Petunjuk Teknis Kajian Kebutuhan Pupuk NPK pada Padi Sawah melalui Petak Omisi di Wilayah Pengembangan PTT Balai Penelitian Tanaman Padi Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Petunjuk Teknis KATA PENGANTAR Salah satu tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi padi nasional adalah efisiensi penggunaan masukan yang berkaitan secara langsung dengan peningkatan pendapatan petani dan kelestarian lingkungan. Anjuran takaran pemupukan padi sawah secara nasional dinilai tidak efisien karena beragam-nya kondisi kesuburan tanah antarwilayah atau bahkan antarloka-si dalam suatu wilayah. Konsep pengelolaan hara spesifik lokasi (SSNM—Site specific nutrient management) yang dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan IRRI (International Rice Research Institute ) dan PPI-PPIC East & Southeast Asia Programs diharapkan dapat memberikan alternatif peningkatan efisiensi pemupukan pada padi sawah. Konsep ini telah diujikembangkan secara ekstensif di berbagai negara penghasil padi dan terbukti dapat meningkatkan hasil gabah per satuan pupuk yang digunakan. Kajian Kebutuhan Pupuk NPK pada Padi Sawah melalui Petak Omisi di Wilayah Pengembangan PTT Disusun oleh Sarlan Abdulrachman Abdul Karim Makarim Irsal Las Kajian Petak Omisi (Omission Plot) merupakan salah satu cara sederhana yang dapat dilakukan oleh penyuluh dan/atau petani dalam menentukan kebutuhan hara bagi pertanaman padi sawah mereka. Dengan cara ini petani dapat langsung melihat pupuk apa saja yang diperlukan oleh pertanaman sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Petunjuk teknis ini diharapkan dapat dipakai sebagai pegangan bagi petugas lapang dalam menyelenggarakan kajian Petak Omisi. Selanjutnya cara ini tentu dapat disederhanakan agar kemudian mudah diterapkan oleh petani. Kepada berbagai pihak yang telah mendukung penerbitan Petunjuk Teknis ini, kami ucapkan terima kasih. Bogor, Juli 2003. Balai Penelitian Tanaman Padi Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kepala Puslitbang Tanaman Pangan Dr. A. Hasanuddin UCAPAN TERIMAKASIH Penulis meyampaikan terimakasih kepada Bapak Mahyuddin Syam atas saran dan koreksinya serta kepada Sdri. Diah Wurjandari Soegondo atas bantuannya dalam proses setting dan layout buku petunjuk teknis ini. PENDAHULUAN Sejak tahun 1960-an, kebutuhan pupuk di sektor pertanian terus meningkat karena semakin luasnya lahan yang perlu dipupuk serta naiknya takaran pemakaian pupuk per satuan luas. Penetapan rekomendasi takaran pemupukan yang bersifat nasional dinilai sudah kurang relevan karena berbagai faktor seperti kaitannya dengan kompetensi metode uji, daya dukung lahan, dan kebutuhan tanaman akan hara yang beragam. Uji tanah (soil test) sudah lama diketahui dan digunakan untuk menilai status kesuburan lahan, ada tidaknya kendala kimia tanah, serta kebutuhan pupuk dan amelioran. Metode ekstrasi hara tanah yang asalnya bertujuan untuk mengukur satu hara tertentu kemudian berkembang menjadi metode untuk mengukur beberapa hara sekaligus seperti pada metode Mehlich-Bowling dan Mehlich 3, yang dapat ditujukan untuk mengukur status P, K, Ca, Mg, Cu, Zn, dan Mn. Selain perkembangan dalam metode ekstraktan tersebut, berkembang pula cara perhitungan penetapan kebutuhan pupuk, yaitu dari sistem pengelompokan status (rendah, sedang, dan tinggi) berdasarkan metode Cate dan Nelson, persamaan matematik