15/10/2014 1 Imunoasai I. Dasar pemeriksaan Imunoasai II. Aplikasi imunoasai pada penyakit infeksi 9 & 16 Oktober 2014 Prof Dr Aryati, dr, MS, SpPK(K) 1 PENDAHULUAN Imunologi : ilmu yang mempelajari reaksi tubuh terhadap masuknya antigen (Ag) dan efek dari antibodi (Ab) yang terbentuk terhadap Ag tersebut. Perkembangan Imunologi cara untuk mengukur derajat imunitas/ kadar Ab dalam tubuh serologi. Serologi : ilmu yang mempelajari reaksi Ag & Ab in vitro → deteksi Ab atau Ag -- imunoasai 2 15/10/2014 2 Immunoassay: Antibodies, Antigens and Analytes Defined • An antibody is a protein that is produced by the body in response to an “invading” (foreign) substance. • Antibodies are produced as part of the body’s immune response to protect itself. An antigen • An antigen is the substance that the body is trying to “fight off” (eliminate or reduce) by mounting an immune response. • Some immunoassays test for antigens directly, rather than looking for the antibodies. 15/10/2014 3 An analyte • An analyte is anything measured by a laboratory test. In immunoassay testing, the analyte may be either an antibody, or an antigen. Immunoassays • Immunoassays utilize one or more select antibodies to detect analytes of interest. The analytes being measured may be those that are naturally present in the body (such as a thyroid hormone), those that the body produces but are not typically present (such as a cancer antigen), or those that do not naturally occur in the body (such as an abused drug). 15/10/2014 4 Antibodies • Antibodies possess high a) specificity and b) affinity for a specific antigen. It is the specific binding of an antibody to an antigen that allows the detection of analytes by a variety of immunoassay methods. Structure of Antibodies • Antibodies (Ab) are a type of protein called immunoglobulins. • The most common one is immunoglobulin G (IgG). • IgG is a protein composed of two main structural and functional regions 15/10/2014 5 Preparation of Polyclonal and Monoclonal Antibodies • Antibody reagents are developed from either polyclonal or monoclonal antibodies. • Polyclonal antiserum (serum from blood containing the desired antibodies) is generated in animals, most commonly sheep, rabbits, or goats. 15/10/2014 6 Cont’ed • The animals produce the antiserum - just as a human would - as a defense mechanism when exposed to an antigen. • Antiserum contains a mixture of antibodies, each of which may bind to different antigen binding sites, or epitopes. Producing antiserum • The process of making an antiserum begins by injecting a solution that contains the antigen of interest into an animal. This antigen of interest is sometimes called an immunogen, because it can stimulate an immune response. Over time, and in some cases with multiple injections, the immune system of the animal produces antibodies to the antigen that was injected. Blood is collected from the animal, and serum is isolated from the blood. This serum is usually rich in antibodies that recognize the antigen, and is called the antiserum. 