BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jepang merupakan Negara yang memiliki berbagai macam karya seni rupa dan berbagai macam peninggalan peninggalan bersejarah. Hal itu menjadikan Negara jepang sebagai Negara yang banyak memiliki karya seni rupa yang menarik.Banyak hal yang menarik yang kita bisa amati sendiri dari Negara jepang tersebut.Berbagai macam dan bentuk seni rupa yang di miliki oleh Negara jepang diantaranya seni rupa dalam membuat lukisan, animasi, dan lain-lain.Selain itu jepang merupakan salah satu Negara yang memiliki sejarah dan peninggalan seni rupa jepang yang mendorong terbentuknya berbagai macam hasil karya seni rupa mulai dari makanan, pertanian, ataupun hal di dalam bidang kosmetik. Zaman paleolitik Jepang berlangsung dari sekitar 100.000 hingga 30.000 SM, dimulai dari penggunaan perkakas batu dan berakhir sekitar 12.000 SM pada akhir zaman es terakhir yang sekaligus awal dari periode Mesolitik zaman jomon. Zaman Jōmon berlangsung dari sekitar paleolitik atas hingga 300 SM. Orang zaman Jōmon mulai membuat bejana yang dihias dengan pola-pola yang dicetakkan ke atas permukaan bejana sewaktu masih basah dengan menggunakan tongkat kayu atau tali atau simpul tali. Walaupun hasil penelitian menimbulkan keragu-raguan, menurut tes penanggalan radio karbon , beberapa contoh tembikar tertua di dunia berasal dari Jepang, disertai pisau belati, giok, sisir dari kulit kerang dari kulit kerang, dan barang-barang keperluan rumah tangga lainnya berasal dari abad ke-11 SM. Seni rupa kontemporer Jepang memiliki watak khas yang bersumber pada peradaban klasik yang didasarkan pada Zen Budhisme. Pengaruh Budhisme yang datang dari Cina dan Korea dan kemudian berasimilasi dengan kepercayaan Shinto di Jepang membuahkan sekte Budha yang kemudian dikenal dengan Zen Budhisme. Prinsip kesederhanaan yang menjadi inti ajaran Budha bertemu dengan inti ajaran Shinto yang melebur dengan alam menjadi inti dasar dari paham estetik Zen, yang lebih cenderung bersifat esoterik. Semua ekspresi seni Jepang mulai periode Nara hingga sekarang tetap menjadi sumber inspirasi dan atruran normatif terhadap berbagai ekspresi seni seperti arsitektur, taman, interior, pakaian, lukisan, patung, dan sebagainya merujuk pada norma-norma estetik Zen Budhisme. Demikian pula spiritualitas Zen Budhisme terdapat pada karya-karya perupa kontemporer Jepang, antara lain Shigeo Toya,Tsuguo Yanai, Kurita Hiroshi, Maeyana Tadashi, dan Yukio Fujimoto. Prinsip-prinsip dasar estetik Zen Budhisme baik secara intuitif maupun formalistik serta simbolik menelusup pada dimensi estetik karya-karya mereka sebagai perupa kontemporer Jepang, sehingga membentuk identitas, karena itu berbeda dengan mainstream seni rupa Barat. Sejak awal 2000-an, seni rupa kontemporer Jepang identik dengan kecenderungan untuk menampilkan pengaruh budaya pop Jepang yang mengglobal, terutama anime dan manga. Meskipun bukan hal yang sama sekali baru—telah muncul sejak awal 1990-an—kecenderungn dominan itu tentu tidak lepas dari kiprah beberapa gelintir seniman Jepang, terutama Yoshitomo Nara dan Takashi Murakami dalam sepuluh tahun terakhir. Tampilnya kedua nama tersebut dalam perhelatan-perhelatan besar internasional, dan kesuksesan komersial mereka yang mengagumkan telah memberikan pengaruh besar pada perkembangan mutakhir dan citra seni rupa Jepang pada milenium baru. Selain Nara dan Murakami, beberapa seniman lain seperti Aida Makoto, Akira Yamaguchi dan Tenmyouya Hisashi yang juga muncul dalam periode yang sama. Sebagai sosok-sosok berpengaruh dalam seni rupa Jepang. Sejak awal 1990-an, Murakami dikenal melalui konsep superflat yang dicetuskannya. Secara sederhana, superflat adalah konsep estetik yang menjelajahi ‘kedataran’ yang radikal. Murakami menganggap bahwa ada hubungan yang erat antara kedataran dalam penggambaran anime dan manga dengan tradisi visual Jepang kuno (nihon-ga). Karya-karya Murakami, ratarata menampilkan berbagai karakter visual yang lahir dari narasi dan fantasi, dengan warna-warna dan karakter grafis pop yang mencolok, namun tak jarang mengandung ironi dan sarkasme yang meledak-ledak. Mengadopsi pola produksi dalam industri manga dan anime, ia memperkerjakan beberapa sejumlah seniman muda sebagai asistennya. Beberapa penulis menyebutnya sebagai ‘Andy Warhol versi Jepang’, karena keberhasilannya dalam menyintesakan kebudayaan pop Jepang dengan seni tinggi. Nyaris serupa dengan Murakami, Nara juga banyak menggunakan subkultur otaku sebagai referensi estetiknya. Pokok-soal dalam karya-karya Nara selalu nampak sederhana, seringkali berupa seorang anak perempuan atau hewan peliharaan, dengan warna-warni pastel dan lembut, menyerupai karakter visual dalam komik anak-anak. Gestur dan wajah karakter-karakter itu seringkali ditampilkan polos, lugu, tanpa dosa. Tapi tak jarang, Nara juga menampilkan mereka sebagai karakter yang nakal, jahil dan jahat, penuh kekerasan dan kebencian: Anak perempuan dalam karya Nara juga digambarkan tengah menyembunyikan dan mengayunkan senjata seperti pisau dan gergaji. Beberapa sumber tertulis menghubungkan karakter dalam