HEMATOLOGI Acute Myeloid Leukemia dan Chronic Myeloid Leukemia Oleh: Carin Indhita Carolina P07134012024 KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR DIII JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2014 Acute Myeloid Leukemia dan Chronic Myeloid Leukemia Leukemia atau yang biasa disebut kanker darah ditandai oleh adanya proliferasi (pertumbuhan sel) tak terkendali dari satu atau beberapa jenis sel darah. Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh yang akan terus membelah dalam suatu kontrol yang teratur, tapi pada pasien leukemia sel darah putih (sel leukemia) abnormal berproliferasi tanpa kontrol. Sel leukemia yang terdapat dalam sumsum tulang akan terus membelah dan semakin mendesak sel normal, sehingga produksi sel darah normal akan mengalami penurunan. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam terjadinya leukemia, yaitu : radiasi, bahan kimia (benzene), infeksi virus, dan gen atau keturunan. Klasifikasi leukemia berdasarkan maturasi sel dan cepatnya penyakit ini berkembang dan memburuk, dibagi menjadi leukemia akut dan kronik, sedangkan berdasarkan sel asalnya, leukemia dibagi menjadi leukemia myeloid dan limfoid. Acute Myeloid Leukemia Acute myeloid leukemia adalah salah satu jenis kanker darah dan sumsum tulang. Penyakit ini juga dikenal sebagai myeloblastic leukemia akut, leukemia akut nonlymphocytic, myeloblastic leukemia akut, dan leukemia myelogenous akut. Kata âakutâ mengindikasikan bahwa penyakit ini mempengaruhi sel-sel darah yang belum matang dan berkembang dengan cepat. Sedangkan "myeloid" mengacu pada sel-sel darah putih, yang disebut sel myeloid bahwa penyakit ini mempengaruhi sel-sel tersebut. Sel-sel myeloid berkembang menjadi berbagai jenis sel darah dewasa, seperti sel darah putih, sel darah merah, dan trombosit. Acute myeloid leukemia terjadi ketika DNA sel berkembang dalam sumsum tulang yang rusak, sehingga menyebabkan produksi sel darah menjadi tidak merata. Sel yang belum matang diproduksi oleh sumsum tulang, yang berkembang menjadi myeloblasts, sel-sel darah putih leukemia. Sel-sel yang abnormal tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga sel-sel abnormal berkembang di tengah sel-sel sehat. Penyakit ini timbul secara akut dengan gejala demam, rasa nyeri pada tubuh, dan sering dengan rasa sakit di kerongkongan. Anemia hipokromik berkembang secara progresif dan ada kecenderungan terjadi perdarahan dari selaput lendir yang disebabkan oleh adanya trombositopenia. Kelenjar-kelenjar getah bening biasanya tidak membesar namun limpa dan hati bisa mengalami pembesaran sedang. Pemeriksaan Laboratorium 1.   Leukosit · Sel leukosit meningkat, biasanya antara 15.000 â 50.000 sel/uL. Sebagian besar dari sel-sel berinti (bisa mencapai 90%) yang dijumpai di darah tepi adalah mieloblast. · Pada hitung jenis, dapat terjadi adanya peningkatan mieloblast, promieloblast, batang dan segmen, sedang mielosit dan metamielosit berkurang. Gambaran ini memberi kesan seolah-olah ada âkekosonganâ dalam hemogram. Kekosongan ini disebut hiatus leukemicus dan dipandang sebagai ciri khas dari leukemia mieloid akut. · Kadang-kadang dijumpai âRieder cellâ yaitu sel blast dengan indentasi inti. Batang-batang Auer dapat dijumpai di dalam sitoplasma dari mieloblast dan promielosit. Batang-batang Auer menunjukkan reaksi positif dengan Sudan Black B, peroksidase dan naphtol AS-D chloroacetate esterase. Batang Auer adalah derivat dari granula azurofilik. · Dengan pengecatan Romanowsky seringkali sulit membedakan mieloblast dari limfoblast. Penggunaan pewarnaan sitokimia juga kurang membantu. Namun, beberapa hal dapat dijadikan pedoman yaitu sebagai berikut: a. Kromatin lebih halus dan longgar pada sel-sel mieloblast daripada sel limfoblast. b. Dalam inti limfoblast umumnya dijumpai 2 nukleoli, sedangkan inti mieloblast mengandung 2 â 5 nukleoli dengan satu diantaranya berukuran besar. c. Sitoplasma limfoblast tampak lebih basofilik dari pada mieloblast. d. Batang-batang Auer dapat dijumpai dalam sitoplasma mieloblast dan tidak dijumpai pada limfoblast. 