15/10/2014 7 Polyclonal antibodies • Antiserum usually contains a mixture of antibodies that recognize and bind to the same antigen, but they may attach to different epitopes (see Figure 1-2). An antigen that has multiple sites for antibodies to bind is called a multivalent antigen. These types of antibodies, present as a diverse mixture, are called polyclonal antibodies. 15/10/2014 8 Monoclonal antibodies • Monoclonal antibodies differ from polyclonal antibodies in that they are highly specific for a single epitope on a multivalent antigen (see Figure 1-3). They are produced from a single cell line using hybridoma technology and mouse myeloma cell lines. • Hybridomas are antibody-producing tumor cells that produce many copies of the same antibody and grow easily in laboratory cell culture. 15/10/2014 9 1. Konsep Dasar Serologi Reaksi Ag dan Ab terdiri dari beberapa tahap : a. Tahap awal : Ag + Ab Ag - Ab b. Tahap disosiasi : Ag - Ab Ag + Ab c. Tahap keseimbangan (equilibrium) : Ag + Ab Ag-Ab Afinitas Ab terhadap Ag ukuran kekuatan ikatan Ag-Ab. Makin besar afinitas, makin banyak ikatan Ag-Ab pada saat equilibrium. 17 Berbagai faktor yang mempengaruhi ikatan Ag-Ab a. Ikatan hidrogen b. Daya elektrostatik c. Ikatan van de Waals d. Ikatan hidrofobik II. Komponen terpenting dalam serologi : Antibodi 18 15/10/2014 10 a. Spesifisitas Ab Ikatan Ag-Ab adalah spesifik seperti kunci-anak kunci. Reaksi silang dapat terjadi dengan struktur molekul Ag lain yang mirip dengan Ag pasangannya, tergantung : 1. profil spesifisitas Ab-nya 2. kemurnian Ag-nya. Ab yang amat spesifik yaitu Ab dengan binding sites yang hanya dapat mengikat Ag dengan struktur molekul yang unik saja. 19 Gambar 2. Kompleks Ag yang memiliki satu simple antigenic determinant yang sama dan macam-macam Ab yang mungkin terbentuk. 15/10/2014 11 b. Ukuran kuantitas Ab Ada beberapa cara tentukan konsentrasi Ab ([Ab]) dalam serum : - Kualitatif : positif/negatif menunjukkan ada/ tidaknya bahan - Semi kuantitatif : ditentukan dengan pengenceran serum secara progresif titer - Kuantitatif : ditentukan dengan menggunakan beberapa sera baku untuk membuat kurva baku. Akurasi dicek dengan menggunakan serum kontrol. Hasil pemeriksaan (sampel) diinterpolasi ke dalam kurva baku. 21 Hasil ELISA kuantitatif kurva baku Perlu serum baku larutan standard konsentrasi sudah diketahui hasilnya diplot pada kertas semilog, dapat diplot sebagai unit atau kesatuan berat. mismis :: C1 = 10 mg/dlC1 = 10 mg/dl C4 = 40 mg/dlC4 = 40 mg/dl C2 = 20 mg/dlC2 = 20 mg/dl C5 = 50 mg/dlC5 = 50 mg/dl C3 = 30 mg/dlC3 = 30 mg/dl C6 = 60 mg/dlC6 = 60 mg/dl LarutanLarutan x = …. mg/dlx = …. mg/dl AbsAbs = OD= OD ConcConc mg/dlmg/dl A6A6 A5A5 A4A4 A3A3 A2A2 00 C1C1 C2C2 C3C3 C4C4 C5C5 C6C6 xx xx Gambar 3 : Kurva baku uji ELISAGambar 3 : Kurva baku uji ELISA 15/10/2014 12 Berbagai faktor dasar yg mempengaruhi tes serologi : 1. Sifat Ab Ab diberi nama yang sesuai dengan cara penentuan yang paling sensitif, misal : aglutinin, presipitin, dll. 2. Elektrolit dan pH 3. Waktu dan suhu Reaksi Ag-Ab terjadi dalam 2 tingkat : a. ikatan spesifik Ab dengan Ag/hapten yang sesuai b. terjadi reaksi yang dapat dilihat (presipitasi, aglutinasi, dll) 4. Mekanisme daya tahan non-spesifik. 