lukisan-lukisan Nara dengan kehidupan masa kecil seniman yang serba keras dan kesepian. BAB II PEMBAHASAN A. SENI RUPA JEPANG Dalam konteks seni lukis, Jepang memiliki lukisan Ukiyo-e yang merupakan genre lukisan yang pernah ada pada abad ke-17 sampai abad ke-20. Lukisan Ukiyo-e ini memiliki berbagai macam tema semisal pemandangan alam, teater dan tempat-tempat favorit masyarakat Jepang. Kata “Ukiyo” dalam bahasa Jepang memiliki makna “dunia mengambang” dan mengacu pada budaya yang berkembang dipusat-pusat Edo, semisal Tokyo, Osaka dan Kyoto. Bentuk seni lukis ini kemudian menjadi sangat populer dalam budaya metropolitan Tokyo pada paruh abad ke-17. Akar kesejarahan Ukiyo-e bisa ditelusuri mulai dari adanya arus urbanisasi yang terjadi pada akhir abad ke-16. Hal tersebut kemudian menyebabkan banyak kelas pedagang dan pengrajin yang mulai menulis cerita, menggambar yang disusun menjadi buku. Yang menjadi objek dalam cerita maupun gambarnya ialah kehidupan urban dan budaya masyarakat kala itu. Dan lukisan Ukiyo-e mengalami kebangkitannya pada abad ke-20. Adanya pengaruh dari Barat dan Eropa membuat banyak seniman yang membuat lukisan tersebut menggabungkan unsur Barat kedalamnya namun tetap dengan sentuhan tradisional Jepang. Jepang tak hanya dikenal dengan anime dan komiknya saja. Ternyata sejak masa Jepang, ada seni rupa erotis yang dikenal dengan nama Shunga. Dalam bahasa Jepang Shunga ini artinya musm panas. Saat itu, musim panas dilambangkan dengan seks. Para pekerja seni membuatya sebagai penggoda Bentuknya pun bisa gulungan kain, kertas, dan potongan kayu yang digambat pada era Edo. Menurut catatan sejarah karya seni Shunga tercatat pada 1254. Kesenian keramik di Jepang, diperkirakan berawal pada periode Jomon, periode yang tertua dan merupakan Jaman Prasejarah pada sejarah Jepang. Waktu periode Jomon sekitar 10.000 SM – 200 SM. Setelah periode Jamon usai, Jepang memasuki periode Yayoi. Waktu periode Yayoi sekitar 200 SM – 250 M. kehidupan masyarakat di periode ini sudah mulai bercocok tanam. Kebudayaannya berkembang dari pulai Kyushu sampai sebelah timur pulau Honshu. Pada masa ini berbagai gerabah tanpa glasir sudah mulai bermunculan. Penggunaan roda tembikar dan pembakaran yang mampu mencapai suhu bebatuan pun sudah mulai dikenal. Tidak seperti barang tembikar pada periode Jamon, barang tembikar pada Yayoi mengandalkan bentuknya daripada dekorasinya. Kemudian Jepang memasuki periode Nara. Periode ini kesenian keramik Jepang sangat terpengaruh oleh kebudayaan Cina. Pada periode ini merupakan masa emas kesenian Budha yang ada di Jepang. Dengan adanya reformasi Taika, sistema pemerintahan di Jepang meniru sistema pemerintahan yang ada di Cina. Para pengrajin Jepang pergi ke Cina mempelajari teknik-teknik pembuatan keramik. Mereka mempelajari penggunaan glasir dan pembakaran suhu rendah. Selama berabad-abad mereka menerapkan teknik yang mereka pelajari dari Cina dan Korea Tanbo Art merupakan karya seni hasil tangan-tangan kreativ para petani Jepang. Tanbo adalah bahasa Jepang yang berarti beras/padi. Sedangkan Tanbo Art adalah seni ‘melukis’ diatas kanvas raksasa, yaitu berupa sebidang sawah. Karya seni ini pertama kali muncul pada tahun 1993 di desa Inakadate, 600 mil dari Tokyo (masuk dalam Prefektur Aomori di wilayah Tohoku, Jepang). Di tahun tersebut, penduduk Inakadate sedang mencari cara untuk merevitalisasi desa mereka. Eksplorasi arkeologi memberikan kesadaran bahwa padi telah ditanam di daerah tersebut selama lebih dari 2000 tahun. Untuk menghormati sejarah ini, mulailah mereka membuat inovasi karya seni dan sawah dipilih sebagai medianya. Guna memperoleh warna yang beraneka rupa, petani Inakadate menggunakan empat jenis varian padi. Seni rupa kontemporer Jepang memiliki watak khas yang bersumber pada peradaban klasik yang didasarkan pada Zen Budhisme. Pengaruh Budhisme yang datang dari Cina dan Korea dan kemudian berasimilasi dengan kepercayaan Shinto di Jepang membuahkan sekte Budha yang kemudian dikenal dengan Zen Budhisme. Prinsip kesederhanaan yang menjadi inti ajaran Budha bertemu dengan inti ajaran Shinto yang melebur dengan alam menjadi inti dasar dari paham estetik Zen, yang lebih cenderung bersifat esoterik. Semua ekspresi seni Jepang mulai periode Nara hingga sekarang tetap menjadi sumber inspirasi dan atruran normatif terhadap berbagai ekspresi seni seperti arsitektur, taman, interior, pakaian, lukisan, patung, dan sebagainya merujuk pada norma-norma estetik Zen Budhisme. Demikian pula spiritualitas Zen Budhisme terdapat pada karya-karya perupa kontemporer Jepang, antara lain Shigeo Toya,Tsuguo Yanai, Kurita Hiroshi, Maeyana Tadashi, dan Yukio Fujimoto. Prinsip-prinsip dasar estetik Zen Budhisme baik secara intuitif maupun formalistik serta simbolik menelusup pada dimensi estetik karya-karya mereka sebagai perupa kontemporer Jepang, sehingga membentuk identitas, karena itu berbeda dengan mainstream seni rupa Barat. Sejak awal 2000-an, seni rupa kontemporer Jepang identik dengan kecenderungan untuk menampilkan pengaruh budaya pop Jepang yang mengglobal, terutama anime dan manga. Meskipun bukan hal