linier atau berganda, linear plateau, kurva Mitscherlich dengan berbagai turunannya, kemudian modeling dan sebagainya. Selain uji tanah, uji tanaman juga telah lama digunakan sebagai indikator perlu/tidaknya pemberian pupuk bagi tanaman. Kandungan hara N tanaman ditentukan dengan metode destruksi asam pekat ganda (Kjeldahl), hara P tanaman juga dengan destruksi yang dilanjutkan dengan pengukuran intensitas warna ekstrak menggunakan spektrofotometer, sedangkan untuk kandungan hara K dilanjutkan dengan intensitas fotometer nyala. Baik uji tanah maupun uji tanaman memiliki keterbatasan, antara lain (1) memerlukan laboratorium dan peralatan yang mahal dan tidak tersedia di banyak tempat; (2) biaya perawatan peralatan mahal dan kadang kala sulit diperbaiki apabila terjadi kerusakan; (3) bahan-bahan kimia relatif mahal atau bahkan tidak tersedia di daerah; (4) sulit mengambil contoh tanah dan tanaman yang mewakili hamparan; (5) kemungkinan kontaminasi dalam prosesing contoh, baik tanah maupun tanaman; (6) hasil-nya sangat ditentukan oleh kondisi alat yang digunakan dan kete-rampilan serta pengalaman analisnya. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan petani sebagai pengguna terlibat langsung dalam kegiatan pengujian atau dalam penetapan kebutuhan pu-puk. Selain itu, implementasi di lapang menggunakan data hasil uji tanah dan/atau tanaman, menurut pengalaman, hasilnya sering kurang memuaskan. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka diperlukan cara baru dalam menentukan kebutuhan pupuk untuk tanaman padi yang lebih mudah, tepat, praktis dan dapat dilakukan oleh petani itu sendiri, yaitu dengan Petak Omisi (Omission Plot). Petak Omisi diartikan sebagai petak yang dibuat di lahan petani/kelompok tani, ditanami padi dengan pengelolaan yang optimal, kemudian hasilnya atau serapan haranya dibandingkan dengan hasil atau serapan hara dari petak yang tanpa satu unsur saja seperti tanpa N, tanpa P, atau tanpa K. Hasil tanaman dan/atau serapan hara dari petak tanpa tambahan satu unsur menggambarkan status hara tanah yang tidak diberikan atau kapasitas tanah menyediakan hara yang dikenal dengan istilah pasokan nitrogen tanah (indigenous nitrogen supply – INS) untuk hara N, serta IPS dan IKS masing-masing untuk hara P dan K. Keuntungan metode Petak Omisi antara lain adalah: (1) dapat dilaksanakan oleh petani/penyuluh itu sendiri; (2) mudah dikembangkan di lahan-lahan petani lainnya secara meluas; (3) mudah terlihat oleh petani/penyuluh perlu/tidaknya pemberian pupuk tertentu secara langsung berdasarkan penampilan tanaman; (4) kesalahan sampling dan/atau faktor manusia dapat diperkecil; (5) manfaat penggunaan pupuk akan lebih terasa oleh petani, termasuk penghematan penggunaan pupuk; (6) mempercepat adopsi teknologi penggunaan pupuk oleh petani; (7) pemupukan spesifik lokasi menjadi realistis/tepat, karena dapat diterapkan per unit lahan petani atau kelompok tani. Meski demikian perlu diantisipasi kelemahan metode ini seperti perlunya perawatan tanaman lebih baik untuk mencegah serangan hama, penyakit, gulma, dan kekeringan serta sukarnya menentukan kebutuhan pupuk suatu areal/wilayah akibat takaran pupuk yang kemungkinan beragam antarlahan petani. PEMILIHAN LOKASI Lahan potensial yang sesuai dan layak untuk pelaksanaan pengkajian Petak Omisi (berikut kaji terap penggunaan BWD) adalah lahan irigasi yang mempunyai