PERBEDAAN KLINIS TENGGELAM DI AIR LAUT DAN AIR TAWAR Suci Dwi Putri*, Wahyu Hendarto** ABSTRACT: Drowning is the process of experiencing respiratory impairment from submersion/immersion in liquid. Drowning can result death caused by suffocation ( lacking of breath ) when fluid hinder ability of body (after aspiration) to permeate oxygen from the air so that cause asphyxia. Physiological effects were different between the aspirations of drowning in fresh water and salt water. At the sink in fresh water, blood plasma had hypotonic, while in sea water is hypertonic. Aspiration of fresh water will be quickly absorbed from the alveoli, causing intravascular hypervolemia, hipotonis, dilution of serum electrolytes, and intravascular hemolysis. Aspiration of sea water caused the hypovolemia, hemoconcentration and hipertonis. Key words : Drowning, Aspiration, Asphyxia ABSTRAK: Tenggelam adalah proses mengalami gangguan pernapasan dari terendam / tenggelam dalam cairan. Tenggelam dapat berakibat kematian yang disebabkan mati lemas ( kekurangan napas ) ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh (setelah aspiasi) untuk menyerap oksigen dari udara sehingga menyebabkan asfiksia. Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipotonik, sedangkan pada air laut adalah hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga menyebabkan hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi dan hipertonis. Kata kunci : Tenggelam, Aspirasi, Asfiksia *Co Assisten FK Trisakti Jakarta ** Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Kota Semarang PENDAHULUAN Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan.1 Tenggelam dapat menyebabkan kematian atau kecacatan. Menurut Kongres Tenggelam Sedunia tahun 2002, tenggelam adalah suatu kejadian berupa gangguan respirasi akibat tenggelam atau terendam oleh cairan. Menurut Dr. Boedi Swidarmoko SpP, tenggelam (drowning) adalah kematian karena asfiksia pada penderita yang tenggelam. Istilah lain, near drowning adalah untuk penderita tenggelam yang selamat dari episode akut dan merupakan berisiko besar mengalami disfungsi organ berat dengan mortalitas tinggi. 2 Penanganan pasien tenggelam harus diketahui dan dapat diterapkan oleh setiap dokter umum. Penatalaksanaan pasien tenggelam yang paling penting adalah Resusitasi Jantung Paru, dan jangan sekali-kali dimulai dengan drainage paru. Resusitasi Jantung Paru adalah segala bentuk usaha medis yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi kardiovaskuler dan respirasi, yang oleh suatu sebab mengalami henti jantung dan henti nafas secara mendadak. Di RumahSakit, terapi ditujukan untuk memperbaiki ventilasi dan sirkulasi sehingga adekuat, koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengatasi hipotermia. 2 Dokter umum harus mempunyai kemampuan untuk melakukan resusitasi jantung paru. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai perbedaan klinis tenggelam di air tawar dan air laut, serta penanganannya. TENGGELAM 1. Definisi Tenggelam adalah kematian yang disebabkan mati lemas (kekurangan napas) ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh untuk menyerap oksigen dari udara hingga menyebabkan asfiksia. Penyebab utama kematian adalah hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan henti jantung.3 Nyaris tenggelam (near drowning) adalah kondisi bertahan hidup dari peristiwa tenggelam hingga menyebabkan ketidaksadaran atau paru-paru terisi air yang bisa mengakibatkan komplikasi sekunder yang serius, termasuk kematian setelah terjadinya insiden. Kasus hampir tenggelam umumnya ditangani oleh profesional di bidang kedokteran.3 Aspirasi adalah masuknya benda asing ke dalam paru: berupa cairan iritatif, benda-benda infeksius atau benda tertentu. Sedang asfiksia merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat mengancam jiwa. Keadaan ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai dengan metabolik asidosis. 