yang sama sekali baru—telah muncul sejak awal 1990-an—kecenderungn dominan itu tentu tidak lepas dari kiprah beberapa gelintir seniman Jepang, terutama Yoshitomo Nara dan Takashi Murakami dalam sepuluh tahun terakhir. Tampilnya kedua nama tersebut dalam perhelatan-perhelatan besar internasional, dan kesuksesan komersial mereka yang mengagumkan telah memberikan pengaruh besar pada perkembangan mutakhir dan citra seni rupa Jepang pada milenium baru. Selain Nara dan Murakami, beberapa seniman lain seperti Aida Makoto, Akira Yamaguchi dan Tenmyouya Hisashi yang juga muncul dalam periode yang sama sebagai sosok-sosok berpengaruh dalam seni rupa Jepang. Sejak awal 1990-an, Murakami dikenal melalui konsep superflat yang dicetuskannya. Secara sederhana, superflat adalah konsep estetik yang menjelajahi ‘kedataran’ yang radikal. Murakami menganggap bahwa ada hubungan yang erat antara kedataran dalam penggambaran anime dan manga dengan tradisi visual Jepang kuno (nihon-ga). Karya-karya Murakami, rata-rata menampilkan berbagai karakter visual yang lahir dari narasi dan fantasi, dengan warna-warna dan karakter grafis pop yang mencolok, namun tak jarang mengandung ironi dan sarkasme yang meledak-ledak. Mengadopsi pola produksi dalam industri manga dan anime, ia memperkerjakan beberapa sejumlah seniman muda sebagai asistennya. Beberapa penulis menyebutnya sebagai ‘Andy Warhol versi Jepang’, karena keberhasilannya dalam menyintesakan kebudayaan pop Jepang dengan seni tinggi. Nyaris serupa dengan Murakami, Nara juga banyak menggunakan subkultur otaku sebagai referensi estetiknya. Pokok-soal dalam karya-karya Nara selalu nampak sederhana, seringkali berupa seorang anak perempuan atau hewan peliharaan, dengan warna-warni pastel dan lembut, menyerupai karakter visual dalam komik anak-anak. Gestur dan wajah karakter-karakter itu seringkali ditampilkan polos, lugu, tanpa dosa. Tapi tak jarang, Nara juga menampilkan mereka sebagai karakter yang nakal, jahil dan jahat, penuh kekerasan dan kebencian: Anak perempuan dalam karya Nara juga digambarkan tengah menyembunyikan dan mengayunkan senjata seperti pisau dan gergaji. Beberapa sumber tertulis menghubungkan karakter dalam lukisan-lukisan Nara dengan kehidupan masa kecil seniman yang serba keras dan kesepian. Dominasi ‘seni otaku’ yang dipromosikan oleh Murakami dan Nara, pada akhirnya melahirkan beberapa stereotipe seni rupa Jepang yang semakin dominan di lingkaran internasional. Tak bisa dipungkiri, kesuksesan superflat—sebagai suatu gaya estetik—bahkan berpengaruh besar pada karya-karya seniman-seniman muda Asia non-Jepang. Pasca Nara dan Murakami, terdapat beberapa seniman muda Jpeang yang secara sadar mengadopsi dan mengembangkan seni rupa otaku dan superflat. Tampilnya karya-karya seniman muda Jepang, seperti Mr., Aya Takano dan Chiho Aoshima, terutama dalam pasar arus utama—sebagaimana tercermin dalam berbagai art fair dan lelang internasional dalam lima tahun terakhir—adalah buktinya. Stereotipe ini pada akhirnya mengecilkan perkembangan aktual seni rupa Jepang yang karya ragam dan punya sejarah panjang. Di tengah-tengah berkembangnya stereotipe seni rupa Jepang yang semakin dominan, pameran Passages to the Future, bagi saya, mencerminkan pencarian yang berharga. Dengan tidak mengecilkan kesuksesan superflat dan seni otaku, Passages to the Future, adalah salah satu upaya untuk memberikan citra baru pada perkembangan seni rupa Jepang di lingkaran internasional. Dalam pengantar kuratorialnya Manasobu Ito mengetengahkan bahwa pameran ini bertujuan untuk memperkenalkan aspek-aspek kehidupan sehari-hari, narasinarasi personal dan ketertarikan pada persoalan proses dalam penciptaaan. Meskipun dikenal sebagai negara industri yang maju, fakta bahwa Jepang adalah bangsa yang masih sangat menghargai keterampilan tangan adalah fakta yang tak bisa ditolak. Karya-karya seniman-seniman yang berpameran kali ini—Atshushi Fukui, Satoshi Hirose, Maywa Denki, Tomoyasu Murata, Tetsuya Nakamura, Masafumi Sanai, Katsuhiro Saiki, Yoshihiro Suda, Tabaimo, Nobuyuki Takahashi dan Miyuki Yokomizo—memang membuktikan hal itu. Menurut Ito, meskipun aspek-aspek ini belum relatif dikenal secara luas, kecenderungan untuk mengangkat persoalan ini telah muncul sejak pertengahan 1990-an. Saya ingin menggunakan pameran ini untuk membicarakan konteks perkembangan seni rupa Jepang yang lebih luas. Jika Masanobu Ito memanfaatkan superflat dan otaku sebagai tonggak/pijakan perkembangan estetik, saya justru tertarik untuk melihat kembali sejarah seni rupa Jepang melalui beberapa gerakan artistik seperti Mono-Ha dan Gutai, yang menariknya memiliki stigma sebagai ‘varian’/’turunan’ dalam sejarah seni rupa. Selain Nara dan Murakami, menurut saya terdapat sosok seniman Jepang seperti Yoko Ono, Hiroshi Sugimoto dan Yayoi Kusama yang tak kalah penting. Agar bisa relevan dengan konteks lokal, menganggapi pameran ini, saya juga tertarik untuk mendiskusikan bagaimana identitas suatu bangsa dapat terproyeksikan melalui agenda kebudayaan pemerintah, seperti selalu tercermin dalam program-program seni rupa yang diselenggarakan The Japan