BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai mastikasi, fonetik, dan juga estetik. Hal tersebut mengakibatkan rongga mulut merupakan tempat paling rawan dari tubuh karena merupakan pintu masuk berbagai agen berbahaya, seperti produk mikroorganisme, agen karsinogek, selain rentan terhadap trauma fisik, kimiawi, dan mekanis. Mulut merupakan pintu gerbang pertama di dalam sistem pencernaan. Makanan dan minuman akan diproses didalam mulut dengan bantuan gigi- geligi, lidah, saliva, dan otot. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya meningkatkan kesehatan. Mulut bukan sekedar pintu masuk makanan dan minuman, tetapi fungsi mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan mulut bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Masyarakat akan sadar pentingnya kesehatan gigi dan mulut ketika terjadi masalah atau ketika terkena penyakit. Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan seseorang. Salah satu penyakit yang sudah tidak asing lagi ialah stomatitis. Stomatitis dapat disebabkan oleh rangsangan mekanik, termal, kimia, dan fisik. Selain itu juga disebabkan karena malnutrisi, diabetes, dan sistem hemopoietik. Faktor- faktor lainnya yang meyebabkan stomatitis adalah protesa yang tidak tepat, benda asing, makan atau minum yang panas, pengaruh alkali dan juga asam. Salah satu jenis stomatitis yaitu angular cheilitis. Angular cheilitis merupakan lesi yang ditandai dengan keretakan atau fisur pada sudut mulut. angular cheilitis disebut juga cheilitis, angular stomatitis atau perleche dimana penderitanya mencapai jutaan diseluruh dunia. angular cheilitis juga ditandai dengan ulser yang merah dan sudut bibir pecah- pecah. Meskipun tidak membahayakan kehidupan atau benarbenar menular, ulser pada sudut bibir ini sangat mengganggu estetik dan membuat penderita malu dan memberikan dampak sosial. Ada berbagai alasan mengapa angular cheilitis terjadi. Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi jamur atau infeksi bakteri atau virus, dan malnutrisi atau kekurangan gizi. angular cheilitis sering terjadi pada anak dikarenakan kekurangan gizi. Kekurangan gizi memiliki dampak yang besar, salah satunya gangguan kesehatan. Berdasarkan penjelasan diatas, walaupun pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran gigi semakin berkembang, namun berbagai penyakit gigi dan mulut juga semakin beragam. Berbagai penyakit yang bisa dikatakan masih awam atau asing pada masyarakat harus segera disosialisasikan agar pencegahan dan penyembuhannya dapat diterapkan pada masyarakat. Tetapi, penyakit- penyakit yang sudah tidak asing lagi tetap menjadi polemik dalam bidang kedokteran gigi, karena tidak jarang kita temukan masyarakat yang pengetahuannya masih sangat minim untuk mencegah maupun terapi penyakit tersebut. Sebagai dokter gigi hendaknya kita mampu mendiagnosa suatu penyakit baik berdasarkan pemeriksaan klinis pemeriksaan obyektif, maupun pemeriksaan penunjang. Selain itu kita juga dituntut untuk dapat melakukan rencana perawatan bagi penderita. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4 Apa saja dasar- dasar penegakan diagnosis penyakit mulut? Bagaimana cara melakukan anamnesis? Bagaimanakah cara melakukan pemeriksaan klinis? Bagaimanakah cara menentukan rencana perawatan? 1.2.5 Bagaimana cara menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dan bagaimana cara membaca hasil pemeriksaan penunjang? 1.2.6 Bagaimana prognosis dari penyakit tersebut? 1.2.7 Apa saja macam- macam diagnosis dan dasar penegakannya? 