23 Berbagai bahan yang normal/abnormal terdapat dalam sekret/cairan tubuh : a. produk samping flora normal yang masuk cairan tubuh b. bahan mikrobisidal normal dalam cairan tubuh/sekret c. bahan mikrobisidal abnormal yang dihasilkan jaringan rusak karena infeksi (lysozim, fagositin, dll) d. Interferon : merupakan produk dari limfosit T pada infeksi virus. 5. Rasio Ag-Ab 24 15/10/2014 13 Karakteristik Uji Serologi Faktor yang mempengaruhi aseptabilitas tes : a. validitas tes, meliputi unsur : validitas interna (laboratoris) validitas eksterna (klinis) b. kepraktisan tes c. biaya pemeriksaan 25 VALIDITAS INTERNA (laboratoris): 1. detektabilitas/sensitivitas analitik : kemampuan tes untuk mendeteksi suatu bahan. 2. akurasi : kemampuan tes untuk memberikan hasil yang tepat. Akurasi menyangkut faktor spesifisitas dan presisi. Akurasi yang tinggi menunjukkan hasil yang tepat tanpa bias. 3. reprodusibilitas / presisi : pengulangan tes dlm satu seri pemeriksaan (within-run), antar seri pemeriksaan (between-run), antar analis. 26 15/10/2014 14 VALIDITAS EKSTERNA : 1. Sensitivitas diagnostik 2. Spesifitas diagnostik 3. Nilai ramal positif 4. Nilai ramal negatif 5. Efisiensi diagnostik 6. Likelihood ratio 27 Contoh : pemeriksaan ICT Malaria untuk diagnosis penyakit Malaria Dari 100 penderita dengan diagnosis pasti Malaria ---- Positif 80 ( TP ) Negatif 20 ( FN ) Dari 100 orang yang pasti bukan Malaria ------------ Positif 5 orang ( FP ) (dengue,salmonella dll) Negatif 95 orang ( TN ) TP 80 Sensitivitas Diagnostik = ------------ X 100% = ----------- X 100% = 80% TP + FN 80 + 20 TN 95 Spesifisitas Diagnostik = ----------- X 100% = ------------- X 100% = 95% TN + FP 95 + 5 TP 80 Nilai Ramal Positif = ------------ X 100% = ------------ X 100% = 94% TP + FP 80 + 5 TN 95 Nilai Ramal Negatif = ------------ X 100% = ------------ X 100% = 82,6% TN + FN 95 + 20 TP + TN 80 + 95 Efisiensi = --------------------------- 100% = ----------------- X 100% = 87,5% TP + FP + TN + FN 80+5+95+20 Keterangan : TP = True positive FP = False positive TN = True negative FN = False negative 15/10/2014 15 Bahan Pemeriksaan untuk Tes Serologi Macam Bahan : serum, LCS, plasma, urine, cairan tubuh lain. Pengambilan bahan darah : vena tes makro Ujung jari tes mikro Perhatian : - jangan terjadi hemolisis, bila perlu inaktivasi komplemen 56oC, 30 menit. Ag untuk tes serologi sebaiknya dibuat sendiri dari strain lokal, lebih baik menggunakan multistrain. 29 Prosedur serodiagnostik banyak dipakai untuk pemeriksaan melibatkan Ag-Ab, a.l: 1. Syphilis : Serological tests for syphilis (STS) : tes skrining ( non-treponemal mis: VDRL) dan tes konfirmasi (treponemal mis: TPHA) 2. C-Reactive protein (CRP) 3. Rheumatoid arthritis test (RA) 5. Pregnancy test 6. Tes narkoba 7. Berbagai penyakit infeksi lain: Tifoid - uji Widal, DBD, penyakit tuberkulosis, malaria dll. 30 15/10/2014 16 Kadar Bahan Tinggi (mg/ml, g/ml) Hasil reaksi Ag-ab tampak Presipitasi (sRID, IEP, CIEP, Rocket EP) Aglutinasi Fiksasi komplemen 31 RendahRendah ((ngng/ml, p/ml, pg/ml)g/ml) HasilHasil reaksireaksi AgAg--abab taktak tampaktampak PerluPerlu faktorfaktor penguatpenguat (label)(label) 1941: IFA 1941: IFA -- fluoresensfluoresens 