Foundation. Akan sangat menarik membicarakan bagaimana representasi seni rupa Indonesia juga bisa diproyeksikan melalui pameran-pameran internasional. B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SENI RUPA JEPANG · Zaman Prasejarah Jepang Dokumen tertua mengenai sejarah Jepang adalah kumpulan naskah sejarah Tiongkok Sejarah Dua Puluh Empat Dinasti asal abad ke-1 Masehi. Namun bukti-bukti menunjukkan kepulauan Jepang sudah dihuni manusia sejak zaman Paleolitik Atas[1] Setelah zaman es terakhir sekitar 12.000 SM, ekosistem Kepulauan Jepang yang kaya memungkinkan manusia untuk hidup. Barang-barang tembikar tertua berasal dari zaman Jōmon. Zaman prasejarah Jepang 1. Zaman Paleolitik Kapak batu yang diekskavasi dari situs B Hinatabayashi, Shinano, Prefektur Nagano dari zaman Pra-Jōmon (Paleolitik), 30.000 SM. Museum Nasional Tokyo. Zaman Paleolitik Jepang berlangsung dari sekitar 100.000 hingga 30.000 SM, dimulai dari penggunaan perkakas batu dan berakhir sekitar 12.000 SM pada akhir zaman es terakhir yang sekaligus awal dari periode Mesolitik zaman Jōmon. Bukti-bukti penggalian arkeologi menunjukkan kepulauan Jepang sudah dihuni orang sejak 35.000 SM.[2] Kepulauan Jepang terpisah dari daratan Asia setelah zaman es terakhir sekitar 11.000 SM. Setelah terungkapnya pengelabuan zaman Paleolitik Jepang oleh peneliti amatir Shinichi Fujimura,[3] bukti-bukti asal zaman Paleolitik Bawah dan zaman Paleolitik Tengah yang diklaim oleh Fujimura dan rekan-rekan telah diteliti ulang dan ditolak. 2. Zaman Jōmon Sebuah bejana dari zaman Jōmon Pertengahan (3000-2000 SM). Zaman Jōmon berlangsung dari sekitar 14.000 SM hingga 300 SM. Tanda-tanda pertama peradaban dan pola hidup stabil manusia muncul sekitar 14.000 SM dengan adanya kebudayaan Jōmon yang bercirikan bercirikan gaya hidup pemburu-pengumpul semi-sedenter Mesolitik hingga Neolitik. Mereka tinggal di rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang digali dan di atasnya didirikan rumah beratap dari kayu. Orang zaman Jōmon sudah mengenal bentuk awal dari pertanian, namun belum mengenal cara menenun kain dan pakaian dibuat dari bulu binatang. Orang zaman Jōmon mulai membuat bejana tanah liat yang dihias dengan pola-pola yang dicetakkan ke atas permukaan bejana sewaktu masih basah dengan menggunakan tongkat kayu atau tali atau simpul tali. Walaupun hasil penelitian menimbulkan keragu-raguan, menurut tes penanggalan radiokarbon, beberapa contoh tembikar tertua di dunia berasal dari Jepang, disertai pisau belati, giok, sisir dari kulit kerang, dan barang-barang keperluan rumah tangga lainnya berasal dari abad ke-11 SM.[4] Boneka tanah liat yang disebut dogū juga ditemukan dari situs ekskavasi. Barang-barang rumah tangga menunjukkan kemungkinan ada rute perdagangan yang jauhnya sampai ke Okinawa Analisis DNA menunjukkan bahwa penduduk asli Hokkaido dan bagian utara Pulau Honshu yang disebut suku Ainu adalah keturunan orang zaman Jōmon dan merupakan keturunan dari manusia pertama penghuni Jepang. 3. Zaman Yayoi Dōtaku dari zaman Yayoi, abad 3 M. Zaman Yayoi berlangsung dari sekitar 400 SM atau 300 SM hingga 250 Masehi. Dari situs arkeologi kota Yayoi, distrik Bunkyō, Tokyo ditemukan artefak asal zaman yang kemudian disebut zaman Yayoi. Pada awal zaman Yayoi, orang Yayoi sudah mulai dapat menenun, bertanam padi, mengenal perdukunan serta pembuatan perkakas dari besi dan perunggu yang dipelajari dari Korea atau Cina.[5] Sejumlah studi paleoetnobotani menunjukkan teknik menanam padi di sawah dan irigasi sudah dikenal sejak sekitar 8000 SM di Delta Sungai Yangtze dan menyebar ke Jepang sekitar 1000 SM. Dokumen tertulis yang pertama kali menyebut Jepang adalah Buku Han Akhir asal 57 Masehi. Buku tersebut mengisahkan, "Di seberang lautan dari Distrik Lelang tinggal orang-orang Wa. Mereka ada lebih dari dari 100 suku, mereka sering datang dan membayar upeti." Catatan Sejarah Tiga Negara dari abad ke-3 mencantumkan negara yang terbentuk dari kumpulan 30 suku-suku kecil yang diperintah oleh dukun wanita bernama Himiko dari Yamataikoku. Semasa Dinasti Han dan Dinasti Wei, pengelana Cina tiba di Kyushu dan mencatat tentang para penduduk yang tinggal di sana. Menurut para pengelana Cina, mereka adalah keturunan dari Paman Agung (Tàibó) dari negara Wu. Penduduk di sana juga menunjukkan ciri-ciri orang Wu pra-Cina yang mengenal tato, tradisi mencabut gigi, dan menggendong bayi. Buku Sanguo Zhi mencatat ciri-ciri fisik yang mirip dengan ciri-ciri fisik orang yang digambarkan dalam boneka haniwa. Laki-laki berambut panjang yang dikepang, tubuh dihiasi tato, dan perempuan mengenakan pakaian terusan berukuran besar. Situs Yoshinogari adalah situs arkeologi terbesar untuk peninggalan orang zaman Yayoi yang mengungkap adanya permukiman di Kyushu yang sudah didiami orang secara terus menerus selama ratusan tahun. Hasil ekskavasi menunjukkan artefak tertua berasal dari sekitar 400 SM. Di antara artefak yang ditemukan terdapat perkakas besi dan perunggu, termasuk perkakas dari Korea dan Cina. Dari barang-barang peninggalan diperkirakan orang zaman Yayoi sudah sering melakukan kontak dan