4,5 2. Klasifikasi Mati Tenggelam Berdasarkan jenis air dimana peristiwa tenggelam terjadi, tenggelam dibagi menjadi: 1. Tenggelam dalam air tawar. 2. Tenggelam dalam air laut. 6 Tenggelam dibagi menjadi dua kategori : 1. Passive drowning - orang yang tiba-tiba tenggelam atau tenggelam akibat perubahan keadaan mereka. Contohnya termasuk orang yang tenggelam dalam kecelakaan, atau karena tiba-tiba kehilangan kesadaran atau kondisi medis mendadak. 3 2. Active drowning - orang seperti non-perenang dan kelelahan atau hipotermia pada permukaan air, yang tidak mampu menahan nafas mereka di atas air dan tercekik karena kurangnya udara. Secara naluriah, orang dalam kasus tersebut masih aktif bergerak dalam 20 - 60 detik sebelum terendam, sebagai upaya terakhir tubuh untuk mendapatkan udara. 3 Berdasarkan posisi mayat, yaitu : · Submerse drowning: mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk ke dalam air, seperti bagian kepala mayat. · Immerse drowning: mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke dalam air. 3 2. Prevalensi Berdasarkan data statistik yang diambil dari halaman website e-medicine, satu pertiga dari korban mati akibat tenggelam pernah mengikuti pelatihan berenang. Walaupun tenggelam terjadi kepada kedua jenis kelamin, golongan lelaki adalah tiga kali lebih sering mati akibat tenggelam berbanding golongan wanita. 7 Di Indonesia, kita tidak banyak mendengar berita tentang anak yang tenggelam di kolam renang sesuai dengan keadaan sosial ekonomi di Indonesia tetapi mengingat keadaan Indonesia yang dikelilingi air, baik lautan, danau maupun sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi kecelakaan dalam air seperti hanyut dan tenggelam yang belum diberitahukan dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Hampir setiap saat, terutama pada saat musim liburan, di objek wisata laut. Banyak terjadi kasus wisatawan yang tenggelam, karena akibat air pasang atau kecerobohan diri wisatawan tersebut. Selain itu, kasus tenggelam yang lainnya adalah akibat buruknya transportasi laut di Indonesia. 7 Anak-anak Kebanyakan anak tersebut ditemukan dengan setengah badan yaitu kepala masuk ke dalam ember tersebut dan kedua kaki terjulur keatas atau tergantung di pinggir ember. Grup anak-anak usia 9-16 bulan ini mempunyai resiko tinggi tenggelam dalam fasilitas yang ada di rumah seperti Bathtubs, hottubs, whirr pool dan lain-lain. 8 Remaja Pada kematian tenggelam pada dewasa muda biasanya mencakup recreational drowning termasuk kecelakaan saat naik kapal, menyelam pada tempat yang dangkal yang menyebabkan trauma kepala dan leher, recreational diving, entrapment injury, hipoksia di kolam renang. 8 Dewasa Pada dewasa kematian tenggelam terjadi di laut, danau, dan sungai. Berbeda dengan anak-anak kasus kematian tenggelam ditemukan di kolam renang dan di kamar mandi. Kematian pada dewasa kebanyakan adalah kecelakaan. Paling banyak pada saat recreational activity, particularly bathing, boating, dan fishing. Kebanyakan terjadi pada pria tetapi dapat terjadi juga pada wanita yang bersama dengan pria. Pada kasus kematian dewasa karena tenggelam intosikasi alkohol sangat berpengaruh. 