1960: RIA 1960: RIA --radioisotopradioisotop 19711971 : ELISA : ELISA –– enzimenzim 1980:ICT(1980:ICT(imkromatografiimkromatografi),), PCR PCR →→ amplifikasiamplifikasi DNADNA Uji Presipitasi • Digunakan antigen larut • Aplikasi klinis : 1. pemeriksaan VDRL - deteksi antibodi non-treponemal pada Syphilis 2. penentuan CRP 3. Pemeriksaan RID(Radial Immunodiffusion) untuk penentuan IgM,IgG, IgA dsb. 32 15/10/2014 17 33 15/10/2014 18 Uji Aglutinasi Uji aglutinasi menggunakan antigen tidak larut. Antigen yang tidak larut, harus diikatkan terlebih dahulu dengan partikel, dapat digunakan partikel lateks atau sel darah merah. Aplikasi klinis : 1. pemeriksaan golongan darah direk (slide) → deteksi antigen di permukaan sel darah merah 2. uji Widal – pada demam tifoid 3. Plano test ( tes kehamilan ) 35 Contoh uji aglutinasi : pemeriksaan golongan darah direk ( cell grouping ) • Anti A, anti B, anti AB (telah diketahui ) diteteskan pada gelas obyek. • Sel darah merah (konsentrasi 30-40%) → dideteksi Ag 36 15/10/2014 19 37 Pemantapan mutu – harus ada kontrol : A. Kontrol negatif : Mengandung Ag & pelarut saja. Bila aglutinasi positif, kemungkinan : a. Pelarut/tabung terkontaminasi b. Ag mengalami kerusakan B. Kontrol positif : Mengandung Ag + pelarut + antisera positif Bila aglutinasi negatif, kemungkinan : a. Serum kontrol rusak b. Ag rusak c. Kontaminasi dengan penghambat 38 15/10/2014 20 Pemeriksaan imunoasai dg label • 1. IFA (Immuno Fluoresense Assay) menggunakan bahan fluoresen (yang dapat berfluoresensi ), antara lain FITC (fluorescein isothiocyanate) – warna hijau, Rhodamin isothiocyanate – warna jingga, acridin orange – warna jingga. • 2. RIA (Radio Immuno Assay) menggunakan radioisotop. • 3. ELISA (Enzyme link Immunosorbent Assay) menggunakan enzim. • 4. ICT (Immunochromatografi Test) – gabungan Imunoasai dengan kromatografi. 39 Uji ELISA • Prinsip : reaksi Ag dan Ab, dimana setelah ditambah konjugat (Ag atau Ab yang dilabel enzim) dan substrat, akan terbentuk warna yang dapat diukur. 40 15/10/2014 21 3 tahap uji Elisa • 1. Pelapisan dengan Ag atau Ab • 2. penambahan bahan yang akan ditentukan mis serum, plasma, liquor cerebrospinalis (lcs), saliva atau cairan tubuh yang lain • 3. penambahan detektor untuk deteksi ikatan Ag-Ab yang terjadi a. penambahan konjugat (Ag atau Ab yg berlabel enzim) b. penambahan substrat 41 Berbagai macam uji Elisa 1. Elisa Kompetitif 2. Double antibody sandwich 3. Indirect Elisa 4. Ab captured Elisa (IgM captured Elisa atau IgG captured Elisa) 42 15/10/2014 22 43 44 15/10/2014 23 45 46 15/10/2014 24 Indirect ELISA 47 48 15/10/2014 25 49 50 15/10/2014 26 51 52 15/10/2014 27 Hasil ELISA kuantitatif kurva baku Perlu serum baku larutan standard konsentrasi sudah diketahui hasilnya diplot pada kertas semilog, dapat diplot sebagai unit atau kesatuan berat. mismis :: C1 = 10 mg/dlC1 = 10 mg/dl C4 = 40 mg/dlC4 = 40 mg/dl C2 = 20 mg/dlC2 = 20 mg/dl C5 = 50 mg/dlC5 = 50 mg/dl C3 = 30 mg/dlC3 = 30 mg/dl C6 = 60 mg/dlC6 = 60 mg/dl LarutanLarutan x = …. mg/dlx = …. mg/dl AbsAbs = OD= OD ConcConc mg/dlmg/dl A6A6 A5A5 A4A4 A3A3 A2A2 00 C1C1 C2C2 C3C3 C4C4 C5C5 C6C6 xx xx Gambar 3 : Kurva baku