berdagang dengan orang dari Daratan Cina. · Zaman kuno dan zaman klasik Jepang 1. Zaman Kofun Helm besi dan baju besi dengan hiasan berkilat dari perunggu (zaman Kofun, abad ke-5). Koleksi Museum Nasional Tokyo. Zaman Kofun dimulai sekitar 250 M. Nama zaman ini berasal dari tradisi orang zaman itu untuk membuat gundukan makam (tumulus) yang disebut kofun. Pada zaman ini sudah terdapat negara-negara militer yang kuat dengan klan-klan berpengaruh sebagai penguasa. Salah satu di antaranya terdapat negara Yamato yang dominan, dan berpusat di Provinsi Yamato dan Provinsi Kawachi. Negara Yamato berlangsung dari abad ke-3 hingga abad ke-7, dan merupakan asal garis keturunan kekaisaran Jepang. Negara Yamato yang berkuasa atas klan-klan lain dan memperoleh lahan-lahan pertanian mempertahankan pengaruh yang kuat di Jepang bagian barat. Jepang mulai mengirimkan utusan ke Kekaisaran Cina pada abad ke-5. Dalam dokumen sejarah Tiongkok ditulis tentang negara Wa yang memiliki lima raja. Sistem pemerintahan di Wa meniru model Cina yang menerapkan sistem administrasi terpusat. Sistem kekaisaran juga mengambil model dari Cina, dan masyarakat dibagi menjadi strata berdasarkan profesi. Hubungan yang erat antara Jepang dengan Tiga Kerajaan Korea dimulai pertengahan zaman Kofun, sekitar akhir abad ke-4. 2. Zaman Asuka Lukisan dinding di Makam Takamatsuzuka, Asuka, Nara, abad ke-8 Pada zaman Asuka (538-710), negara Jepang purba Yamato secara bertahap menjadi negara yang tersentralisasi. Negara Jepang purba sudah memiliki undang-undang seperti dinyatakan dalam Undang-Undang Taihō dan butir-butir Reformasi Taika.[11] Masuknya agama Buddha di Jepang mengakibatkan orang tidak lagi membuat makam berbentuk kofun. Agama Buddha masuk ke Jepang sekitar tahun 538 melalui Baekje yang mendapat dukungan militer dari Jepang.[12] Penyebaran agama Buddha di Jepang dilakukan oleh kalangan penguasa. Pangeran Shōtoku mendedikasikan dirinya dalam penyebaran Buddhisme dan kebudayaan Cina di Jepang. Ia berjasa menyusun Konstitusi 17 Pasal yang membawa perdamaian di Jepang. Konstitusi yang disusunnya dipengaruhi oleh pemikiran Konfusianisme tentang berbagai moral dan kebajikan yang diharapkan masyarakat dari pejabat pemerintah dan abdi kaisar. Dalam sepucuk surat yang disampaikan duta Kekaisaran Jepang ke Kekaisaran Cina pada tahun 607 ditulis kata-kata, "Kaisar negeri matahari terbit (Jepang) mengirimkan surat kepada kaisar di negeri matahari terbenam (Cina)". Surat tersebut menyebabkan kemarahan kaisar Cina. Dimulai dengan Perintah Reformasi Taika tahun 645, Jepang semakin giat mengadopsi praktik-praktik budaya Cina, melakukan reorganisasi pemerintahan, serta menyusun undang-undang pidana (Ritsuryō) dengan mengikuti struktur administrasi Cina pada waktu itu. Istilah Nihon (日本?) juga mulai dipakai sebagai nama negara sejak zaman Asuka. 3. Zaman Nara Daibutsu di Nara. Buddharupang berukuran besar asl tahun 752 M. Zaman Nara pada abad ke-8 ditandai oleh negara Jepang yang kuat. Pada tahun 710, Kaisar Gemmei mengeluarkan perintah kekaisaran yang memindahkan ibu kota ke Heijō-kyō yang sekarang bernama Nara. Heijō-kyō dibangun dengan mencontoh ibu kota Dinasti Tang di Chang'an (sekarang disebut Xi'an). Sepanjang zaman Nara, perkembangan politik sangat terbatas. Anggota keluarga kekaisaran berebut kekuasaan dengan biksu dan bangsawan, termasuk dengan klan Fujiwara. Hubungan luar negeri berlangsung dengan Silla dan hubungan formal dengan Dinasti Tang. Pada 784, ibu kota dipindahkan ke Nagaoka-kyō untuk menjauhkan istana dari pengaruh para biksu, sebelum akhirnya dipindahkan ke Heian-kyō (Kyoto). Penulisan sejarah Jepang berpuncak pada awal abad ke-8 dengan selesainya penyusunan kronik Kojiki (712) dan Nihon Shoki (720). Dalam kedua buku sejarah tersebut dikisahkan sejarah Jepang mulai dari awal sejak zaman mitologi Jepang. Di dalamnya ditulis tentang pendirian Jepang pada tahun 660 SM oleh Kaisar Jimmu yang keturunan langsung dari Amaterasu. Menurut kedua kronik tersebut Kaisar Jimmu merupakan leluhur dari garis keturunan kaisar yang sekarang. Kaisar Jimmu sering dianggap sebagai kaisar mitos karena kaisar pertama berdasarkan bukti-bukti sejarah adalah Kaisar Ōjin yang tahun-tahun masa pemerintahannya tidak diketahui dengan jelas. Sejak zaman Nara, kekuasaan politik tidak selalu berada di tangan kaisar, melainkan di tangan bangsawan istana, shogun, militer, dan sekarang di tangan perdana menteri. 4. Zaman Heian Lukisan gulung dari tahun 1130, ilustrasi Hikayat Genji bab "Sungai Bambu". Periode akhir sejarah klasik Jepang berlangsung dari 794 hingga 1185 yang disebut zaman Heian. Puncak kejayaan istana kekaisaran di bidang puisi dan sastra terjadi pada zaman Heian. Pada awal abad ke-11, Murasaki Shikibu menulis novel Hikayat Genji yang hingga kini merupakan salah satu dari novel tertua di dunia. Pada zaman Heian selesai disusun naskah tertua koleksi puisi Jepang, Man'yōshū dan Kokin Wakashū. Pada zaman Heian berkembang berbagai macam kebudayaan lokal, misalnya aksara kana yang asli Jepang. Pengaruh budaya Cina surut setelah sampai di puncak keemasan. Pengiriman terakhir utusan Jepang ke Dinasti Tang berlangsung pada tahun 838 sejalan dengan kemunduran Dinasti Tang. Walaupun demikian, Cina dalam terus berlanjut sebagai negara tujuan ekspedisi dagang dan rombongan peziarah agama Buddha.