8 3. Faktor Resiko Sebagian besar kasus tenggelam terjadi di air, 90% di air tawar (sungai, danau, dan kolam renang) dan 10% di air laut. Kasus tenggelam akibat cairan yang bukan air sering terjadi dalam kecelakaan industri. 3 Kondisi umum dan faktor resiko yang mengakibatkan tenggelam, diantaranya: · Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air · Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama anak berusia 5 tahun ke bawah) · Kondisi air melebihi perenang, arus kuat, air yang sangat dalam, terperosok sewaktu berjalan diatas es, ombak besar, atau pusaran air · Terperangkap, misalnya setelah peristiwa kapal karam, atau kecelakaan mobil yang mengakibatkan mobil tenggelam · Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan dan minuman berakohol · Ketidakmampuan akibat hipotermi, syok, cedera, atau kelelahan · Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang, termasuk diantaranya : infark miokard, epilepsi atau stroke. · Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh, kekerasan antar anak sebaya, atau permainan di luar batas kewajaran. 4. Patofisiologi Mekanisme tenggelam : · Tanpa aspirasi cairan (atypical atau dry drowning) · Dengan aspirasi cairan (typical atau wet drowning) · Near drowning = kematian terjadi akibat hipoksia ensefalopati atau perubahan sekunder pada paru. 9 I. Tenggelam kering (Dry drowning) 15-20% kematian akibat tenggelam merupakan dry drowning, yang mana tidak disertai dengan aspirasi cairan. Kematian ini biasanya terjadi dengan sangat mendadak dan tidak tampak adanya tanda-tanda perlawanan. Mekanisme kematian yang pasti masih tetap spekulatif. Pada waktu korban terbenam air, dengan spontan akan berusaha menyelamatkan diri secara panik dengan disertai berhentinya pernapasan (breath holding) yang dapat menyebabkan kurangnya pasokan Oksigen tubuh dan retensi karbon dioksida. Ketika air masuk laring, maka terjadi reflek spasme laring yang kemudian diikuti asfiksia, hipoksia, penurunan kesadaran sehingga kemudian terjadi cardiac arrest yang kemudian dapat terjadi kematian. Kurang lebih 10 - 20% dari kasus tenggelam adalah termasuk dalam golongan ini. Pada waktu otopsi paru-paru, hanya sedikit sekali atau bahkan tidak ditemukannya air. 8 Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning : 1. intoksikasi alcohol (mendepresi aktivitas kortikal) 2. penyakit yang telah ada, misal atherosclerosis 3. kejadian tenggelam/terbenam secara tak terduga/mendadak 4. ketakutan atau aktivitas fisik berlebih (peningkatan sirkulasi katekolamin, disertai kekurangan oksigen, dapat menyebabkan cardiac arrest.8 II. Tenggelam basah (Wet drowning) Pada Wet drowning mula-mula terjadi spasme laring yang diikuti asfiksia dan penurunan kesadaran dan secara pasif air masuk kedalam jalan nafas dan paru-paru sehingga kemudian terjadi cardiac arrest. Pada waktu otopsi ditemukan air di dalam paru-parunya. Wet drowning juga terjadi karena aspirasi air sewaktu penderita dalam keadaan megap-megap dan dengan masuknya air ke dalam paru-paru akan terjadi kerusakan organ-organ tubuh tersebut. 8 III. Near drowning Mayoritas korban menderita hipoksemia dan aspirasi yang bertahan bahkan setelah ventilasi diberikan. Penurunan compliance paru akibat tertutupnya saluran nafas walaupun dengan aspirasi yang sedikit tetap dapat menyebabkan hipoksemia yang menetap. Gejala sisa yang lain, seperti disrimia, defisit neurologis dan renal, dipercaya merupakan akibat langsung dari hipoksia dibanding akibat tenggelam.9 Patofisiologi tenggelam di air tawar Jika terbenam di sungai dan rawa yang mengandung tanah, lumpur, dan kotoran lainnya akan memperberat keadaan. Selain masuk ke dalam paru-paru, air dan kotoran dapat masuk ke