uji ELISAGambar 3 : Kurva baku uji ELISA Uji Imunokromatografi (ICT)/RDT Dengue • Serum tunggal • Dapat deteksi IgM & IgG anti-dengue sekaligus dalam 1 strip • Waktu singkat : 15-30 menit • Prinsip : uji Captured ELISA • Fase padat : kertas nitroselulose • ICT untuk IgG anti-dengue infeksi sekunder sesuai HI ≥ 1/2560 • Merk lain ada yang IgG anti-dengue infeksi sekunder sesuai HI ≥ 1/1280 54 15/10/2014 28 55 Prinsip Reaksi Metode Captured Immunochromatographic Dengue Rapid Test 56 ICT DENGUE 15/10/2014 29 Dengue Cassette 2 Well design Serum separation device (allowing whole blood to be used also) 2 step process Colloidal gold visual detection 15 minute assay Detects IgM & high levels of IgG (same as strip test) 57 58 ICT MALARIA 15/10/2014 30 59 60 15/10/2014 31 61 PCR ( POLYMERASE CHAIN REACTION) Tujuan : amplifikasi (memperbanyak) DNA Prinsip terdapat 3 tahap di bawah ini : 1. Denaturasi –DNA dinaturasi menjadi untai tunggal (single strand) pada suhu tinggi (94ºC). 2. Annealing dari primers – hibrididasi dari oligonukleotida ( primer) terhadap targetnya, pada temperatur rendah . Efisiensi uji PCR tergantung kadar Mg++ dan komposisi bufer. 3. Extension – primer diperpanjang pada suhu 72ºC oleh enzim thermo-stable DNA polymerase dari T. aquaticus (Taq polymerase) PCR menggunakan alat Thermal cycler. 62 15/10/2014 32 63 Denaturasi Anneal primers Extend primers 95ºC 50-60ºC 72ºC 3 tahap dalam PCR Dibutuhkan :Primers , dNTP, Taq polymerase, Mg++ 64 3 tahap PCR Siklus 1denaturasi Anneal primers Extend primers 15/10/2014 33 65 Siklus 2 66 Siklus 2 Siklus 3 Kekuatan amplifikasi PCR : 1 pg to 1 mg Log210000000=20 Pd umumnya sekitar 30 siklus 15/10/2014 34 67 Shelhamer, J. H. et. al. Ann Intern Med 1996;124:585-599 Skema Polymerase Chain Reaction (PCR) 68 Gambar 5.9 Hasil PCR Dengue dari berbagai sampel pasien DBD Lane 1 : Marker . Lane 2 : Kontrol positif DEN-1 (482 bp), DEN-2 (119 bp), DEN-3 (290bp), DEN-4 (392bp) Lane 3 : Kontrol negarif Lane 4-17 sampel yaitu DEN-2 untuk lane 4,9,10,11,14,17,DEN-3 untuk lane 13, 16, DEN-1 untuk lane 6 D1 D4 D3 D2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Aryati, 2006 15/10/2014 35 Serologic Test for Syphilis (STS) STS penting oleh karena : 1. perjalanan penyakit lama 2. belum berhasil membenihkan Treponema pallida 3. pemeriksaan mikroskopis (cara langsung) memberi kesulitan antara lain bahan harus diambil dari lesi yang manifes dalam waktu singkat (ulcus durum, condyloma lata, roseola) negatif semu. 69 Imunopatogenesis Infeksi dengan T.pallida 2 jenis Ab : 1. Ab non-Treponemal / reagin baru terbentuk setelah menyebar ke kelenjar limfe regional & sebabkan kerusakan jaringan. Dapat menyebabkan reaksi silang dengan Ag lipoid dari otot jantung. Setelah terapi Ab non-treponemal sehingga dapat untuk evaluasi pengobatan & melihat aktivitas penyakit. 70 15/10/2014 36 2. Ab Treponemal Digunakan untuk memastikan penyakit (sedang, pernah) Tidak dapat dipakai untuk mengikuti hasil pengobatan oleh karena tetap positif setelah pengobatan yang berhasil. 71 Berbagai macam Uji STS : 1. VDRL uji presipitasi (Venerial Disease Research Lab) 2. RPR Uji flokulasi (Rapid Plasma Reagin) 3. CWR Uji fiksasi komplemen (Cardiolipin Wassermann) 1, 2, 3 termasuk uji untuk deteksi Ab non- Treponemal. 