ketersediaan air minimal 10 bulan, baik berupa irigasi teknis maupun sederhana. Untuk lebih menjamin ketersediaan dan pendistribusian air, lokasi yang diprioritaskan adalah lahan yang berada di dekat saluran sekunder. Pengkajian melibatkan > 6 petani di setiap lokasi. Kriteria umum dalam pemilihan lokasi sekaligus petani yang terlibat antara lain: (1) mewakili variasi kesuburan tanah dari wilayah yang bersangkutan, (2) mewakili variasi pola tanam, (3) mewakili tingkat kondisi sosial ekonomi dalam hal luas sempitnya kepemilikan lahan, dan tingkat kesejahteraan petani, (4) kemudahan jangkauan untuk kunjungan lapang, dan (5) loyalitas petani berpartisipasi dalam melaksanakan pengkajian. Apabila variasi keadaan kesuburan tanah tidak ditemukan dalam hamparan pengkajian 100 ha maka dimungkinkan untuk memilih sebagian lokasi pengkajian di luar hamparan tersebut. Denah penyebaran lokasi Petak Omisi dalam wilayah PTT-PMI disajikan pada Gambar 1. IMPLEMENTASI PENGKAJIAN Perlakuan Pengkajian Dalam pengkajian ditetapkan 4 perlakuan di tiap lokasi, yaitu: 1. NPK - pemupukan N, P, dan K secara kengkap; 2. -N (PK) – tanpa pemupukan N, tapi pupuk P dan K diberikan; 3. -P (NK) – tanpa pemupukan P, tapi pupuk N dan K diberikan; 4. -K (NP) – tanpa pemupukan K, tapi pupuk N dan P diberikan. PMI + PTT ~ 500 ha/kabupaten Tabel 1. Takaran pupuk per perlakuan (kg/ha) dan waktu pemberiannya. Perlakuan pemupukan Pemberian ke-1 (10-15 HST) urea* 50-100 0 50-100 50-100 SP36 100 100 0 100 KCl 50 50 50 0 Ke-2 (25-35 HST) urea 100 0 100 100 Ke-3 (40-50 HST) urea 100 0 100 100 KCl 50 50 50 0 100 ha 100 ha 100 ha NPK -N (PK) -P (NK) 100 ha 100 ha -K (NP) * Masing-masing untuk tanah yang subur 50 kg dan yang kurang subur 100 kg/ha. Petak Omisi Laboratori lapang (Field Laboratory) Petak kunjungan (Visitor Plot) Alternatif lokasi Petak Omisi Tabel 2. Takaran pupuk (gram) per petak dan waktu pemberian untuk hamparan yang memungkinkan dibuat ukuran petak 5 m x 5 m (25 m2). Perlakuan pemupukan NPK Pemberian ke-1 (10-15 HST) urea* 125-250 0 125-250 125-250 SP36 250 250 0 250 KCl 125 125 125 0 Ke-2 (25-35 HST) urea 250 0 250 250 Ke-3 (40-50 HST) urea 250 0 250 250 KCl 125 125 125 0 Gambar 1. Sketsa penyebaran letak enam kegiatan Petak Omisi dalam wilayah PMI (500 ha). Takaran pupuk per hektar yang digunakan untuk perlakuan yang menerima N, P, dan K masing-masing adalah 250-300 kg urea sebagai sumber N, 100 kg SP36 sebagai sumber P, dan 100 kg KCl sebagai sumber K. Pupuk urea diberikan 3 kali, yaitu pertama pada 10-15 HST (hari setelah tanam) sebanyak 50 kg/ha untuk lahan yang subur dan 100 kg/ha untuk lahan yang kurang subur; kedua pada saat anakan aktif (25-35 HST) sebanyak 100 kg/ha; dan ketiga pada saat primordia bunga (40-50 HST) sebanyak 100 kg. Seluruh pupuk SP36 diberikan bersama pemberian pertama urea, sedangkan pupuk KCl diberikan 2 kali, yaitu 50 kg bersama pemberian pertama urea dan 50 kg sisanya diberikan pada saat primordia bunga. Uraian selengkapnya disajikan pada Tabel 1, 2, dan 3. -N (PK) -P (NK) -K (NP) * Masing-masing untuk tanah yang subur 125 g dan yang kurang subur 250 g/25m2. Tabel 3. Takaran pupuk (gram) per petak dan waktu pemberian untuk lahan yang berteras atau sempit memanjang dengan ukuran petak (4 m x 6 m) atau (3 m x 8 m) (24 m2). Perlakuan pemupukan NPK -N (PK) -P (NK) -K (NP) Pemberian ke-1 (10-15 HST) urea* 120-240 0 120-240 