2.   Eritrosit · Jumlah eritrosit berkurang tetapi retikulositosis, polikromasia, dan normoblast (eritrosit yang berinti) banyak dijumpai. · Gambaran darah menunjukkan gambaran anemia normositik normokromik tetapi dapat memberikan gambaran defisiensi besi yang berat. · Anisositosis dan poikilositosis dapat terjadi sesuai perlangsungan penyakit. 3.   Trombosit Penurunan trombosit berlangsung progresif, biasanya kurang dari 100.000/ul. Seringkali bentuknya ireguler dan abnormal. Chronic Myeloid Leukemia Chronic Myeloid Leukemia (CML) adalah salah satu bentuk dari leukemia yang ditandai dengan meningkatnya dan pertumbuhan yang tidak teratur dari sel myeloid di dalam sum-sum tulang dan terakumulasi juga di dalam darah. Chronic myeloid leukemia adalah salah satu tipe penyakit myeloproliferasi yang dihubungkan dengan adanya translokasi kromosom yang disebut dengan philadelphia chromosome. Translokasi ini mendekatkan gen bcr (breakpoint cluster region) pada kromosom 22 dengan gen abl pada kromosom 9, sehingga menghasilkan gen gabungan yang menyandi protein gabungan bcr-abl. Penyatuan abnormal ini menyebabkan penyatuan protein tyrosine kinase yang meregulasi proliferasi sel, penurunan sel adherens dan apoptosis. Hal ini karena pada bcr-abl produk penyatuan gen adalah juga tyrosine kinase. CML juga ditandai oleh hiperplasia myeloid dengan kenaikan jumlah sel myeloid yang berdiferensiasi dalam darah dan sum-sum tulang Pemeriksaan Laboratorium 1. Tes darah Penegakan diagnosis laboratorium awal dengan melihat kenaikan hitung leukosit yang dapat melebihi 100.000/mm3, dengan semua bentuk sel myeloid tampak di apus darah. CML sering didapat diagnosanya berdasarkan pemeriksaan darah, yang mana menunjukkan peningkatan granulosit dari berbagai jenis, termasuk sel myeloid yang matur. Basofil dan eosinofil biasanya meningkat. Peningkatan ini dapat menjadi indikasi untuk membedakan CML dari reaksi leukemoid. 2. Tes Sumsum Tulang Biopsi sum-sum tulang sering dilakukan sebagai evaluasi dari CML. Dapat juga dengan pemeriksaan sum-sum tulang, dimana CML ditandai dengan hipercellular di dalam semua fase. Pada fase kronis terjadi peningkatan terutama hiperplasia dari sel granulocytic. Diagnosa utama dari CML diperoleh dari ditemukannya kromosom philadelphia. Kromosom abnormal yang khas ini dapat didetekesi dari pemerikasaan sitogenetik rutin, dengan hibridisasi fluoresen in situ atau dengan PCR untuk gen bcr-abl yang menyatu. Daftar Pustaka Herman, Herdiana. 2012. Leukemia. Online. http://herdianaakhyar.blogspot.com/2012/10/leukemia.html. diakses pada 2 juni 2014 Heslop, Helen E. 2005. Leukemia Myeloid Kronik. In Nelson Ilmu Kesehatan Anak, editor: Nelson, Waldo E. ed. 15 vol 3. Jakarta: EGC Ogie. 2012. Chronic Myelogenous Leukemia. Online. http://my-zona-kesehatan.blogspot.com/2012/09/chronic-myelogenous-leukemia.html. diakses pada 2 Juni 2014 Ratnadita, Adelia. 2011. Acute Myelogenous Leukemia. Online. http://health.detik.com/read/2011/09/28/091352/1731990/770/acute-myelogenous-leukemia-salah-satu-jenis-kanker-darah/1. diakses pada 2 Juni 2014