72 15/10/2014 37 4. TPI (Treponema Pallidum Immobilization) 5. TPHA Uji hemaglutinasi pasif (Treponema Pallidum Hemaglutination) 6. FTA-Abs Uji imunofluoresen tak langsung (Fluorescence Treponemal Antibody-Ab sorption) 7. Uji ELISA uji Indirect ELISA 4, 5, 6, 7 termasuk uji untuk deteksi Ab Treponemal (untuk diagnostik) Yang baik adalah kombinasi tes Non-Treponemal + Treponemal 73 Stadium Penyakit Tes Non- Treponemal Tes Treponemal VDR L CWR TPI FTA- Abs ELISA Lues I 76% 65% 53% 86% 100% Lues II 100 % 100% 98% 100% 100% Laten dini 95% 95% 94% 99% 100% Laten lanjut 72% 65% 89% 96% 100% Lanjut/Late 70% 60% 93% 92% 98-100% 74 15/10/2014 38 C-REACTIVE PROTEIN ( = CRP ) Merupakan salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum normal walaupun dalam jumlah yang amat kecil. Bila terjadi reaksi radang atau kerusakan jaringan (nekrosis), baik oleh karena infeksi maupun non-infeksi, kadar CRP serum dapat meningkat sampai 1000 kali. Indikasi pemeriksaan CRP 1. Membantu diagnosis proses keradangan dan nekrosis jaringan 2. Mengikuti hasil pengobatan dari proses radang akut 75 Sintesis CRP terutama oleh hepatosit di hati. Setelah terjadinya reaksi radang akut/ kerusakan jaringan, sintesis dan sekresi CRP meningkat dengan tajam dan hanya dalam waktu 12-48 jam telah mencapai nilai puncaknya. Kadar CRP akan menurun tajam bila proses keradangan/ kerusakan jaringan telah mereda, dimana 24-48 jam kemudian telah dicapai nilai normalnya kembali. 76 15/10/2014 39 PrePre--OPOP 1,01,0 GambarGambar : : PerubahanPerubahan kadarkadar CRP serum CRP serum setelahsetelah operasioperasi tanpatanpa penyulitpenyulit 3,03,0 5,05,0 00 2424 4848 7272 9696 CRP (mg%)CRP (mg%) CRP mempunyai kelebihan dibandingkan LED, kenaikan suhu tubuh atau protein fase akut yang lain (1-anti-trypsin, 1-acid glukoprotein, haptoglobin). CRP meningkat dalam waktu 6 jam setelah proses dimulai, mencapai puncak setelah 48- 72 jam, dipertahankan selama masih ada proses radang atau nekrosis jaringan dan menurun dengan curam segera setelah proses radang atau nekrosis menghilang. Keuntungan penentuan CRP, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan kortikosteroid atau obat anti radang lain. 78 15/10/2014 40 Cara Pemeriksaan : 1. Cara Presipitasi Tabung Kapiler 2. Cara Aglutinasi Lateks 3. Uji Imunodifusi Radial (RID) Ad 1. digoyang-goyang secara ringan untuk mencampur serum-anti serum+ serum penderita 3 cm Botol berisi sera anti-CRPtabungkapiler Interpretasi Hasil : (kualitatif) 1 mm = + 2 mm = + + Letakkan tegak pada blok plastisin Inkubasi 37oC 2 jam dibiarkan semalam suhu ruangan ukur tinggi presipitat dalam mm Ad 2. Cara Aglutinasi Lateks 1.1. Serum Serum penderitapenderita 2.2. KontrolKontrol positifpositif 3.3. KontrolKontrol negatifnegatif1 2 3 1 1 tetestetes serumaseruma + 1 + 1 tetestetes reagensiareagensia LatexLatex--CRPCRP ((partikelpartikel Latex yang Latex yang disalutdisalut antibodiantibodi anti CRP)anti CRP) didi atasatas gelasgelas obyekobyek, , dengandengan batangbatang pengadukpengaduk, , diadukdiaduk gelasgelas obyekobyek