120-240 SP36 240 240 0 240 KCl 120 120 120 0 Ke-2 (25-35 HST) urea 240 0 240 240 Ke-3 (40-50 HST) urea 240 0 240 240 KCl 120 120 120 0 5m 5 m -N (PK) -P (NK) -K (NP) NPK * Masing-masing untuk tanah yang subur 120 g dan yang kurang subur 240 g/24 m2. Gambar 2. Denah kajian Petak Omisi (5 m x 5 m) serta tata pengairannya di lahan petani yang ukuran lahannya cukup luas. Pembuatan Petak Ukuran petak masing-masing perlakuan adalah 5 m x 5 m, kecuali apabila lahannya berteras atau sempit memanjang. Pada daerah seperti itu, ukuran petak dapat diubah menjadi 6 m x 4 m atau 8 m x 3 m dengan tanpa mengubah ukuran ubinan. Denah tata letak petak perlakuan tersebut disajikan pada Gambar 2 dan 3. Semua petak perlakuan (bila bukan petak permanen) dibuat sebelum petani memberikan pupuk dasar atau ke-1, serta dapat dilakukan sebelum maupun setelah tanam. Tiap petak perlakuan harus dipisahkan dari perlakuan yang satu dengan lainnya menggunakan pematang (galengan). Tinggi minimal pematang 15 cm dan lebar 20-30 cm. Pada tanah yang melumpur pembuatan pematang dapat dilakukan secara bertahap, ditinggikan, dengan catatan permukaan pematang dijaga untuk tidak lebih rendah dari permukaan air dalam petakan. Apabila tanah cukup porus maka pematang dapat dilapisi plastik atau dengan membuat pematang ganda. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya rembesan pupuk antar-petak perlakuan. Saluran air dibuat di tepi petakan sedemikian rupa, sehingga pintu air masuk dipisahkan dengan pintu air keluar. Jika letak pe- 6-8 m 4-3 m - N (PK) -P (NK) -K (PK) NPK Gambar 3. Denah kajian Petak Omisi (4 m x 6 m atau 3 m x 8 m) serta tata pengairannya di lahan petani yang berteras atau sempit memanjang. tak pengkajian berada di tengah hamparan, maka pemberian air ke dalam petak dapat dilakukan pada saat tidak dilakukan pemupukan, dan pematang segera ditutup kembali setelah pengairan dihentikan. Untuk memudahkan pemeliharaan, menjaga kebersihan dari gulma yang tumbuh di pematang maupun tanah yang longsor, maka antara rumpun padi terluar dengan pematang perlu diberikan jarak yang cukup leluasa. Pemetaan Di awal musim tanam perlu digambar tata letak petak dalam kawasan yang dipergunakan, meliputi aliran air dan trend (kecenderungan) kesuburan tanah. Untuk menghindari terjadinya pencampuran contoh yang dikumpulkan, buatkan label pada setiap petak perlakuan yang berisi informasi mengenai nama lokasi, nama atau nomor petani, tahun, dan musim tanam. Selain memudahkan dalam melakukan observasi, hal tersebut juga akan sangat berguna untuk pengambilan gambar (foto). Gunakan kode untuk membedakan tiap perlakuan dengan warna yang kontras dibandingkan warna kanopi, misalnya putih, oranye atau kuning. tentang keadaan di lapang dan segala aktivitasnya yang berhubungan dengan topik yang sedang dikaji. Pertanaman Cara bertanam sebaiknya mengikuti praktek yang lebih disukai petani. Tanam pindah (TPR-transplanting rice), pesemaian basah (WSR-wet seeded rice) atau kering (DSR-dry seeded rice) boleh diterapkan, tergantung cara mana yang dipilih. Petani berhak memutuskan varietas apa yang akan digunakan, yang penting harus sama untuk semua perlakuan dalam satu kepemilikan lahan. Sebaiknya varietas unggul padi yang dipilih adalah yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama/penyakit utama seperti wereng coklat, penggerek batang, dan tungro. Jika memungkinkan, peneliti