[15] Kekuasaan politik istana kekaisaran berada di tangan segelintir keluarga bangsawan yang disebut kuge, khususnya klan Fujiwara yang berkuasa dengan gelar Sesshō and Kampaku. Pada akhir zaman Heian bermunculan berbagai klan samurai. Empat klan samurai yang paling kuat adalah klan Minamoto, klan Taira, klan Fujiwara, dan klan Tachibana. Memasuki akhir abad ke-12, konflik antarklan berubah menjadi berbagai perang saudara seperti Pemberontakan Hōgen dan Pemberontakan Heiji. Setelah berakhirnya Perang Genpei, Jepang berada di bawah pemerintahan militer oleh klan-klan samurai di bawah pimpinan seorang shogun. · Zaman feodal Dalam sejarah Jepang, zaman feodal dibagi menjadi dua bagian. Paruh pertama disebut abad pertengahan (chūsei) dari zaman Kamakura hingga zaman Muromachi, sementara paruh kedua disebut abad modern (kinsei) dari zaman Azuchi-Momoyama hingga zaman Edo. Zaman feodal di Jepang berlangsung dari abad ke-12 hingga abad ke-19, ditandai oleh pemerintahan daerah oleh keluarga-keluarga daimyo di bawah kendali pemerintahan militer keshogunan. Kaisar hanya berperan sebagai kepala negara de jure sementara kekuasaan berada di tangan shogun. 1. Zaman Kamakura Keshogunan Kamakura berkuasa di Jepang dari tahun 1185 hingga 1333 yang disebut zaman Kamakura yang merupakan zaman transisi menuju abad pertengahan Jepang. Abad pertengahan berlangsung selama hampir 700 tahun ketika pemerintah pusat, istana, dan Kaisar Jepang umumnya hanya menjalankan fungsi-fungsi seremonial. Urusan sipil, militer, dan kehakiman dikendalikan oleh kelas samurai. Secara de facto, penguasa negeri kekuasaan politik berada di tangan shogun yang berasal dari klan samurai yang terkuat. Pada 1185, Minamoto no Yoritomo mengh merupakan musuh bebuyutan klan Minamoto. Setelah pada tahun 1192 diangkat oleh Kaisar sebagai Seii Tai-Shogun, Yoritomo mendirikan pemerintahan militer di Kamakura dan berkuasa sebagai shogun pertama Keshogunan Kamakura. Setelah wafatnya Yoritomo, klan Hōjō menjadi klan yang berpengaruh dan bertugas sebagai wali shogun. ancurkan klan Taira yang Samurai menyerang kapal-kapal Mongol pada tahun 1281. Peristiwa terbesar dalam periode Kamakura adalah invasi Mongol ke Jepang antara 1272 dan 1281. Pasukan Mongol dengan teknologi angkatan laut dan persenjataan yang unggul mencoba menyerbu ke kepulauan Jepang. Angin topan yang kemudian dikenal sebagai kamikaze (angin dewa) membuat kekuatan invasi Mongol tercerai-berai. Meskipun demikian, beberapa sejarawan bersikeras bahwa pertahanan pantai yang dibangun Jepang di Kyushu cukup memadai untuk mengusir para penyerbu. Walaupun invasi Mongol berhasil digagalkan, usaha mengatasi serbuan bangsa Mongol menyebabkan berakhirnya kekuasaan keshogunan akibat kekacauan politik dalam negeri. Zaman Kamakura berakhir setelah runtuhnya kekuasaan Keshogunan Kamakura pada tahun 1333. Kekuasaan dikembalikan ke tangan kekaisaran di bawah pemerintahan Kaisar Go-Daigo dalam masa Restorasi Kemmu yang hanya berlangsung singkat. Pemerintahan Go-Daigo kembali ditumbangkan oleh Ashikaga Takauji. 2. Zaman Muromachi Dalam periodisasi sejarah Jepang, zaman Muromachi berlangsung dari sekitar tahun 1136 hingga 1673 ketika kekuasaan pemerintah berada di tangan Keshogunan Ashikaga yang juga disebut Keshogunan Muromachi. Pendiri Keshogunan Ashikaga adalah Ashikaga Takauji yang merebut kekuasaan politik dari Kaisar Go-Daigo dan sekaligus mengakhiri Restorasi Kemmu. Zaman Muromachi berakhir pada tahun 1573 ketika shogun ke-15 sekaligus shogun Muromachi terakhir, Ashikaga Yoshiaki diusir dari ibu kota Kyoto oleh Oda Nobunaga. Bangunan yang paling terkenal pada zaman ini adalah Kinkaku-ji dan Ginkaku-ji .Kinkaku-ji atau paviliun emas didirikan oleh Ashikaga Yoshimitsu. Bangunannya mengambil gaya arsitektur bangsawan dan gaya kuil Zen di Cina yang seluruhnya dilapisi emas. Sedangkan Ginkaku-ji atau paviliun perak didirikan oleh Ashikaga Yoshimasa. Bangunannya mengambil gaya arsitektur kuil Zen yang disebut Shōinzukuri. Shōinzukuri merupakan gaya bangunan yang di dalamnya terdapat Tokonoma, Chigaidana (rak), Tatami (lantai tikar), Fusuma (pintu geser dari kertas), dan Akarishōji (jendela kertas). Gaya ini menjadi dasar rumah gaya Jepang sekarang. Tahun-tahun awal zaman Muromachi juga disebut zaman Nanboku-cho atau zaman Istana Utara-Istana Selatan ketika kekuasaan istana terbelah dua menjadi Istana Utara dan Istana Selatan. Sejak tahun 1467 hingga berakhirnya zaman Muromachi disebut sebagai zaman Sengoku atau "zaman negara-negara bagian yang berperang". Pada zaman Sengoku terjadi perang saudara dan perebutan kekuasaan antarprovinsi. Pada masa ini pula terjadi kontak pertama Jepang dengan orang-orang Barat yang disebut Perdagangan dengan Nanban ketika pedagang-pedagang Portugis tiba di Jepang Orang Portugis di Jepang pada abad ke-17, di antaranya terdapat misionaris Francis Xavier. Sebuah kapal Portugis yang berlayar ke Tiongkok terkena badai dan merapat di sebuah pulau Jepang bernama Tanegashima. Senjata api yang diperkenalkan oleh orang Portugis membawa kemajuan teknologi militer dalam periode Sengoku, dan berpuncak pada Pertempuran Nagashino yang melibatkan pasukan samurai yang dipersenjatai dengan 3.000 pucuk arquebus (jumlah sebenarnya diperkirakan sekitar 2.000 pucuk). Selama perdagangan dengan Nanban, para pedagang dari negara-negara lainnya, Belanda, Inggris, dan Spanyol juga ikut berdatangan. Kedatangan para pedagang juga membawa penyebar agama Kristen, Serikat Yesuit, Ordo Dominikan, dan misionaris Fransiskan. 