi dapat menimbulkan dan membangkitkan amarah pada beberapa anak yang lain. · Pada anak yang sudah besar diminta mencuci sprei dan celananya sendiri yang kena ompol. · Jalinlah komunikasi yang baik dengan anak, bantu anak mengatasi masalahnya. · Hindari pemberian hukuman atau penghinaan pada anak yang masih ngompol. · Penggunaan aat-alat pembantu (mialnya alarm yang berbunyi) sebaiknya dihindari, jika sangat diperukan sebaiknya harus dengan persetujuan anak. · Konsutasilah dengan dokter anak atau dokter syaraf untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada organ saluran kencing atau tidak. 2. Enkopresis Anak-anak yang berumur 2-3 tahun biasanya sudah tidak berak di celana lagi. Bila hal ini sekali-kali terjadi, tidak usah dikhawatirkan, sebab mungkin anak baru sakit atau karena rangsangan emosional yang hebat. Akan tetapi jika sesudah umur 3-4 tahun seorang anak masih buang air besar di celana, maka hal tersebut harus di”khawatirkan”. Gangguan ini terutama pada anak aki-laki dan biasanya pada anak dengan sosial ekonomi yang rendah. Enkopresis menunjukkan gangguan emosi yang lebih serius daripada ngompol dan sering terkait dengan amarah. · Faktor Penyebab Enkopresis Antara Lain : · Kelainan saluran pencernaan dan feces. Misalnya konstipasi kronis, tinja keras, dan mencret terus menerus pada anak. · Retardasi mental. · Latihan yang salah : ibu yang tergesa-gesa melatih anaknya sebelum waktunya (sebelum umur 1 tahun seorang anak belum dapat mengontrol BAB nya), sehingga anak menjadi bingung dan takut. Atau anak kurang mendapat perhatian orang tua sehingga kurang latihan. · Adanya gangguan emosional, misalnya rasa iri pada adik yang baru lahir, merasa tidak diperhatikan dll. · Penanganan · Tindakan seperti pada kasus ngompol bisa digunakan pada kasus ini. Tapi ada beberapa hal yang memerlukan penanganan yang berbeda. · Jika disebabkan konstipasi kronis, maka sebaiknya orang tua lebih memperhatikan makanan anak, beri banyak buah-buahan dan makanan berserat tinggi. · Latih anak untuk duduk di toilet sekitar 10-15 menit selesai makan. · Beri anak hadiah jika sudah tidak BAB di celana lagi. 3. Menghisap Jari Untuk bayi menghisap jari merupakan hal yang normal. Akan tetapi bia seorang anak masih menghisap jari setelah umur 3-4 tahun, maka biasanya ada ketegangan emosional padanya. Orangtua sering menjadi gelisah bia melihat anaknya menghisap jari. Yang dari kalangan intelektual khawatir timbulnya kelainan pada rahang atau anak mendapat radang saluran cerna. Oleh karena itu anak yang menghisap jari sering dimarahi, diancam hukuman atau dibuat malu oeh orang tuanya. Padahal hal tersebut bisa menimbukan rasa salah dan rendah diri pada anak dan justru menambah ketegangan emosional yang sudah ada. Bagaimanakah sebaiknya sikap orang tua terhadap anak yang menghisap jari dan bagaimanakah pencegahannya? Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : · Pada masa bayi diberikan cukup waktu untuk menghisap. Menurut banyak peneliti, kebiasaan menghisap jari lebih sering terjadi pada anak – anak yang kurang diberi kesempatan menghisap, misalnya pada bayi-bayi yang cepat disapih. · Diselidiki keadaan emosional anak. Bagaimanakah hubungan orang tua denagn anak? Bila ada ketegangan emosional, maka hal ini peru diperbaiki. Berikan lebih banyak perhatian pada anak. · Bila anak masih tetap menghisap, biarkanlah hingga anak berumur kira-kira 5 tahun. Biasanya setelah umur 5 tahun anak lebih koperatif, dan lebih mudah diajak komunikasi, sehingga bisa diberitahu bahwa hal tersebut adaah kebiasaan yang tidak baik. · Berikan anak permainan atau minat yang anak sukai sehingga dengan begitu anak akan merasa puas dan lebih ceria.Sehingga kemungkinan meluapkan emosi