yang menyediakan benih sebagai bagian dari “kompensasi” pelaksanaan pengkajian. Bila perlu penyulaman dapat dilakukan untuk keseragaman pertanaman. Untuk meyakinkan bahwa hasil yang didapat tidak dipengaruhi oleh faktor luar atau masalah lain, maka masalah yang berkaitan dengan air, gulma, hama dan penyakit perlu kendalikan seoptimal mungkin. Secara umum, pengendalian gulma dapat mengikuti praktek yang sering dilakukan petani. Namun, peneliti harus terus memonitor populasi gulma dan memastikan agar tidak terjadi kehilangan hasil, karena hasil Petak Omisi akan digunakan untuk menduga kapasitas penyediaan hara alami tanah (indigenous nutrient supply). Pengelolaan Petak Hasil kajian sangat tergantung dari kualitas kerja lapang. Oleh sebab itu pengelolaan “Pengkajian di lahan petani” seyogianya diperlakukan sesuai dengan standar kualitas penelitian di “Instalasi Kebun Percobaan”. Meskipun semua pelaksanaan pengolahan tanah dan tanaman dilakukan oleh petani namun bimbingan dari peneliti tetap diperlukan. Sementara itu, aplikasi pupuk tetap menjadi tanggung jawab peneliti. Dalam pengkajian ini perlu dijelaskan kepada petani untuk tidak menambahkan pupuk apapun pada semua petak perlakuan. Usahakan selama pengkajian tidak ada masalah dengan ketersediaan air terutama pada musim kemarau yang mungkin terjadi kekeringan pada areal pengkajian. Kerja sama lintas disiplin ilmu serta kunjungan lapang rutin bersama sangat diperlukan dalam kajian ini untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya masalah seperti serangan hama atau penyakit. Petani perlu diberi masukan tentang cara pengendalian masalah seperti cara pengelolaan hama dan penyakit yang benar. Kepada masing-masing petani koperator perlu dibekali “buku catatan” agar mereka dapat mencatat semua kegiatan yang dilakukan. Kepada mereka perlu pula dijelaskan secara rinci tentang apa yang diamati, dan selanjutnya diminta informasi Pengumpulan Data Cara pengambilan contoh tanah, sampel tanaman, dan hasil panen serta cara pengukuran variabel lainnya adalah sebagai berikut: • Contoh tanah awal diambil secara komposit dari tiap perlakuan setelah pengolahan tanah selesai, dapat sebelum atau setelah tanam namun harus dilakukan sebelum pemupukan (Gambar 4). Tanah diambil pada kedalaman 0-15 cm pada dua titik secara acak untuk tiap petak. Dari 8 subcontoh, tanah dicampur dan diaduk merata menjadi satu contoh per lokasi (per petani). Bobot contoh yang diperlukan 1 kg tanah kering atau sekitar 3 kg tanah basah untuk tiap lokasi. Hal ini disaji-kan secara rinci pada Lampiran 1. 5 meter • Pembacaan BWD (bagan warna daun—LCC-leaf color chart) dimulai sejak 14 HST dan diakhiri setelah keluar malai dengan interval pengamatan 7-10 hari. Lihat keterangan rinci pada Lampiran 2. Jumlah anakan dan tinggi tanaman diamati pada fase anakan aktif (+ 21 HST), primordia bunga, dan saat panen. Empat rumpun tanaman per perlakuan diukur secara tetap pada tanaman yang sama pada posisi seperti pada Gambar 4. Data komponen hasil, yaitu jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persen gabah isi, dan bobot 1000 butir dapat diperoleh dengan cara mengambil 12 rumpun contoh (dipotong batangnya tepat pada permukaan tanah) pada tiap petak ketika matang fisiologis pada posisi seperti pada Gambar 4. Sebagian gabah dan jerami selanjutnya dipersiapkan untuk analisis kimia dalam menghitung