lambung sehingga penderita tersedak dan muntah. Muntahan yang mengandung asam lambung dapat masuk kembali ke dalam paru-paru sehingga semakin memperberat kerusakan jaringan paru. Pada keadaan hampir tenggelam, sejumlah besar air masuk ke dalam alveoli dan kemudian akan masuk ke dalam sirkulasi. Air tawar yang masuk ke paru-paru akan ditarik ke dalam sirkulasi paru-paru melalui tekanan osmosis. Pengenceran darah menyebabkan hemolisis (pecahnya sel darah merah). Peningkatan K + (kalium) plasma dan depresi Na (sodium) mengubah aktivitas listrik jantung yang sering menyebabkan fibrilasi ventrikel.3 Gagal ginjal akut terjadi akibat hemoglobin dari eritrosit yang pecah terakumulasi di ginjal, dan serangan jantung juga dapat terjadi akibat suhu air yang dingin dan juga menyebabkan komplikasi hipotermia yang akut..3 Bila air yang di aspirasi sangat banyak, maka akan terjadi hemodilusi hebat sehingga venous return meningkat dan terjadi oedem paru dan seluruh tubuh. Pada korban tenggelam di air dapat menyebabkan surfaktan menjadi rusak, sehingga tegangan permukaan alveoli meningkat dan terjadilah atelektasis. Gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi akan terjadi, demikian pula compliance paru-paru akan menurun.9 Patofisiologi tenggelam di air laut Pada kasus tenggelam di air laut, konsentrasi elektrolit di dalam air laut lebih tinggi dibanding konsentrasi elektrolit dalam darah sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru. Hal ini dapat mengakibatkan oedema pulmonal, hemokonstentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian dapat terjadi dalam waktu 8-12 menit setelah tenggelam. 9 5. Tampilan Klinis Tanda khas tenggelam: basah, hilang kesadaran, batuk, sesak, wheezing, muntah, aritmia, hipoksia, hipotermia, asfiksia, aspirasi, penampilan seperti mayat dengan warna biru atau abu-abu, dilatasi pupil (dikenal sebagai fish eyes). 10 Kegagalan paru umum terjadi setelah tenggelam kecuali aspirasi dicegah oleh laryngospasms. Dua mekanisme yang mungkin menyebabkan gagal paru adalah aspirasi air tawar dan air laut: 9 · aspirasi pada air tawar - menyebabkan kerusakan paru karena pembersihan surfaktan dan mekanisme refleks yang menyebabkan resistensi jalan napas meningkat. · Aspirasi air laut - menyebabkan kerusakan paru melalui gradien osmotik, menyebabkan pergeseran cairan tinggi protein ke dalam alveoli. Tanda Klinis: Air tawar/freshwater injury Air laut/salt-water submersion injury Paru · Paru besar, ringan · Paru besar, berat · Relative kering · Basah · Bentuk biasa · Bentuk besar, overlapping · Merah pucat, emfisematous · Ungu biru, permukaan licin · Krepitasi ada · Krepitasi tidak ada · Busa banyak · Busa sedikit, cairan banyak · Dikeluarkan dari thoraks tapi kempes · Dikeluarkan dari thoraks akan mendatar dan ditekan akan cekung Tabel 1. Perbedaan Post-mortem tenggelam di air laut dan air tawar. (Dikutip dari daftar pustaka no. 2) Air tawar/freshwater injury Air laut/salt-water submersion injury · Bj 1,055 · BJ 1,0595-1,0600 · Hipotonik · Hipertonik · Hemodilusi/hemolisis · Hemokonsentrasi, edema paru · Hipervolemia · Hipovolemia · Hiperkalemia · Hipokalemia · Hiponatremia · Hipernatremia · Hipoklorida · Hiperklorida Tabel 2. Perbedaan hasil pemeriksaan darah korban tenggelam di air laut dan air tawar. (Dikutip dari daftar pustaka no. 2) 6. Komplikasi Komplikasi utama dari tenggelam adalah tenggelam kedua atau secondary drowning, yang merupakan Respiratory Distress Syndrome yang sering terlihat pada penderita tenggelam pada air laut atau tenggelam di air yang terkena polusi hebat. Biasanya akan diikuti