dengan menghisap jari lebih rendah. · Jika anak sudah mulai mencoba dengan aktif mengendalikan kebiasaan menghisap jari berikan pujian dan dorongan. Sehingga dengan begitu anak akan lebih termotivasi menghiangkan kebiasaan tersebut. Gangguan Pengendalian Impuls Individu dengan pengendalian implus memiliki ciri-ciri berikut: pertama, individu tidak dapat menahan suatu implus, dorongan, atau godaan untuk melakukan suatu tindakan yang berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain. Individu mungkin secara disadari atau tidak disadari menentang implus dan mungkin merencanakan atau tidak merencanakan tindakan tersebut. kedua, sebelum melakukan tindakan, mereka merasakan ketegangan atau rangsangan yang meningkat. Ketiga, saat melakukan tindakan, individu dengan gangguan ini merasakan kesenangan, kegembiraan, atau pelepasan. Tindakan adalah ego-sintonik yaitu sejalan dengan harapan sadar pasien yang segera. Segera setelah tindakan, pasien mungkin merasakan penyesalan yang murni, mencela diri sendiri, atau rasa bersalah, atau mungkin tidak merasakanya. Enam kategori gangguan pengendalian implus yaitu gangguan eksplosif intermiten, kleptomania, berjudi patologis, trikotilomania, dan gangguan pengendalian impuls yang tidak dapat ditentukan. Penyebab gangguan pengendalian implus adalah tidak diketahui, tetapi faktor psikodinamika dan psikososial tampak berinteraksi untuk menyebabkan gangguan. Gangguan mungkin memiliki mekanisme neurobiologis dasar yang sama. ETIOLOGI · Faktor Psikodinamika Suatu implus adalah suatu kecenderungan untuk bertindak, untuk menurunkan ketegangan yang meningat yang disebabkan oleh dorongan instinktual yang telah dibangun atau oleh menurunya pertahanan ego terhadap dorongan. Gangguan pengendalian implus memiliki suatu usaha untuk melewati (by pass) pengalaman gejala yang mengganggu atau afek yang menyakitkan dengan berusaha bertindak pada lingkungan. Penelitian yang sering penulis telaah, dapat ditengarahi para peneliti menengarahi bahwa perilaku implusif adalah berhubungan dengan super ego yang lemah dan struktur ego yang lemah berhubungan dengan trauma psikis akibat kerugian di masa anak-anak (atau salah satu tugas perkmabnagn sebelumnya). Hal ini dapat dilihat dari pendapat Otto Fenichel yang menghubungkan perilaku implusif dengan usaha untuk menguasai kecemasan, rasa bersalah, depresi, dan afek yang menyakitkan lainya melalui tindakan. Ia lebih lanjut berpendapat bahwa tindakan tersebut merupakan pertahanan terhadap bahaya internal dan tindakan tersebut dapat menghasilkan pemuasan agresif atau seksual yang menyimpang. Bagi pengamat sikap atau sosial, gangguan atau perilaku implusif mungkin tampak rakus dan ingin tahu, tetapi sebenarnya berhubungan dengan pemulihan dari rasa sakit. Banyak bentuk masalah pengendalian implus –termasuk kleptomania, berjudi, dan beberapa perilaku parifilia—berhubungan dengan rasa diri yang tidak lengkap. Ini berawal dari pengamatan bahwa jika diri tidak menerima respon yang mengakui dan menegaskan dari orang lain yang mereka cari dari persahabatan bermakna dalam kehidupan mereka, diri mungkin terpecah. Sebagai cara menghadapi fragmentasi tersebut dan untuk mendapatkan kembali rasa keutuhan atau keterpaduan diri, individu tersebut melakukan perilaku implusif yang tampak bagi orang lain sebagai merusak diri sendiri. Perilaku implusif atau menyimpang adalah suatu cara dimana anak berharap mendapakan kembali hubungan materal primitif. Perilaku implusif adalah sikap yang penuh harapan diamana anak masih mencari kasih sayang dan cinta dari ibunya, bukan sikap yang menunjukan menyerah untuk mendapatkannya. Hal ini kemudian beberapa ahli terapi menekankan fiksasi pada stadium oral dari perkembangan. Individu berusaha menguasai kecemasan, rasa bersalah, depresi, dan afek menyakitkan lainya dengan melakukan tindakan tersebut yang ditujukan untuk mendapatkan pemulihan bahkan jarang berhasil kendatipun secara sementara. · Faktor Biologis Penemuan neurotransmitter akhir-akhir ini mengilhami ilmuwan memusatkan segala jenis gangguan dengan kemungkinan keterlibatan faktor organik dalam gangguan pengendalian implus, khususnya bagi individu dengan perilaku yang jelas kasar. Neurosains telah menunjukan bahwa daerah otak tertentu, seperti sistem limbik, adalah berhubungan dengan aktivitas implusif dan kasar, selain itu juga daerah otak lainya yang berhubungan dengan inhibisi perilaku tersebut. Hormon tertentu, khususnya testoteron, telah dihubungkan dengan perilaku kasar dan agresif. Gejala gangguan pengendalian implus mungkin akan terus ditemukan sampai masa dewasa individu yang diklasifikasikan sebagai penderita gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas di masa anak-anaknya. Defisiensi mental seumur hidup , epilepsi, dan bahkan sindroma otak yang reversibel telah lama dilibatkan dalam hilangnya pengendalian implus. Pada beberapa gangguan pengendalian implus, pertahanan ego terlampaui tanpa patologi sistem saraf yang aktual. Kelelahan, stimulasi yang tidak henti-henti, dan trauma psikis dapat menurunkan daya tahan dan secara sementara menghentikan kontrol ego. Adapun etiologi dari gangguan pengendalian impuls adalah · Faktor Psikososial Beberapa ilmuwan telah menekankan pentingnya aspek psikososial dari gangguan, seperti pperistiwa kehidupan awal. Model yang tidak tepat untuk identifikasi dan tokoh orang tua yang sendirinya sulit untuk mengendalikan implus juga semestinya dilibatkan. Di samping itu, faktor parental tertentu seperti kekerasan di rumah, penyalahhgunaan alkohol, promiskuitas, dan kecenderungan anti sosial diperkirakan penting. Kilasan secara khusus tentang gangguan yang termasuk dari gangguan Pengendalian Implus adalah sebagai berikut: 1. Gangguan Eksplosif Intermiten Gangguan eksplosif intermiten ditemukan pada individu yang memiliki episode kehilangan kendali implus agresif, yang menyebabkan penyerangan yang serius atau merusak barang-barang. Derajat agresivitas yang diekspresikan adalah jelas di luar proporsi terhadap tiap stresor yang mungkin membantu mendatangkan episode. Gejala yang dapat digambarkan adalah individu melakukan serangan atau serbuan, tampak dalam beberapa menit atau jam, dan terlepas dari durasinya, menghilang spontan dan cepat. Masing-masing episode biasanya diikuti oleh penyesalan atau pencelaan diri yang murni. Disiplin keilmuan psikologi biasa mendiagnosis Gangguan eksplosif intermiten harus didapatkan dari penggalian riwayat penyakit yang mengungkapkan beberapa episode kehilangan kendali yang disertai oleh serangan agresif, karena ditengarahi episode tunggal yang tersendiri tidak membenarkan diagnosis. Riwayat penyakit biasanya masa kanak-kanak dengan ketergantungan alkohol, kekerasan, dan ketidakstabilan emosional. Pekerjaan klien adalah buruk, klien melaporkan kehilangan pekerjaan, kesulitan perkawinan, dan masalah dengan hukum. Sebagian besar telah mencari bantuan psikiatrik di masa sebelumnya, namun tidak bermanfaat. Tingkat kecemasan, rasa bersalah, dan depresi berat biasanya ditemukan setelah suatu episode. Diagnosis Gangguan eksplosif intermiten dapat dibuat hanya setelah menyingkirkan gangguan yang kadang-kadang berhubungan dengan kehilangan kendali, seperti gangguan psikotik, perubahan kepribadian karena kondisi medis umum, gangguan kepribadian antisosial atau ambang, gangguan konduksi, dan intosikasi dengan zat psikoaktif. Hal ini dapat dibedakan antara Gangguan eksplosif intermiten