1.3 Tujuan 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5 Mampu mengetahui dasar- dasar penegakan diagnosis penyakit mulut. Mampu melakukan anamnesis Mampu melakukan pemeriksaan klinis Mampu menentukan rencana perawatan Mampu menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dan membaca hasil pemeriksaan penunjang 1.3.6 1.3.7 Mampu mengetahui prognosis penyakit Mampu mengetahui macam- macam diagnosis dan dasar penegakannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dari Angular Cheilitis Angular cheilitis atau disebut juga perleche atau angular cheilosis merupakan suatu lesi yang ditandai dengan adanya fisur – fisur, pecah – pecah pada sudut bibir, berwarna kemerahan, mengalami ulserasi serta disertai rasa terbakar, nyeri dan rasa kering pada sudut mulut. Pada kasus yang parah, retakan tersebut dapat berdarah ketika membuka mulut dan menimbulkan ulser dangkal atau krusta. (Burket’s. 1994) Angular cheilitis atau perleche ialah reaksi inflamasi pada sudut bibir mulut yang sering dimulai dengan penyimpangan mukokutaneus dan berlanjut hingga ke kulit. Angular cheilitis ini dikarakteristik oleh kemerahan yang menyebar, bentuknya seperti fisur- fisur, kulit yang nampak terkikis, ulser yang permukaannya berlapis dan disertai dengan gejala yang subjektif seperti rasa sakit, rasa terbakar, dan nyeri. (Susan,ZL. 2009) Menurut Stannus, lesi ini ditandai dengan adanya fisur-fisur dan eritema pada sudut mulut yang menyebar sampai ke bawah bibir dan kemungkinan meluas ke mukosa pipi. Angular cheilitis memiliki nama lain perleche, angular cheilosis dan angular stomatitis. Istilah perleche sebenarnya digunakan untuk angular cheilitis yang disebabkan defisiensi vitamin B kompleks, namun sekarang telah digeneralisasikan untuk semua angular cheilitis dengan berbagai etiologi. ( Burket’s . 1994) Gejala awal Angular cheilitis ialah rasa gatal pada sudut mulut dan terlihat tampilan kulit yang meradang dan bintik merah. Pada awalnya, hal ini tidak berbahaya, tetapi akan terasa nyeri di sudut mulut dan mudah berdarah yang dikarenakan oleh gerakan mulut seperti tertawa ataupun berbicara. Tingkat keparahan Gejala awal Angular cheilitis ialah rasa gatal pada sudut mulut dan terlihat tampilan kulit yang meradang dan bintik merah. Pada awalnya, hal ini tidak berbahaya, tetapi akan terasa nyeri di sudut mulut dan mudah berdarah yang dikarenakan oleh gerakan mulut seperti tertawa ataupun berbicara. Tingkat keparahan inflamasi ini ditandai dengan retakan sudut mulut dan beberapa pendarahan saat mulut dibuka.(Murray, J.J. 2008) Angular cheilitis menjadi masalah yang serius karena perkembangannya yang cepat, karena itu tidak boleh ada keterlambatan dalam pengobatan jika gejala angular cheilitis telah terjadi dan sangat jelas. Hal ini tidak terbatas pada kelompok usia tertentu, dimana kondisi ini telah mempengaruhi anak- anak dan orangtua. Baik anakanak maupun remaja dapat terkena angular cheilitis tanpa melihat jenis kelamin. (Murray, J.J. 2008) Kasus unilateral pada angular cheilitis sering terjadi dikarenakan trauma perawatan dental dan trauma pada sudut bibir, sedangkan kasus bilateral terjadi jika penderita dengan penyakit sistemik seperti anemia, diabetes mellitus, dan infeksi monomial yang kronis. Lama penyakit bisa bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa tahun, tergantung etiologinya. (Murray, J.J. 2008) 2.2 Etiologi Angular Cheilitis Etiologi angular cheilitis antara lain disebabkan oleh anemia defisiensi besi, dental sore mouth dan defisiensi vitamin B kompleks. Selain itu dapat disebabkan oleh kebiasaan bernafas melalui mulut, gangguan mental dimana anak sering mengeluarkan air ludah seperti penderita rhagades pada mongolism. Membasahi bibir dengan air ludah, menjilati sudut mulut dan sering mengeluarkan air liur (mengences). Jaringan pada sudut mulut akan terlumasi oleh ludah dan terbentuklah lingkungan yang sesuai untuk proliferasi mikroorganisme. Keadaan ini dapat menjadi lebih parah dengan membiarkan bibir yang basah dikeringkan oleh angin dan sinar matahari. Biasanya pada anak angular cheilitis sering diikuti oleh demam. Pada beberapa kasus juga ditemukan dapat juga disebabkan oleh sensitivitas terhadapa kontak dengan agen seperti mainan, makanan dan sinar matahari, alergi terhadap obat – obatan dan kosmetik serta terapi antibiotic dalam jangka waktu yang lama. (Burket’s. 1994) Defisiensi vitamin B yang menyebabkan angular cheilitis adalah akibat dari kekurangan riboflavin (vitamin B2), asam folat dan piridoksin (vitamin B6). Sedangkan vitamin lainnya yang juga tergabung di dalam B kompleks tidak menyebabkan terjadinya angular cheilitis walaupun menimbulkan lesi – lesi di rongga mulut. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa angular cheilitis dapat disebabkan oleh defisiensi riboflavin(vitamin B2) yang bertumpang tindih dengan infeksi jamur atau infeksi bakteri. Penelitian dilakukan oleh Ohman dkk (1985) yang melibatkan 64 pasien (31 pria dan 33 wanita) usia 18-89 tahun yang menderita angular cheilitis unilateral dan bilateral. Dimana dari hasil penelitian didapat hasil mikroorganisme penyebab angular cheilitis selain candida albicans yaitu staphylococcus aureus dan streptococcus B hemolitikus. (Derrick, DD. 1987) Cawson mengevaluasi sekelompok pasien yang menderita denture sore mouth yang banyak menderita angular cheilitis. Ia mampu mengisolasi candida albicans dan mikroorganisme lainnya dalam jumlah yang besar, dan menyimpulkan bahwa angular cheilitis disebabkan oleh infeksi intraoral oleh candida albicans. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli lain yang menyatakan bahwa lebih dari 80% pasien penderita angular cheilitis dimana sebelumnya menderita denture stomatitis.(Burket’s. 1994) Rose (1968) menduga bahwa terlihat hubungan antara angular cheilitis dengan defisiensi zat besi dalam plasma darah, dimana pasiennya seorang wanita yang menderita lesi ini diberikan pengobatan selama 1 minggu, tetapi setelah 10 hari tidak juga menunjukkan penyembuhan. Setelah dilakukan pemeriksaan secara hematologi dan biokimia menunjukkan bahwa terjadi defisiensi besi. Kemudian pasien dianjurkan terapi besi secara sistemik dan pengaturan diet. Sepuluh hari kemudian hemoglobinnya normal dan lesinya menghilang. (Burton, JF.1969) Beberapa factor yang dianggap sebagai factor predisposisi antara lain : 1) Penyakit – penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, AIDS, herpes labialis dan sifilis 2) Penyakit kulit seperti dermatitis 3) Terapi obat – obatan dan antibiotika dalam jangku waktu yang lama 4) Xerostomia 5) Lingkungan, seperti udara dingin dan kekeringan 6) Sensitivitas terhadap sinar matahari 7) Malnutrisi Secara garis besar, ada beberapa factor yang dapat dikelompokkan sebagai factor utama etiologi cheilitis angular : 1) Candidiasis Candidiasis adalah infeksi jamur yang berwarna merah dan krem yang awalnya terlihat seperti bercak terbentuk pada permukaan lembab dimulut dan bisa menyebabkan rasa sakit. Kondisi ini dapat menyebabkan kesulitan menelan dan mengubah indera perasa. Candidiasis lebih sering terjadi pada anak yang masih muda dan orangtua dan juga pada orang yang sistem imunnya sangat rendah. Hal ini bisa dipicu oleh perawatan antibiotik, yang dapat mengganggu aktivitas normal bakteri mulut. Jika antibiotik adalah etiologinya, dokter gigi harus segera mengurangi dosis atau mengubah pengobatan. Anti jamur dapat digunakan untuk mengobati kondisi gangguan kesehatan ini. (Murray, J.J. 2008) 2) Trauma Ada banyak penyebab trauma pada rongga mulut, seperti mekanik, kimia, dan termal. Trauma mekanis bisa disebabkan oleh: 1. Trauma cups yang tajam 2. Peralatan ortodonti 3. Menggigit bibir atau pipi Diagnosa jenis ini biasanya tidak sulit tergantung pada posisi, bentuk dan ukuran ulserasi yang harus sesuai dengan penyebab yang dicurigai. Ulserasi biasanya mulai sembuh dalam 10 hari. Jika penyembuhan tidak terjadi maka penyebab lain dari ulserasi harus dicurigai. 3) Gigi Tiruan Gigi tiruan termasuk etiologi yang sering terjadi, dimana ketidaknormalan anatomi dari pemasangan gigi tiruan penuh atau sebagian dengan stabilitas yang tidak baik, kehilangan vertikal dimensi atau lingual yang terletak pada gigi anterior, kehilangan gigi posterior, atrisi, dan kehilangan gigi tanpa memakai gigi tiruan. Pada kasus ini, pasien sering mengalami bilateral angular cheilitis dan dengan periode yang lama. Selain itu, gigi tiruan yang tidak terpasang dengan baik dapat menyebabkan penutupan mulut yang kurang tepat sehingga menyebabkan saliva memenuhi sudut mulut dan terjadi infeksi. Bagian- bagian yang tajam dan celah yang dihasilkan oleh gigi tiruan yang tidak pas dapat menyebabkan angular cheilitis. Selain itu, gigi tiruan yang tidak pas dapat menyebabkan saliva menumpuk pada sudut mulut dan infeksi. 4) Status Gizi Pada Usia Anak – Anak Angular cheilitis disebabkan oleh kekurangan zat besi dan beberapa jenis vitamin. Kekurangan gizi paska usia dini mempunyai dampak yang buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktivitas yang lebih rendah. Dampak kekurangan gizi pada usia dini makin menjadi penting bila memperhatikan analisis berbagai data yang ada. Hasil- hasil analisis tersebut memperkuat hipotesa mengenai besarnya peranan kekurangan gizi pada usia dini terhadap terjadinya penyakit degenerative pada dewasa yang justru merupakan usia produktif. Kekurangan gizi paska masa anak- anak selalu dihubungkan dengan vitamin dan mineral yang spesifik, yang berhubungan dengan mikronutrien tertentu. Konsekuensi defisiensi mikronutrien selama masa anak- anak sangat berbahaya. a) Defisiensi Zat Besi Defisiensi zat besi dapat menyebabkan angular cheilitis mengganggu perkembangan mental dan motorik anak dan juga menyebabkan anemia. Mengingat tingginya prevalensi defisiensi zat gizi tertentu serta efek negatifnya, maka suplementasi zat gizi seperti zat besi pada anak- anak akan sangat bermanfaat, khususnya karena secara praktis sulit meningkatkan zat gizi yang adekuat dari pola makan bayi yang ada selama ini. Beberapa makanan yang diberikan pada anak cenderung menghambat penyerapan zat besi seperti asam filtrat yang terkandung di dalam padi- padian dan susu sapi yang dapat menurunkan absorbsi zat besi Sampai saat ini, anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah gangguan nutrisi yang paling umum di dunia dan mempengaruhi lebih dari 700 juta orang di dunia. ADB lebih banyak terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan pada negara berkembang terjadi sebesar 36% atau sekitar 1,4 milyar populasi. Walaupun pada pria dewasa juga memiliki resiko terjadinya ADB, namun resiko terbesar adalah pada masa bayi, prasekolah, remaja, dan wanita usia reproduktif. Konsekuensi anemia defisiensi zat besi diakui memberi pengaruh terhadap metabolisme energi dan fungsi kekebalan yang akan berpengaruh pada fungsi kognitif dan perkembangan motorik. Defisiensi zat besi juga berhubungan dengan menurunnya fungsi kekebalan yang diukur dengan perubahan dalam beberapa komponen sistem kekebalan yang terjadi selama defisiensi zat besi. Konsekuensi dari perubahan fungsi kekebalan adalah resistensi terhadap penyakit infeksi. Pada anakanak defisiensi zat besi berhubungan dengan kelesuan, daya tangkap rendah, mudah marah dan menurunnya kemampuan belajar.(Tageman, CA.2010) b) Defisiensi vitamin B Kekurangan yang paling dikenal adalah vitamin B12. Vitamin ini ditemukan terutama di hati, telur, daging, dan susu. Kekurangan vitamin B12 biasanya terlihat pada anemia pernisiosa, yang terdapat kekurangan faktor intrinsik lambung yang dibutuhkan untuk penyerapan vitamin B12. Glossitis dan stomatitis dapat disebabkan dari kekurangan vitamin B12. Ujung lidah memerah pada tahap awal kekurangan dan pada akhirnya menyebar dengan fissuring yang disebut dengan atrofi papiler. Angular stomatitis, apthae, dan lesi erosi juga dapat dilihat. Beberapa pasien mungkin memiliki burning mouth sindrom. Kekurangan vitamin B 12 dapat menyebabkan kekurangan darah (anemia), yang sebenarnya disebabkan oleh kekurangan folat. Tanpa vitamin B12, folat tidak dapat berperan dalam pembentukan sel- sel darah merah. Gejala kekurangan lainnya adalah sel- sel darah merah menjadi belum matang (immature) yang menunjukkan sintesis DNA yang lambat. Kekurangan vitamin B12 dapat juga mempengaruhi system syaraf, berperan pada regenerasi syaraf peripheral, mendorong kelumpuhan. Selain itu juga dapat menyebabkan hipersensitif pada kulit.(Tageman CA.2010) 2.3 Gambaran Klinis Angular Cheilitis Secara umum angular cheilitis mempunyai simtom utama bibir kering, rasa tidak nyaman, adanya sisik-sisik dan pembentukan fisur (celah) yang diikuti dengan rasa terbakar pada sudut mulut. Yang paling sering sebagai daerah eritema dan udema yang berbentuk segitiga pada kedua komisura atau dapat berupa atropi, eritema, ulser, krusta dan pelepasan kulit sampai terjadi eksudasi yang berulang. Reaksi jangka panjang, terjadi supurasi dan jaringan granulasi. Pada pasien angular cheilitis yang dihubungkan dengan defisiensi nutrisi dapat terlihat penipisan papilla lidah (depapillated tongue) dikarenakan defisiensi besi. Lidah yang merah dan berkilat (depapillated glossy red tongue) pada pasien dengan defisiensi asam folat, atau lidah ungu kemerahan (reddish-purple depapillated tounge) pada defisiensi vitamin B. Angular cheilitis yang disertai alopesia, diare dan ulserasi oral non-spesifik yang biasanya terdapat di lidah dan mukosa bukal, dapat diduga dikarenakan defisiensi seng.(Burket’s.1994) 2.4 Diagnosa Banding Angular Cheilitis BAB III PEMBAHASAN 3.1 Dasar Penegakan Diagnosis Penyakit Mulut Untuk penegakan diagnosis penyakit, dapat dilakukan dengan pemeriksaan subyektif, obyektif, dan penunjang. a. Pemeriksaan Subyektif Pemeriksaan subjektif (anamnesis). Anamnesis merupakan percakapan professional antara dokter dengan pasienuntuk mendapatkan data/riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien.Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian : riwayat sosial,dental dan medis. Riwayat ini memberikan informasi yang berguna merupakan dasar dari rencana perawatan. b. Pemeriksaan Obyektif Terdiri dari riwayat penyakit, keluhan, kondisi umum (sistemik), pada keluhan dipertanyakan lokasi, lama waktu, rasa sakit seperti apa, dan apa pemicunya. Pemeriksaan obyektif terdiri dari: • • • • • Melihat Palpasi Perkusi Sonde Termis Pemeriksaan klinis ini meliputi: 1. Pemeriksaan Ekstra-oral Setiap kelainan ekstraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum-besar dan berat, cara berjalan, corak kulit, mata, bibir, simetri wajah, dan kelenjar limfe. Pemeriksaan ekstraoral meliputi pemeriksaan terhadap: a. b. c. Bentuk muka/wajah Bentuk bibir Sendi Rahang 2. Pemeriksaan Intra-oral Pemeriksaan intraoral meliputi pemeriksaan terhadap gigi, antara lain: a. b. c. Gigi yang hilang Keadaan gigi yang tinggal Oral Hygiene 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Radiograf Berfungsi sebagai informasi tambahan bagi pemeriksan klinis. b. Pemeriksaan Laboratorium Meliputi pemeriksaan mikrobiologi, HPA, dll. 3.2 Cara Melakukan Anamnesis Data diri: Data pribadi termasuk nama, jenis kelamin, usia, dan pekerjaan penderita Riwayat keluhan termasuk lokasi terjadinya, berapa lama onset, factor pencetus, riwayat keluarga, serta riwayat social Kondisi sistemik: yaitu apakah terdapat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, dll. Dari skenario diketahui penderita berusia 60 tahun, sakit pada sudut mulut kiri dan kanan, sedangkan etiologinya dikarenakan gigi tiruan penuh. Gigi tiruan yang tidak terpasang dengan baik dapat menyebabkan penutupan mulut yang kurang tepat sehingga menyebabkan saliva memenuhi sudutmulut dan terjadi infeksi. Bagianbagian yang tajam dan celah yang dihasilkan oleh gigi tiruan yang tidak pas dapat menyebabkan angular cheilitis. Selain itu, kebersihan gigi tiruan juga harus diperhatikan dan dirawat. Selain itu pada anamnesa juga didapatkan keterangan dari penderita bahwa penderita menggunakan pengobatan dengan madu. Madu mempunyai sedikit khasiat untuk penyembuhan jaringan tetapi mungkin karena usia penderita yang sudah tua mempengaruhi daya regenerasi dan daya tahan tubuh. 3.3 Cara Melakukan Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang tenaga kesehatan dalam memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan dokter gigi untuk membuat penilaian klinis. METODE PEMERIKSAAN FISIK • INSPEKSI Inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan Inspeksi juga metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. karakteristik normal atau tanda fisik yang signifikan. • merupakan proses observasi. Dokter gigi menginspeksi untuk mendeteksi PALPASI Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melaluiinspeksi sebelumnya.. Pengkajian lebih lanjut terhadap bagian tubuh yang dilakukan melalui indera peraba. Melalui palpasi tangan dapat dilakukan pengukuran yang lembut dan sensitif terhadap tanda fisik termasuk posisi, ukuran, kekenyalan, kekasaran, tekstur dan mobilitas. Jenis Palpasi 1. Palpasi ringan : perawat memberikan tekanan perlahan, lembut dan hati2, sedalam kira2 1 cm 2. Palpasi dalam : untuk memeriksa kondisi organ, penekanan sedalam 2-4 cm • PERKUSI Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Perkusi juga merupakan pengetukan tubuh dengan ujung2 jari guna mengevaluasi ukuran, batasan dan konsistensi organ2 tubuh dan menemukan adanya cairan di dalam rongga tubuh. Perkusi juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat- alat tertentu. • AUSKULTASI Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar. Auskultasi dilakukan secara langsung maupun menggunakan stetoskop. Berdasarkan scenario pemeriksaan klinis bisa dilakukan secara visual atau inspeksi dimana didapatkan tanda klinis berupa adanya fisur, dan eritema yang terdapat pada sudut mulut. Dengan cara palpasi mungkin bisa didapatkan adanya pembesaran kelenjar limfa. Bisa juga dengan menggunakan audioskopi. 3.4 Menentukan Rencana Perawatan Terapi pertama kali yang dapat dilakukan adalah terapi simptomatis. Terapi ini berfungsi untuk menghilangkan keluhan-keluhan yang ada, misalnya perih saat mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam. Untuk menghilangkan keluhan seperti ini dapat digunakan cream, misalnya Decubal cream (merk dagang). Cream ini berfungsi sebagai pelembab. Cream ini mengandung lanolin dalam bentuk murni dan bersifat hipoalergenik. Decubal cream juga mengandung zat lemak yang sama dengan zat-zat lemak yang terdapat pada kulit, sehingga membuat cream ini mudah meresap ke dalam kulit dan melumasi mukosa sudut mulut. Selain Decubal cream, juga dapat diberikan Solcoseryl. Solcoseryl merupakan obat topical lesi mulut. Solcoseryl ini berfungsi meningkatkan regenerasi sel dan bekerja degam cara merekat pada mukosa dengan membentuk suatu selaput yang dapat melindungi mukosa terhadap iritasi selama makan. Selanjutnya dapat diberikan anti jamur, misalnya Mikostatin dan Polyene. Anti jamur ini bersifat fungisidal, artinya dapat berikatan dengan sterol pada dinding membran sehingga merusak permeabilitas dinding jamur dan metabolisme sel jamur. Dapat diberikan tiap 6 jam selama 4 minggu. Selain anti jamur, juga dapat diberikan antibiotik, dalam hal ini adalah Efisol liquid yang bekerja dengan cara memusnahkan bakteri gram negatif dan bakteri gram positif yang bersifat pathogen. Penggunannya dengan cara kumur-kumur. Jika terdapat kekurangan vitamin dan zat besi, maka juga diberikan suplai vitamin dan zat besi. Hal ini bisa didapatkan dari produk makanan olahan yang mengandung susu, cereal atau biji bijian, kemudian sayuran yang berdaun dan sebagainya. Yang paling penting sebelum terapi di atas adalah Dental Health Education. Artinya pengetahuan dan perilaku tentang kesehatan mulut juga memegang peranan penting. Misalnya saja tanpa kita sadari, kebiasaan membasahi bibir, terutama pada sudut mulut dengan saliva mengakibatkan Candida dan bakteri berkumpul pada sudut tersebut dan akhirnya dapat menginfeksi jaringan mukosa ketika sistem imun tubuh menurun. Hasil dari infeksi tersebut secara klinis, mukosa sudut mulut menjadi merah, lunak dan berulserasi, setelah itu menjadi fisura eritematosa yang dalam dan melebar dari sudut mulut ke kulit sekitar bibir, selanjutnya menimbulkan ulkus dan keropeng dan membentuk nodula-nodula. Bila terdapat faktor predisposisi denture atau gigi palsu, maka diperlukan perawatan atau pembuatan denture atau gigi tiruan yang baru. Perawatan