total serapan hara tanaman. Pada saat tanaman telah siap dipanen, data panen tiap perlakuan atau petak diambil dari hasil ubinan (Gambar 4). Ukuran ubinan + 5m2 di tengah dengan jumlah rumpun tanaman dalam ubinan tergantung pada jarak tanam yang digunakan. Namun demikian jumlah tanaman dalam ubinan minimal 120 rumpun per petak (Tabel 4). Gabah dirontok dari malainya dan dibersihkan dari kotoran, kemudian diukur kadar airnya. Konversi hasil ubinan ke dalam t/ha gabah kering giling (GKG) dengan rumus berikut: Hasil (t/ha) = [(100-KA)/86) x (hasil ubinan dalam kg/5) x 10] = Rumpun padi 4321 4321 4321 4321 4321 4321 • • • 5 meter • = 12 rumpun untuk mengukur komponen hasil = 4 rumpun untuk mengukur tinggi dan jumlah anakan = petak ubinan 5m2 = titik pengambilan contoh tanah secara komposit 321 321 321 321 Gambar 4. Denah pengambilan contoh tanah, tanaman, dan hasil panen. Tabel 4. Ukuran ubinan dan jumlah rumpun dalam ubinan untuk berbagai jarak tanam. Jarak tanam 20 cm x 20 cm 25 cm x 25 cm Legowo 2:1 (20 cm x 10 cm) - 40 cm Legowo 4:1 (20 cm x 10 cm) - 40 cm Ukuran ubinan 2,4 m x 2,0 m = 4,8 m2 3,0 m x 2,5 m = 7,5 m 2 2 BAHAN BACAAN Abdulrachman, S., C. Witt, dan T. Fairhurst. 2002. Petunjuk teknis pemupukan spesifik lokasi. Implementasi Omission Plot Padi. Kerja sama Balai Penelitian Padi (Balitpa) Sukamandi, International Rice Research Institute (IRRI), dan PPI-PPIC Singapore. Bremner, J.M. and C.S. Mulvaney. 1982. Nitrogen-total. p.595624. In: A.L. Page et al.(Ed.) Method of soil analysis. Part 2. 2nd ed. Agron. Monogr. ASA and SSSA, Madison, W.I. Cassman, K.G. and P.L. Pingali.1994. Extrapolating trends from long-term experiments to farmers fields: The case of irrigated rice sytems in Asia. In: Barnett et al. (Ed.) Agricultural sustainab ility in economic, environmental and statistical terms. John Wiley & Son, Ltd., London. (inpress). Debermann, A., K.G. Cassman, S. Peng, Pham Sy Tan, Cao Vhan Phung, P.C. Sta Cruz, J.B Bajit, M.A.A. Adviento, and D.C. Olk. 1996. Precision nutrient management in intensive irrigated rice systems. Proc. Int. Sym Maximizing Sustainable Rice Yield Through Improved Soil and Environmental Management. Khon Kaen, Thailand. p. 133-154. Dobermann, A. and T. Fairhurst. 2000. Rice: Nutrient disorders & nutrient management. International Rice Research Institute, MCPO Box 3127, Makati, Philippines.191p. Dobermann, A. and P. F. White. 1999. Strategies for nutrient management in irrigated and rainfed lowland rice systems. Nutrients Kluwer Academic Publ. IRRI. 1-26. Makarim, A.K., Irsal Las, A.M. Djulin, dan Sutoro. 1999. Penentuan takaran pupuk untuk tanaman padi berdasarkan analisis sistem dan model simulasi. Agronomika I(I): 32-39. Mombiela, F, J.J. Nicholaides and I.A. Nelson. 1981. A method to determine the appropriate mathematical form for incoporating soil test levels in fertilizer response models for recommendation purposes. Agron J. 73: 937-941. Jumlah rumpun dalam ubinan 12 x 10 = 120 12 x 10 = 120 2 (20 x 4) = 180 2 (30 x 2) = 120 2,0 m x 2,0 m = 4,0 m 2 (1 unit legowo) 3,0 m x 1,2 m = 3,6 m2 2 (1/2 unit legowo) • Lakukan pengamatan keadaan pertanaman terutama pada fase-fase kritis, yaitu pada fase anakan aktif, primordia, awal pembungaan, dan saat panen. Perlu dicatat tanggal dimulainya fase-fase tersebut, keseragaman pertanaman, bentuk tajuk atau kanopi tanaman, serta kualitas pelaksanaan pekerjaan lapang pada umumnya. Catat pula gejala keracunan maupun kahat hara, keadaan air irigasi dan kekeringan, keadaan hama, penyakit, dan gulma. Ambil tindakan bila terjadi serangan hama, penyakit, atau gulma yang mengancam pertanaman. Peng, S., F.V. Garcia, R.C. Laza, and K.G. Cassman. 