digoyangdigoyang dengandengan rotator/ rotator/ tangantangan hasilnyahasilnya dibacadibaca setelahsetelah 33--5 5 menitmenit.. InterpretasiInterpretasi HasilHasil :: + = + = aglutinasiaglutinasi kadarkadar CRP > 0,5 mg/100 ml ( = 5 mg/L )CRP > 0,5 mg/100 ml ( = 5 mg/L ) BilaBila negatifnegatif ulangiulangi dengandengan pengenceranpengenceran 1 : 10 1 : 10 -- = normal= normal 15/10/2014 41 Ad 3. Uji Imunodifusi Radial (RID) (tes presipitasi) • Serum baku dan serum penderita dimasukkan ke dalam berbagai sumur dari lempengan (plate) RID- CRP, setelah waktu inkubasi (48 jam), diukur diameter dari cincin presipitasi. Kemudian buat kurva baku, dan tentukan kadar CRP serum penderita dengan kurva baku tersebut. Agar/gel mengandung anti CRP Ad.4. Imunoasai berlabel 82 15/10/2014 42 15 October 2014 Axis-Shield PoC AS 83 Cross section of the test device Test membrane Top part Bottom partNitrocellulose pad 15 October 2014 Axis-Shield PoC AS 84 The NycoCard® CRP Single Test System • CRP Single Test Kit • READER II • Test Tube Rack • Mini-Pet Stand 15/10/2014 43 15 October 2014 Axis-Shield PoC AS 85 CRP in healthy subjects • All ages: < 6 mg/L (mean below 1 mg/L) Newborns: < 3.2 mg/L (mean 0.32 mg/L) Children: < 2.2 mg/L (mean 0.16 mg/L) Men: < 5.2 mg/L (mean 0.55 mg/L) Women: < 4.6 mg/L (mean 0.42 mg/L) • Smokers: median 11.5 mg/L • Pregnancy: < 20 mg/L How to evaluate the CRP result < 10 mg/L • Normal concentration 10 - 25 mg/L • Increased but diagnostically of less importance • During antibiotic treatment CRP should be reduced below this level • Does not exclude bacterial infection if the disease has lasted short • Take a new sample some hours later 25 - 50 mg/L • There is “something”. Bacterial or viral? 50 - 100 mg/L • Common in bacterial infections • Seldom seen with viral infections > 100 mg/L • Fairly common in bacterial infections 86 15/10/2014 44 Penentuan Faktor Rematoid/FR (Tes Rose Waaler) FR = auto Ab (IgM, IgG, IgA) terhadap IgG yang terbentuk pada stadia agak lanjut penyakit Rhematoid Arthritis (RA) IgM-antiIgG, IgG-antiIgG, IgA antiIgG Tes Rose Waaler ( cara aglutinasi lateks ) hanya menentukan : IgM anti IgG 87 Proses lokal : FR hanya bereaksi dengan IgG abnormal di sendi (yang di sirkulasi IgG normal) kalau IgG abnormal >> baru masuk sirkulasi Nilai klinis : tidak terlalu baik • Positif pada 70-80% penderita RA (6-12 bulan) • Positif pada penyakit lain : SLE (30-50%), scleroderma (30%), Sjorgen syndrome (75%), endocarditis lenta, beberapa penyakit virus (hepatitis, Herpes Zoster dll) • Orang normal 4-6% positif. 88 15/10/2014 45 + + Ag Larut Partikel Partikel disalut Ag Ab dalam serum AglutinasiGambar Aglutinasi pasif 89 UJI ROSE-WAALER SERUM * Waterbath 50°C, ½jam Encerkan secara serial ( 1/32 – 1/1792 ) Tambahkan susp SDM ( 5 % ) yg sensitized INKUBASI 4°C 18 jam Baca adanya aglutinasi (HN 1:32) * Untuk hilangkan aglutinin nonspesifik (Ab heterofil), serum & SDM domba yang dipadatkan (4 : 1), inkubasi 40 menit, 2 kali. 90 15/10/2014 46 Uji RoseUji Rose--Waaler. Untuk memastikan hasil positif atau Waaler. Untuk memastikan hasil positif atau negatifnegatif 91 92 15/10/2014 47 93 94 15/10/2014 48 95 96