ini tergantung kepada etiologinya. Apabila etiologi spesifik yang tetap tidak juga ditemukan, lesi ini bisa sulit untuk disembuhkan dan dapat bertahan sampai beberapa tahun. Harus diingat adanya infeksi merupakan etiologi sekunder, jika penyebab utama tidak dirawat, pengobatan terhadap infeksi tidak akan menghasilkan kesembuhan permanen. Misalnya kebiasaan bernafas melalui mulut pada anak harus dihilangkan penyebabnya, begitu juga kebiasaan-kebiasaan lain. Bila disebabkan oleh penyakit sistemik maka perawatan secara local tidak akan berhasil bila tidak disertai perawatan secara sistemik. Angular cheilitis yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B perawatannya dengan memeberikan suplemen vitamin B kompleks atau multivitamin yang mengandung vitamin B .Akan tetapi,defisiensi satu jenis vitamin biasanya diikuti gejala defisiensi nutrisi,maka dalam perawatannya pemberian multivitamin lebih efektif daripada pemberian vitamin B kompleks saja.Dilaporkan pengobatan penyakit akibat defisiensi vitamin B12 dengan terapi vitamin dapat sembuh dalam waktu 3 minggu (Decker RT,2005). Pemberian antimikroba pada penderita angular cheilitis yang disebabakan defisiensi nutrisi hanya berfungsi menyingkat waktu penyembuhan. 3.5 Menentukan Pemeriksaan Penunjang dan Membaca Hasil Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis penyakit, guna mendukung atau menyingkirkan diagnosis lainnya. Pemeriksaan laboratorium juga sebagai ilmu terapan untuk menganalisa cairan tubuh dan jaringan guna membantu petugas kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati pasien. Pada umumnya diagnosis penyakit dibuat berdasarkan gejala penyakit (keluhan dan tanda), dan gejala ini mengarahkan dokter pada kemungkinan penyakit penyebab. Hasil pemeriksaan laboratorium dapat menunjang atau menyingkirkan kemungkinan penyakit yang menyebabkan, misalnya dalam pemeriksaan biakan darah, jika positif amat mendukung diagnosis, tapi bila negatif tak menyingkirkan diagnosis. Dalam diagnosis penyakit kadang-kadang tidaklah mudah, terutama pada permulaan penyakit, gejala klinis penyebabnya masih berupa kemungkinan, meski dokter biasanya dapat menetapkan kemungkinan yang paling tinggi. Karena itu, pada tahap permulaan dokter tidak selalu dapat menentukan diagnosis penyakit. Diperlukan data-data tambahan dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain. Untuk memastikan diagnosa angular cheilitis pada skenario, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaaan mikrobiologi. Angular cheilitis ini lebih baik dilakukan pemeriksaan penunjang, dalam hal ini adalah biopsi dari hasil swab pada daerah yang tererosi. Hasil swab tersebut diletakkan pada glass obyek dan difiksasi dengan alcohol 95 %, setelah itu langsung dikirim ke laboratorium mikrobiologi guna diteliti etiologi dari angular cheilitis. Dari pemeriksaan patologi tersebut dapat diketahui etiologi dari angular cheilitis, apakah single etiologi atau multiple etiologi. Mengetahui banyaknya etiologi suatu penyakit merupakan hal yang penting karena berhubungan erat dengan penatalaksaannya. Jika etologinya jamur, nantinya pada pemeriksaan mikrobiologi akan terlihat bentukan hifa-hifa dari Candida albicans. Sedangkan jika etiologinya adalah bakteri maka akan terlihat koloni-koloni bakteri. Hapusan dan usapan secara terpisah harus dilakukan untuk tiap sudut mulut, setiap anterior nares, palatum, dan permukaan geligi tiruan atas yang berkontak dengan palatum. Bekas kumur-kumur juga harus dikirim untuk pemeriksaan kultur. Jika berdasarkan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi, etiologi kasus yang ada pada skenario merupakan multiple faktor, dalam hal ini karena jamur (Candida albicans) dan bakteri (Staphilokokus aureus atau Streptokokus aureus). Maka terapi yang diberlakukan juga lebih dari satu. Pada oral swab jamur Candida, spora bersifat non pathogen karena dapat dinetralisir oleh tubuh, sedangkan hifa bersifat paogen dan dapat menyebabkan penyakit. Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan darah yaitu untuk mengetahui adanya etiologi lain seperti defisiensi zat besi. Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan dengan rujukan pada klinik prostodonsia jika dimungkinkan etiologi terjadinya angular cheilitis karena penggunaan gigi tiruan yang kurang pas. 3.6 Menentukan Prognosis Penyakit Prognosis adalah memprediksi atau meramalkan kemungkinan terjadinya penyakit, lama dan akibat yang di timbulkan berdasarkan patogenesis penyakit, dan adanya faktor resiko untuk penyakit. Ditentukan setelah diagnosis dan sebelum rencana terapi di tetapkan. Prognosis selain berdasarkan pada informasi spesifik mengenai penyakit, juga di pengaruhi oleh pengalaman klinisi. Prognosis sangat bagus (exellent) jika kerjasama pasien bagus, tidak ada faktor sistemik/lingkungan. Prognosis bagus, bila ada satu atau lebih keadaan berikut: kemungkinan untuk mengontrol faktor etiologi, kerjasama pasien cukup, tidak ada faktor sistemik/lingkungan, atau bila ada faktor sistemik dapat dikontrol. Prognosis sedang (Fair Prognosis) bila ada satu atau lebih keadaan berikut: dapat dilakukan pemeliharaan, kerjasama penderita dapat diterima, ada faktor sistemik/lingkungan ringan. Prognosis jelek, bila ada satu atau lebih keadaan berikut : sulit melakukan pemeliharaan daerah dan/atau kerjasama pasien diragukan, ada faktor sistemik/lingkungan. Berdasarkan scenario, angular cheilitis memiliki prognosis yang baik bila factor predisposisi bisa diminimalkan atau dihilangkan, dan bisa sembuh jika gigi tiruan yang berperan sebagai etiologi dikoreksi. 3.7 Menentukan Macam- Macam Diagnosis Dan Diagnosis Banding Angular Cheilitis Macam- Macam Diagnosa - Early Diagnosa: Diagnosa awal yang ditegakkan sebelum dapat dipastikan kelainan spesifik. - Clinical Diagnosa: Diagnosis yang berdasarkan tanda, geajala dan pemeriksaan laboratorium. - Rontenologis Diagnosa: Penegakkan diagnosa berdasarkan hasail pemeriksaan radiolagi. - Differantial Diagnosa: Penentuan satu dari beberapa penyakit yang dihasilkan oleh beberapa gejala, yang mempunyai gejala yang serupa. - Final Diagnosa: Penegakkan diagnosa penyakit secara pasti bedasarkan tanda dan gejala spesifik dan pemeriksaan penunjang yang mengarah kesuatau penyakit tertentu. Diagnosa Banding Angular Cheilitis Angular cheilitis juga dapat didiagnosa bandingdengan lesi herpes labialis, ulser, impetigo dan lesi dari sifilis sekunder. A. Herpes Labialis Adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh virus herpes simplex. Virus dapat menjadi aktif dalam keadaan panas, dingin dan juga stress. Pasien sering mengeluh telah ada lesi yang sama seperti pada waktu sebelumnya. Terlihat vesikel atau lesi yang ulseratif yang kecil pada bibir di mucocutaneus junction sudut mulut atau dibawah hidung. Pada saat perkembanganannya lesi sering terasa gatal, bias juga dijumpai flu ringan. Secara objektif ditemukan vesikel sebesar 2-4 mm pada daerah mucocutaneus junction di bibir, sudut mulut dan bawah hidung. Vesikel akan pecah setelah 36-48 jam, kemudian bergabung membentuk krusta kekuning – kuningan. Proses penyembuhan terjadi selama 7-10 hari. Emapt puluh delapan jam pertama adalah waktu infeksi mncapai puncaknya dan menurun. Ulser dapat hilang tanpa terbentuknya parut. Biasanya lesi akan rekuren dan tampak pada tempat yang sama. (Langlais RP.1984) B. Ulser Merupakan kerusakan kulit atau membrane mukosa yang lebih dalamdan dapat mencapai jaringan dibawah epitel. Tepi dari sebuah ulser bias tampak kasar dan mencolok, sera semakin lama semakin dalam. Ulser bisa terbentuk akibat penyakit local ataupun sistemik atau dapat berupa gambaran sekunder dari suatu lesi primer. Ulser dapat terjadi akibat factor fisika seperti panas atau dingin, factor kimia seperti asam atau basa, factor trauma seperti gigi – gigi tajam, makanan – makanan kering, bulu – bulu sikat gigi yang tajam, ataupun benda asing didalam mulut. Ulser bias tidak terasa sakit dan nyeri, tetapi bias sangat sensitive. (Kerr DA.1974)