1993. Adjustment for specific leaf weight improves chlorophyll meter’s estimate of rice leaf nitrogen concentration. Agron. J. 85: 897-990. Schaalje, G.B., and H.H. Miidel. 1991. Used of residual maximum likelihood to evaluate accuracy of two NIRS calibration procedure, relative of Kjeldahl, for determining nitrogen concentration of soybeans. Can. J. Plant Sci. 71:385-392. Scobie, G., R. Willey, and MCDonald. 1993. A global perspec tive. Report of the intercenter review of rice panel. CGIAR. Tim Penyusun Panduan Pelaksanaan IP Padi 300. 1998. Panduan Inovasi Teknologi IP Padi 300. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 52p. Lampiran 1 Prosedur pengambilan sampel tanah Untuk mendapatkan informasi sifat kimiawi lahan, sampel tanah perlu diambil di lokasi penelitian dan dianalisis untuk beberapa parameter penting. Secara rinci pengambilan sampel tanah dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Persiapan • • Persiapkan kantong plastik dan karet gelang sebagai pengikat dengan jumlah sesuai keperluan. Berikan label pada kantong plastik tersebut menggunakan spidol water proof meliputi: lokasi, tanggal pengambilan sampel, nama petani, dan kedalaman pengambilan sampel. Siapkan paralon PVC atau bambu dengan ukuran diameter sekitar 6,5 cm dan panjang 26 cm. Berikan tanda di luar pralon pada posisi 15 cm dari ujung sebagai petunjuk kedalaman pengambilan sampel. Buat beberapa lubang kecil antara tanda dengan ujung paralon yang lain untuk memudahkan keluarnya kelebihan air sewaktu pengambilan sampel. Persiapkan alat pendorong untuk mengeluarkan tanah dari dalam pralon dengan ukuran diameter ujung depan sekitar 6,4 cm dan panjang tangkai 35 cm. Gunakan baki plastik untuk mencampur sampel tanah. • • • 2. Pengambilan sampel • Ambil sampel tanah untuk keperluan karakterisasi setelah pengolahan tanah selesai, dapat sebelum atau setelah tanam tapi sebelum dilakukan pemupukan. • Lakukan pengambilan sampel setelah dibuat petak. Sampel tanah diambil dari dua titik tiap petak secara acak pada kedalaman 0-15 cm dengan posisi seperti pada Gambar 4. Tekan dan masukkan paralon dengan posisi tegak lurus sampai batas tanda berada tepat di permukaan tanah. Tutup ujung bawah paralon dengan tangan dari luar, kemudian tarik ke atas dan usahakan tidak ada tanah yang keluar dari paralon. Keluarkan tanah dengan alat dorong dan tampung dalam baki (8 titik pengambilan dalam 1 baki). Campur sampel tanah hingga merata dengan tangan, bersihkan dari kotoran dan sisa tanaman. Ambil sekitar 3 kg sampel tanah dan masukkan ke dalam kantong plastik kemudian diikat dengan karet dan buang kelebihannya. Kirim ke laboratorium untuk diproses lebih lanjut. Lampiran 2 Prosedur pengamatan BWD 1. Pembacaan diawali pada 14 hari setelah tanam untuk padi yang ditanam dengan cara sistem tanam pindah (Tapin) atau pada 21 hari setelah sebar untuk sistem tanam sebar langsung (Tabela). 2. Pembacaan diakhiri setelah keluar malai. 3. Pilih secara acak 10 tanaman sehat pada hamparan yang seragam. 4. Pilih daun teratas yang telah membuka penuh pada satu rumpun. 