dengan infeksi sekunder, untuk itu sebaiknya semua penderita tenggelam yang mengalami aspirasi dan hilang kesadaran segera dikirim ke RS yang memiliki peralatan yang lengkap untuk melakukan pengawasan penderita minimal 24 jam. 7 Komplikasi lainnya dapat berupa cedera otak, dihubungkan dengan hipoksia dan cedera neuron difus, dengan akibat edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial serta lebih memperburuk perfusi serebri. Sementara aritmia atrium dan ventrikel yang terjadi pada penderita tenggelam disebabkan oleh hipoksia, asidosis metabolik dan respiratorik, reflek vagal, dan gangguan elektrolit. Dan nekrosis tubular akut pada penderita tenggelam diakibatkan oleh hipotensi dan hipoksemia, sedang gagal ginjal diakibatkan oleh rhabdomyolisis dan hemolisis akibat disseminated intravascular coagulation (DIC). 9 7. Penatalaksanaan Pada prinsipnya, penatalaksanaan ditujukan untuk memperbaiki ventilasi agar adekuat, mengoreksi keseimbangan asam basa, dan mengatasi hipotermia. Secara garis besar dapat dibagi menjadi penatalaksanaan di tempat kejadian dan penatalaksanaan di RS. 10 1. Penatalaksanaan di tempat kejadian Bila dijumpai korban tenggelam maka urutan tindakan yang dapat dilakukan adalah : · Segera pindahkan korban ke daerah yang aman. Hati-hati pada saat melakukan pertolongan kepada korban, ada kemungkinan korban dapat menarik penolong karena panik. Selalu usahakan agar kepala, leher dan punggung korban berada dalam satu garis lurus. Jika mungkin, letakkan papan pada punggung korban untuk menarik korban ke tepi atau ke daratan. · Bebaskan jalan nafas (airway). Pada setiap korban selalu pertama kali kita lihat apakah ada sumbatan pada saluran jalan napas. Jika ada tanda-tanda sumbatan segera kita bebaskan dengan menggunakan jari kita (suara mendengkur, atau tidak ada napas sama sekali). Hati-hati pada korban yang kita curigai patah tulang leher. Pada korban seperti ini kita dapat membuka jalan napas dengan Jaw Thrust manuver yaitu dengan mendorong mandibula maju tanpa menggerakkan kepala, diusahakan kepala, leher, punggung dipertahankan dalam satu garis lurus. Jika tersedia, segera pasang cervical collar. · Pernapasan buatan dari mulut ke mulut harus segera dilakukan tanpa menunda waktu, meskipun penderita masih berada di dalam air. Pada keadaan tempat yang dalam, diusahakan agar kepala penderita berada di permukaan air agar dapat dilakukan pernapasan dari mulut ke mulut, sambil menarik penderita ke tempat yang lebih dangkal atau ke darat. Hal ini dilakukan dengan cara, satu tangan mengangkat kepala dan tangan korban, tangan yang satunya melingkari dada menarik tubuh ke atas. Segera setelah korban dibawa ke darat, pernapasan buatan dari mulut ke mulut harus tetap dilakukan. · Bila nadi tidak teraba atau jantung tidak berdenyut dapat segera dilaksanakan pijat jantung luar. Resusitasi kardiopulmoner ini harus tetap dilakukan sampai penderita tiba di RS untuk penatalaksanaan yang lebih sempurna. · Lepaskan baju penderita yang basah, ganti dengan baju yang kering untuk menghangatkan tubuh korban. · Posisikan penderita dalam posisi mantap, yaitu posisi korban dimiringkan ke samping dengan tujuan untuk mencegah aspirasi, dimana muntah biasa terjadi pada ±50% korban yang diresusitasi. · Banyak penulis yang menganjurkan untuk tidak melakukan usaha pengeluaran air dari paru atau drainage paru, karena justru akan membuang waktu, tidak efektif, dan membuat muntah, karena ±50% dari korban-korban tenggelam muntah selama resusitasi. 