3. Zaman Azuchi-Momoyama Dari tahun 1568 hingga 1600 di Jepang disebut zaman Azuchi-Momoyama. Jepang bersatu secara militer dan negara menjadi stabil di bawah kekuasaan Oda Nobunaga yang dilanjutkan oleh Toyotomi Hideyoshi. Istilah zaman Azuchi-Momoyama berasal dari nama istana (kastil) yang menjadi markas kedua pemimpin besar, Nobunaga di Istana Azuchi dan Hideyoshi di Istana Momoyama. Setelah berhasil menyatukan Jepang, Hideyoshi berusaha memperluas wilayah dengan melakukan invasi ke Korea. Dua kali usaha penaklukan Korea berakhir dengan ditarik mundurnya pasukan Hideyoshi dari Semenanjung Korea pada tahun 1598 akibat dikalahkan pasukan gabungan Korea dan Cina, serta wafatnya Hideyoshi. Konflik suksesi pasca-Hideyoshi berakhir dengan munculnya Tokugawa Ieyasu sebagai pemimpin baru Jepang. Kekuasaan pemerintahan beralih ke tangan Ieyasu setelah mengalahkan pasukan pendukung Toyotomi Hideyori dalam Pertempuran Sekigahara. 4. Zaman Edo (1603-1868) Fondasi batu di menara utama Istana Edo. Pada zaman Edo adalah pemerintahan otonomi daerah berada di tangan lebih dari dua ratus pejabat daimyo. Sebagai klan terkuat, pemimpin klan Tokugawa dari generasi ke generasi menjabat sebagai shogun (sei-i taishōgun). Keshogunan Tokugawa yang bermarkas di Edo (sekarang Tokyo) memimpin para daimyo di masing-masing daerah otonom yang disebut domain (han). Kelas samurai ditempatkan oleh keshogunan di atas kelas rakyat biasa, petani, perajin, dan pedagang. Keshogunan mengeluarkan undang-undang yang mengatur segala aspek kehidupan, dimulai dari potongan rambut dan busana untuk masing-masing kelas dalam masyarakat. Shogun mewajibkan para daimyo secara bergantian untuk bertugas di Edo. Mereka disediakan rumah kediaman mewah di Edo agar tidak memberontak. Kekuatan militer daimyo daerah ditekan, dan diharuskan meminta izin dari pusat sebelum dapat memperbaiki fasilitas militer. Keshogunan Tokugawa runtuh setelah Perang Boshin 1868-1869. Zaman Edo adalah zaman keemasan seni lukis ukiyo-e dan seni teater kabuki dan bunraku. Sejumlah komposisi terkenal untuk koto dan shakuhachi berasal dari zaman Edo. C. JENIS DAN ARTEFAK PENINGGALAN JEPANG 1. Dogu Dogu adalah patung humanoid kecil dibuat di Jepang prasejarah. Tampilan yang tidak biasa dari Dogu telah diklaim menyerupai semacam baju ruang angkasa, seharusnya lengkap dengan kacamata, baju besi dan selang. Menambah misteri, tujuan yang tepat mereka masih belum jelas bagi sejarawan. Pendukung Teori Astronaut Kuno cenderung mengabaikan fakta bahwa "mata melotot " hanya satu dari banyak jenis Dogu, dan bahwa arkeolog telah menunjukkan kesamaan mata sosok dengan kacamata salju Inuit. Mereka jarang ditemukan utuh, dengan kaki yang telah dipotong atau putus. Kelainan pinggul, pantat, dan payudara digambarkan kemungkinan penggunaan ritual kesuburan. 2. Bangkai Kapal Perang Kubilai Khan Penemuan artefak dari masa Romawi Kuno di kawasan Italia atau di Eropa, pasti tidak aneh. Bagaimana kalau artefak itu ditemukan di sebuah makam kuno di Jepang? Hal itulah yang akan menjadi perhatian para arkeolog. Pasalnya, jarak antara Italia dan Jepang mencapai 9.656 kilometer. Tiga buah perhiasan manik-manik dari kaca ditemukan di sebuah makam kuno ‘Utsukushi’ yang berasal dari Abad ke-5 di Nagaoka, dekat Kota Kyoto, Jepang. Diperkirakan, perhiasan bergaris tengah 5 milimeter (mm) itu dibuat pada masa Abad ke-1 sampai Abad ke-4. Pada bagian tengahnya terdapat sebuah lubang yang dibuat dengan suatu tehnik multi lapisan, sebuah metode yang mutahir yang digunakan pengrajin dalam melapisi lapisan kaca, sering kali diantaranya ada lapisan daun emas. Bagaimana dapat diketahui perhiasan dari kaca itu berasal dari masa Romawi Kuno? Begini. Perhiasan berwarna kuning itu dibuat dari natron, yaitu bahan campuran dari sodium karbonat dekahidrat. Bahan kimia itu digunakan untuk melumerkan kaca oleh para pengrajin di kerajaan Romawi Kuno, yang kemudian berganti menjadi Republik Romawi pada tahun 27 Sebelum Masehi. Pada akhirnya Republik Romawi itu berakhir setelah peristiwa ‘Kejatuhan Konstantinopel’ pada tahun 1453.“Ada satu produk kaca dengan tehnik multi lapisan tua ditemukan di Jepang, dan aksesoris itu langka yang kami perkirakan dibuat dari masa Kerajaan Romawi Kuno dan dikirimkan ke Jepang,” kata Tomomi Tamura dari Nara National Research Institute for Cultural Properties (NNRICP). Saat ini institut tersebut dan pemerintah Jepang tengah berada di akhir pengujian artefak berupa perhiasan manik-manik yang ditemukan itu. (ENO/AFP). 