dan gangguan kepribadian anti sosial dan ambang, karena pada gangguan kepribadian, agresivitas dan implusivitas adalah bagian dari karakter individu dan ditemukan di antara episode serangan. Sedangkan skizofrenia paranoid dan katatonik, individu mungkin menunjukan perilaku kasar sebagai respon terhadap waham dan halusinasi, dan individu memiliki gangguan yang jelas dalam tes relitas. Individu manik yang bersikap bermusuhan mungkin agresif secara implusif, tetapi diagnosis dasar biasanya jelas dari pemeriksaan status mental dan presentasi klinisnya. Dari diskusi di atas, diagnosa Gangguan eksplosif intermiten, gangguan epilepsi, tumor otak, penyakit degeneratif, dan gangguan endokrin harus dipertimbangkan dan disingkirkan, demikian juga intoksikasi akut dengan zat tertentu seperti alkohol, halusinogen, dan amfetamin. Kriteria diagnosis Gangguan eksplosif intermiten dalam DSM-IV adalah sebagai berikut: · Beberapa episode terpisah kegagalan untuk menahan implus agresif yang menyebabkan penyerangan yang serius atau menghancurkan barang-barang. · Derajat agesivitas yang diekspresikan selama episode adalah jelas diluar proporsi stresor psikososial yang mencetuskanya. · Episode agresif tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, gangguan kepribadian anti sosial, gangguan kepribadian ambang, gangguan psikotik, episode manik, gangguan konduksi, atau gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas (ADD/ADHD), dan bukan afek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang salah digunakan), atau kondisi medis umum (misalnya, trauma kepala, penyakit Alzheimer) Terapi menggunakan kombinasi pendekatan psikoterapi dan farmakologi memiliki kesempatan berhasil yang terbaik. Psikoterapi pada klien adalah sulit, berbahaya, dan seringkali tidak ada ganjaranya, karena ahli terapi psikis lebih banyak mengalami kesukaran dengan trsferensi-balik dan batas-batas lingkungan. Psikoterapi kelompok mungkin memberikan suatu bantuan, demikian juga terapi keluarganya, khususnya jika individu eksplosif adalah seorang remaja atau dewasa awal. Selain itu kleptomaniapun merupakan suatu contoh dari gangguan pengendalian impuls. Kleptomania (bahasa Yunani: κλέπτειν, kleptein, "mencuri", μανία, "mania") adalah penyakit jiwa yang membuat penderitanya tidak bisa menahan diri untuk mencuri. Benda-benda yang dicuri oleh penderita kleptomania umumnya adalah barang-barang yang tidak berharga, seperti mencuri gula, permen, sisir, atau barang-barang lainnya. Sang penderita biasanya merasakan rasa tegang subjektif sebelum mencuri dan merasakan kelegaan atau kenikmatan setelah mereka melakukan tindakan mencuri tersebut. Tindakan ini harus dibedakan dari tindakan mencuri biasa yang biasanya didorong oleh motivasi keuntungan dan telah direncanakan sebelumnya. Penyakit ini umum muncul pada masa puber dan ada sampai dewasa. Pada beberapa kasus, kleptomania diderita seumur hidup. Penderita juga mungkin memiliki kelainan jiwa lainnya, seperti kelainan emosi, Bulimia Nervosa, paranoid, schizoid atau borderline personality disorder. Kleptomania dapat muncul setelah terjadi cedera otak traumatik dan keracunan karbon monoksida DEFINISI Kleptomania adalah kelainan dimana terdapat dorongan yang tidak dapat ditahan untuk mencuri barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan dan memiliki nilai yang tidak seberapa. Kleptomania merupakan kelainan mental yang serius yang dapat menghancurkan hidup anda jika tidak ditangani. Kleptomania merupakan kelainan untuk mengendalikan impuls, kelainan dimana tidak dapat menahan godaan atau dorongan untuk berbuat sesuatu yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Banyak orang dengan kleptomania hidup dengan malu karena mereka takut meminta bantuan dari dokter atau psikiater. Walaupun tidak ada yang dapat mengobati kleptomania, terapi dengan obat dan psikoterapi dapat membantu mengakhiri dorongan mencuri tersebut. TANDA DAN GEJALA Adapun 4 tanda utama kleptomania: · Dorongan yang kuat untuk mencuri barang yang tidak dibutuhkan · Merasakan gejolak yang kuat saat sedang ingin mencuri · Merasakan rasa puas saat mencuri · Merasakan rasa bersalah dan malu setelah mencuri Tidak seperti pengutil biasa, kleptomania tidak mencuri untuk keuntungan pribadi, atau karena ingin membalas dendam. Mereka mencuri hanya karena alasan mereka tidak mampu menahan dorongan yang begitu besar, yang menyebabkan mereka merasa cemas, tegang, dan terganggu, sehingga untuk melegakan perasaan ini, mereka mencuri. Selama mencuri mereka merasa lega, namun sesudahnya mereka merasa sangat bersalah dan merasa diri sangat rendah, juga ketakutan akan ditangkap. Namun, dorongan itu akan kembali, dan siklus kleptomania akan berulang terus menerus. Kadang, dorongan untuk kleptomonia muncul secara spontan, tidak direncanakan, biasanya dipicu oleh kejadian yang menimbulkan stress sehingga memicu untuk mencuri lagi. Biasanya penderita kleptomania mencuri dari tempat umum, seperti toko dan supermarket. Beberapa mencuri dari teman atau kenalan, misalnya di pada acara pesta. Biasanya barang yang dicuri tidak memiliki nilai untuk penderita itu sendiri. Biasanya barang yang dicuri tidak akan pernah dipergunakan, atau didonasikan, diberikan ke teman atau anggota keluarga lain, atau secara sembunyi-sembunyi mengembalikan ke tempat mereka mencurinya. Biasanya penderita kleptomania adalah wanita, berusia rata-rata 35 tahun, walaupun pernah ditemukan kasus kleptomania pada usia 5 tahun. PENYEBAB Penyebab kleptomania tidak diketahui. Beberapa penelitian mengatakan bahwa kleptomania mungkin dapat berhubungan dengan senyawa kimia di otak yang disebut serotonin. Serotonin bertugas untuk mengatur mood dan emosi. Terdapat berbagai bukti yang menghubungkan kleptomania dengan kelainan obsesif kompulsif. Namun perlu penelitian lebih lanjut untuk mengerti lebih lanjut pernyebab kleptomania. Faktor resiko yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kleptomania: · Terdapat peristiwa hidup yang menyebabkan stress, misalnya kehilangan orang terdekat atau sesuatu yang berharga · Cedera kepala atau otak · Memiliki riwayat keluarga dengan kleptomania, kelainan mood, dan kelainan obsesif kompulsif. TERAPI Karena kleptomania yang murni adalah jarang, laporan pengobatan cenderung merupakan penjelasan kasus individual atau sejumlah kasus yang singkat. Psikoterapi dan psikoanalisis berorientasi tilikan telah berhasil tetapitergantung pada motifasi pasien. Orang yang merasa bersalah dan malu mungkin dapat dibantu dengan psikoterapi berorientasi tilikan, karena motivasi yang kuat untuk mengubah prilaku Terapi perilaku termasuk disensitisasi sistematik, pembiasaan menentang dan kombinasi pembiasan menentang dan berubah kemungkinan sosial telah dilaporkan berhasil, kendatipun tidak ada motivasi. Inhibitorambilan kembalian spesifik serotonin seperti fluxetin tampaknya efektif pada beberapa pasien. DAFTAR PUSTAKA 1. Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2. Maramis, W.F. 1994. Catatan Imu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya. 3. Mardjono, Mahar. 2000. Neuroogi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 4. Kaplan, Harold.2010. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Penerbit binarupa aksara, jakarta. MAKALAH TASK READING GANGGUAN KEBIASAAN DAN IMPULS Disusun oleh M.Ade Indra Sutomo Abdu haris FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AL-AZHAR MATARAM TAHUN PELAJARAN 2010-2011