1. Penatalaksanaan di rumah sakit Sangat penting untuk mengetahui waktu dan tempat terjadinya kecelakaan, tindakan-tindakan resusitasi yang telah dilakukan termasuk lamanya apnoe atau asistole, derajat kesadaran, dan apakah bagian kepala atau leher terkena trauma atau tidak. Tindakan-tindakan yang dilakukan di RS terutama dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi, asidosis, hipotermia, perlindungan terhadap otak dan terapi yang lain. 10 a. Memperbaiki ventilasi Dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut : · Bebaskan jalan napas : jika korban masih bernapas spontan maka berikanlah O2 dengan cup masker yang semi rigid. Pada keadaan koma, dapat dilakukan intubasi endotrakheal kemudian dilakukan ventilasi buatan. Perhatikan pada keadaan yang dicurigai terjadi patah tulang leher, terlebih dulu pertahankan posisi leher, kepala, punggung dalam satu garis lurus (diharapkan sudah terpasang cervical collar). Jika dengan keadaan diatas airway masih terganggu, pertimbangkan pembebasan jalan napas dengan teknik krikotiroidostomi atau trakheostomi. · Ventilasi mekanik terutama dilakukan untuk pasien dengan hipoksemia berat dan oedem paru. Teknik ventilasi buatan secara PEEP (Positive End Expiratory Pressure) akan memperbaiki oedem paru dan ventilasi, sehingga perfusi diharapkan akan lebih baik. Jika korban sudah dapat bertoleransi dengan ventilasi mekanik, maka dapat digunakan gabungan IMV (Intermitten Mandatory Ventilation) dan PEEP. Pemberian oksigen lewat PEEP bertujuan untuk meningkatkan PaO2 mencapai 60-80 mmHg. · Jika terjadi bronkospasme, dapat diberikan aminofilin 250 mg intra vena selama 5-15 menit dan obat-obat Ã2 adrenergik. b. Memperbaiki sirkulasi Jika terdapat cardiac output yang rendah, dapat diberikan zat vasoaktif seperti isoproterenol 0,05-0,1 mg/KgBB/menit atau Dopamin 2-20 mcg/KgBB/menit, sedangkan epinefrin terutama ditujukan untuk mengatasi keadaan henti jantung. Gangguan kardiovaskuler berupa aritmia/disritmia terutama disebabkan karena asidosis, hipoksia, dan gangguan keseimbangan elektrolit, maka dari itu penanggulangan ditujukan pada koreksi penyebabnya. Hipoksia diatasi dengan pemberian oksigen, hipotermi diatasi dengan penghangatan korban. Gangguan elektrolit bermakna jarang terjadi, maka kita tidak perlu secara rutin memberikan NaCl pada penderita tenggelam di air tawar. Elektrolit baru diberikan jika terdapat kelainan elektrolit yang berarti. Penggantian cairan yang tepat dapat diberikan jika ada fasilitas pengukuran CVP. Transfusi plasma dan darah dapat diberikan jika hemolisis sangat banyak. c. Memperbaiki asidosis Jika asidosis yang terjadi sangat berarti, maka dapat diberikan sodium bikarbonat 50-100 mmol. d. Memperbaiki hipotermi Jika temperatur dibawah 28°C,mungkin dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel yang spontan dan dapat terjadi koma. Penghangatan kembali pasien dapat dicapai dengan selimut hangat, humidifikasi gas yang diinspirasi dan cairan intra vena yang dipanaskan. Tindakan yang lebih agresif misalnya dengan lavage peritoneal dengan air hangat dan kardiopulmoner by pass. e. Perlindungan terhadap otak Tindakan disini termasuk monitoring TIK, hiperventilasi untuk mengatur PaCO2 sampai kira-kira 30 mmHg atau 4 Kpa, perbaiki hipotermi sampai menjadi normotermi (30 ±1°C), restriksi cairan, terapi steroid, terapi barbiturat. f. Terapi lain Secara umum antibiotika tidak perlu diberikan, tetapi jika didapat tanda-tanda infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas, misalnya amoksisilin dan sefalosporin. Antibiotika yang poten terhadap gram negatif dan anaerob misalnya gentamisin dan metronidazol. Steroid diberikan pada insufisiensi pulmonum dengan dosis 30 mg/KgBB, tapi efektifitasnya belum dibuktikan. Dosis kecil metilprednisolon 5 mg/KgBB/24 jam yang terbagi dalam 6 kali sehari, dapat diberikan untuk mengatasi oedem pulmonum dan oedem cerebri yang disebabkan akibat hipoksia. g. Pemeriksaan dan Monitoring · Rontgen Foto Toraks Kelainan yang mungkin terdapat yaitu infiltrat dan oedem pulmonum. Pasien yang masuk rumah sakit dengan foto toraks yang normal, biasanya dapat hidup dengan terapi yang cukup. · Elektrolit serum Secara teoritis, terbenam di air akan menyebabkan elektrolit serum akan menurun atau hemodilusi. Tapi pada kenyataan perubahan ini jarang terjadi pada korban tenggelam, karena harus diperlukan jumlah yang sangat besar yang diaspirasi untuk menimbulkan perubahan pada konsentrasi elektrolit serum. · Hemoglobin dan Hematokrit (hemokonsentrasi sering mengaburkan adanya anemia.) · Tes hemolisis : Hb dalam urin dan plasma, kenaikan methemoglobin · Analisa gas darah · Elektrokardiogram · CVP kateter · Swan-Ganz kateter untuk memonitor tekanan kapiler pulmo · Monitor tekanan darah 8. Prognosis Pada hampir tenggelam tanpa aspirasi air, penyembuhan dapat terjadi jika resusitasi yang baik segera dimulai pada waktu kejadian. Jika terjadi aspirasi, prognosis kurang baik. Jika terjadi hipoksemia berat dan asidosis metabolik yang seringkali berhubungan dengan trauma paru, keadaan analisis gas darah yang jelek, sukar menjadi patokan prognosis untuk hidup. Prognosis pada korban yang datang ke rumah sakit dalam keadaan sadar atau hanya mengantuk biasanya baik, tapi sebaliknya pasien yang ditemukan tidak sadar dengan dilatasi pupil dan tidak ada respirasi spontan mempunyai prognosis yang buruk. KESIMPULAN Telah dibicarakan tentang patofisiologi, penatalaksanaan dan monitoring serta prognosis dari korban tenggelam. Kita mengenal dry drowning, wet drowning dan near drowning juga perbedaan patofisiologi yang terjadi pada korban tenggelam di air laut dan air tawar. Namun akibatnya hampir sama yaitu asfiksia karena terhalangnya paru-paru untuk menyerap oksigen yang dapat berujung pada kerusakan organ hingga kematian. Penatalaksanaan di tempat kejadian yang paling penting adalah resusitasi kardiopulmoner, dan jangan sekali-sekali dimulai dengan drainage paru. Di rumah sakit, terapi ditujukan untuk memperbaiki ventilasi dan sirkulasi sehingga adekuat, koreksi ketidakseimbangan asam basa dan mengatasi hipotermi. DAFTAR PUSTAKA 1. Poseidon. The Lifeguardâs Third Eyes. Drowning Statistic â Drowning Facts File. 2006 2. Ap, Bs, H. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1981; 48-50. 3. Wikipedia. Tenggelam. Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Tenggelam, diunduh tanggal 9 Agustus 2012 4. Wikipedia. Asfiksia. Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Asfiksia, diunduh tanggal 10 Agustus 2012 5. Medical dictionary. Aspirasi. Available at http://medical-dictionary.thefree dictionary.com/Aspiration, diunduh tanggal 10 Agustus 2012 6. Sunaryo, Sudirman Syarif. Tenggelam dan cara pertolongannya. Dalam kumpulan nazca lengkap Konas I PCCMI 1982; 261-79. 7. www.eMedicine â Drowning : Article by Suzanne Moore Shepherd, diunduh tanggal 9 Agustus 2012 8. Shoemaker, William C. Drowning and near drowning. In Atext book of critical care. Phyladelphia: W. B Saunder company; 2002; 39-43. 9. Idris AH, Berg RA, Bierens J, et al. Recommended guidelines for uniform reporting of data from drowning : the âUtstein style.â Resuscitation. Sydneys: Butter worths; 2003; 45-59 10. Oh. T. E. Near drowning. In Intensive care manual. Sydneys: Butter worths; 2002; 282-5 15