3. Lukisan Museum yang beralamat di 100 North Central Avenue itu diresmikan tahun 1992. Di dalamnya banyak tersimpan peninggalan sejarah Jepang – Amerika yang telah berusia lebih dari 130 tahun. Koleksinya meliputi artefak, pakaian, foto, maupaun kisah sejarah. Lukisan karya Henry Sugimoto tersimpan di ruang Henry Sugimoto Collection. Lukisan-lukisan tersebut dibuat oleh seniman keturunan Jepang-Amerika itu antara tahun 1930-an sampai 1950-an. Pengunjung bisa mengamati 137 karya yang diantaranya berjudul Oakland City Skyline from Merritt Park (1928), Village of Villiers (1930), The Mouth of the Kumano River in Autumn (1930), Self Portrait (1931), dan sebagainya. Suasana kamp konsentrasi pengungsi pada masa Perang Dunia II terekam dalam foto karya Mori Shimada. Mori Shimada adalah salah satu penghuni pengungsian Jepang di Heart Mountain. Di ruang Mori Shimada Collection Anda bisa melihat karya fotografi yang jumlahnya mencapai 108 buah. Karya tersebut diambil tahun 1942 sampai 1945. Karya fotografi tentang suasana pengungsian PD II juga diambil oleh Jack Iwata. Fotografer tersebut mengabadikan kisah di tempat pengungsi yang dipusatkan di Tule Lake dan Manzanar. Terdapat sekitar 166 foto beserta negative-nya di ruang Jack Iwata Collection. 4. Patung Hachiko Hachiko adalah seekor anjing yang lahir di sekitar bulan November 1923 di Odate, Jepang. Ia pindah ke Tokyo, saat majikannya pindah ke sana. Untuk memuji dan menghargai kesetiaan anjing itu, orang-orang membangun sebuah patung Hachiko di Stasiun Shibuya. Patung anjing itu masih berdiri kokoh hingga saat ini, sebagai sebuah inspirasi kesetiaan bagi orang-orang yang melewatinya. 5. Patung Tomasubureku Glover Garden (Nagasaki) Thomas Blake Glover Lahir di Skotlandia. Proyek di Shanghai setelah enam tahun Ansei (1859). Hisashi Aya tahun pertama (1861) didirikan grabber sebuah Nagasaki perusahaan. Kapal menjual senjata kepada berbagai klan Motoharu tahun Keio, dan salah satu pedagang terbaik di Nagasaki, terlibat dalam banyak aspek penting sejarah Tokugawa politik. Pada tahun1870 grabber adalah menjadi perusahaan bangkrut, dan setelah operasi penambangan batubara Tazusawatta Takashima, ia menjabat sebagai penasihat untuk Mitsubishi. Menikah dengan seorang wanita Jepang, dan daerah teluk anak dan nama terakhir setelah naturalisasi. 6. Patung Mamiya Rinzou Souya Misaki (Hokkaido) Mamiya Rinzou (Gajah apel dan Mami, Yasunaga 1997 (1780) Tempo 15, 02, 26 (13 April 1844)) adalah rahasia akhir periode Edo, explorer. Kondou Shigezou , Hirayama dengan "Sanzo disebut" Masa Aya. Zong Lun nama (dengan payudara). Dan petani yang bekerja sebagai petugas shogun rahasia. 7. Patung Penari Izu (Shizuoka) Penari Izu adalah karya pertama Kawabata Yasunari yang membikin para pengamat sastra berdecak kagum. Cerita pendek yang ditulis pada tahun 1925 ini mengisahkan tentang seorang pelajar SMA yang menghabiskan liburannya dengan melakukan perjalanan ke berbagai sumber air panas di semenanjung Izu. Kawabata Yasunari adalah nafas baru bagi dunia sastra Jepang. Dia membawa rasa yang berbeda dari karya-karya sastra yang sudah ada. Kemampuannya dalam menuangkan kata mempunyai kadar sensibilitas estetik yang begitu lembut. Hingga banyak sekali sastrawan dunia selanjutnya yang bercermin padanya seperti Gabriel Garcia Marquez. 8. Patung Clark Hokkaido (Hokkaido) William Smith Clark (1826 Juli 31 – 1886 9 Maret) adalah wakil kepala sekolah Sapporo Agricultural College (sekarang Universitas Hokkaido ) kata-katanya yg terkenal yaitu ‘Boys Be (Ambisius’ Boys, Idake aspirasi) “Anak laki-laki, akan ambisius” Jadilah ambisius bukan untuk uang atau untuk membesarkan egois, tidak untuk hal yang cepat berlalu dr ingatan pria panggilan ketenaran!. Jadilah ambisius untuk pengetahuan, untuk kebenaran. Jadilah ambisius untuk pencapaian semua bahwa seorang pria seharusnya. BAB III PENUTUP Kesimpulan Jepang adalah Negara yang memiliki keanekaragaman seni rupa mulai dari lukisan, patung – patung, peninggalan bersejarah yang sampai saat ini masih di jaga kelestariannya. Jadi kita dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Jepang dan berbagai macam peninggalan peninggalan seni rupa di Negara Jepang, Selain itu kita dapat memperluas pengetahuan seni rupa di daerah jepang. Saran Untuk mempertahankan karya seni rupa di Jepang, Negara Jepang harus melestarikan dan menjaga peninggalan peninggalan bersejarah. Karena peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut dapat di jadikan symbol Negara tersebut. DAFTAR PUSTAKA http://nambenk-nambenk.blogspot.com/2013/12/20-patung-paling-bersejarah-di-jepang.html http://dunia.news.viva.co.id/news/read/259204-bangkai-kapal-perang-kubilai-khan-ditemukan http://budi3x.blogspot.com/2012/06/puing-puing-kapal-kubilai-khan.html http://gedeyenuyani.blogspot.com/2012/06/dari-italia-ke-jepang.html http://panduanwisata.id/files/2013/06/2-1-300x241.jpg http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Jepang https://www.flickr.com/photos/salihara/sets/72157625257704574/ 40
Comments
Report "BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SENI RUPA JEPANG.docx"