5. Taruh bagian tengah daun di atas BWD dan bandingkan warnanya. Jika warna daun berada di antara dua skala BWD, maka digunakan nilai rata-ratanya. Misalnya 3,5 untuk warna antara 3 dan 4. 6. Hati-hati dan jangan merusak daun. 7. Saat pembacaan BWD jangan menghadap sinar matahari, sebab cahaya langsung dapat mempengaruhi pembacaan warna. 8. Bila memungkinkan setiap pembacaan dilakukan oleh petugas yang sama dan pada waktu yang sama (pagi, siang, atau sore hari). 9. Ulangi pembacaan setiap 7-10 hari atau paling tidak pada fase-fase pertumbuhan yang kritis (awal pembentukan anakan, puncak pembentukan anakan, saat primordia bunga dan awal pembungaan). • • • • • 3. Prosesing sampel • • Gunakan ruangan pengering yang cukup fentilasi, bebas angin dan debu untuk mencegah kontaminasi. Buka kantong plastik dan hamparkan sampel dengan ketebalan sekitar 1 cm. Pengeringan dilakukan sekitar 7-14 hari pada suhu kamar dan setelah kering tanah dipotong kecil-kecil dengan tangan agar mudah digiling atau disimpan. 4. Penyimpanan sampel Sebagian sampel disimpan pada kondisi kering dalam ruangan berpendingin (AC) dan diberi label mengenai lokasi, tanggal pengambilan sampel, nama petani, dan kedalaman pengambilan sampel. Lampiran 3 Prosedur pengambilan sampel dan penghitungan komponen hasil Contoh 12 rumpun Hitung jumlah malai Lampiran 4 Prosedur penghitungan hasil ubinan Ubinan ↓ ↓ Rontokkan gabah dari tanaman Semua gabah (isi dan hampa) Jerami + tangkai malai Timbang dan catat berat total jerami segar 12 rumpun contoh Perontokan gabah Pengeringan gabah sampai k.a. 10-16% Buang gabah hampa dan kotoran lainnya ↓ Oven seluruh gabah (3 hari pada suhu 70oC atau jemur) Timbang dan catat berat gabah kering oven Ambil subcontoh (30-40 gram) Sisa gabah disimpan untuk analisis kimia ↓ ↓ Alternatif I Oven seluruh contoh suhu 70o (konstan) Alternatif 2 Ambil 200-300 gram subcontoh (homogen) Timbang dan catat berat jerami segar subcontoh Timbang dan catat berat bersih gabah ubinan (PLOT GY) Pisahkan gabah isi dan hampa Gabah isi Gabah hampa ↓ Timbang dan catat berat kering 12 rmp ↓ ↓ ↓ Ambil sebagian jerami untuk analisis kimia ↓ Oven jerami (suhu 70o sampai konstan) Ukur kadar air (MC Plot GY) ↓ Hitung gabah isi Masukkan ke dalam kantung kertas Oven (pada suhu 70o 1 hari) Timbang dan catat berat gabah isi ↓ Hitung gabah hampa Masukkan ke dalam kantung kertas ↓ Timbang dan catat berat konstan jerami Konversi berat jerami ke berat 12 rumpun Hitung hasil gabah ubinan k.a. 14% (kg) (Plot GY14 = Plot GY x (100-MCPlotGY)/86) ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ Oven (pada suhu 70o 1 hari) Timbang dan catat berat gabah hampa Hitung hasil gabah (ton/ha) k.a. 14% = Plot GY14 x 10/luas ubinan (m2) ↓ Kebutuhan pupuk N, P, dan K lihat Lampiran 5, 6, dan 7 Lampiran 5 Blangko pengamatan pengelolaan tanaman Nama petani: Desa Propinsi : : Nama pengamat: Kec.: Musim: Kab.: Tahun: Lampiran 6 Blangko pengamatan penggunaan pupuk Nama petani: Desa Propinsi : : Nama pengamat: Kec.: Musim: Kab.: Tahun: Lampiran 7 Blangko pengamatan komponen hasil dan hasil Nama petani: Desa Propinsi : : Nama pengamat: Kec.: Musim: Kab.: Tahun: Lampiran 8 Blangko pengamatan pembacaan BWD Nama petani: Desa Propinsi : : Nama pengamat: Kec.: Musim: Kab.: Tahun: Lampiran 8 (lanjutan ...) Blangko pengamatan pembacaan BWD Nama petani: Desa Propinsi : : Nama pengamat: Kec.: Musim: Kab.: Tahun: