KRITIK SOSIAL DALAM ROMAN PÜNKTCHEN UND ANTON KARYA ERICH KÄSTNER
(ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA)
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Oleh :
Ely Rusliawati
1203241027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JERMAN
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI TOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan dan saling membutuhkan. Maka dari itu manusia saling berinteraksi, menghargai, dan tolong menolong. Kehidupan sosial tidak akan berjalan dengan mulus karena salah satunya tidak mendukungnya interaksi tersebut.
Banyak penulis sastra menggambarkan fenomena sosial dalam karyanya salah satunya dalam roman Pünktchen und Anton karya Erich Kästner. Roman anak ini menceritakan kehidupan dua orang anak berusia sekitar 9 tahun yang bernama Pünktchen dan Anton. Pünktchen adalah seorang anak perempuan yang ceria putri seorang kepala Pabrik yang kaya dengan ibu yang sangat sibuk sehingga kurang memperhatikannya sedangkan Anton adalah anak laki-laki yang berasal dari keluarga kurang mampu ia tinggal hanya dengan ibunya yang sakit-sakitan sehingga Anton harus menggantikan ibunya bekerja di kedai kafe Italia.
Roman Pünktchen und Anton ditulis pada tahun 1931 oleh Erich Kästner. Roman ini merupakan roman anak kedua yang ditulis Erich setelah roman anak Emil und die Detektive. Erich Kästner sendiri merupakan seorang penulis ternama di Jerman. Kästner merupakan lulusan ilmu sastra, sejarah dan filsafat dari Universitas Leipzig. Ia menerima gelar doktor pada tahun 1925 dan menjadi asisten Editor di sebuah Surat Kabar Leipzig. Karya-karyanya banyak bertema tentang dunia anak. Dalam tulisannya yang bertema anak Kästner juga ingin menyampaikan pesan tentang persahabatan, perbedaan status sosial yang ada di Jerman, cerita krimanal yang terjadi di kota besar dan perpecahan antar keluarga. (https://www.inhaltsangabe.de/autoren/kaestner/. Diunduh pada 05 Januari 2016).
Roman ini dibagi dalam 16 kapitel. Setiap kapitel banyak hal yang penulis ingin sampaikan tentang masalah sosial yang digambarkan pada kehidupan Pünktchen dan Anton. Permasalahan kehidupan anak-anak yang cukup kompleks yang memperlihatkan sisi-sisi lain dunia anak yang tidak hanya keceriaan. Dalam roman ini juga digambarkan tentang kriminalitas yang terjadi di kota besar, perbedaan status sosial, keluarga yang tidak harmonis, dan persahabatan.
Dalam setiap akhir Kapitel pengarang memberikan kesimpulan dan opini berupa kritik terhadap kejadian demi kejadian yang dilamai tokoh utama Pünktchen. Fenomena permasalahan sosial yang terjadi kehidupan masyarakat khususnya masyarakat Jerman ini yang menarik untuk diteliti.
Fokus Masalah
Masalah sosial apa yang dikritik oleh Erich Kästner?
Bagaimana bentuk penyampaian kritik oleh Erich Kästner?
Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan Masalah sosial apa saja yang dikritik oleh Erich Kästner dalam roman Pünktchen und Anton
2. Mendeskripsikan bentuk penyampaian kritik Erich Kästner dalam roman Pünktchen und Anton
Manfaat Penelitian
Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan korelasi antara satra, pengarang, dan masyarakat dalam penciptaan sebuah karya sastra.
Sebagai bahan kajian dan perbandingan yang relevan bagi penelitian yang serupa.
Sebagai bahan pembelajaran sastra, khususnya sastra Jerman.
Manfaat Praktis
Memberikan gambaran mengenai masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat Jerman.
Memahami muatan sosial yang terkandung dalam roman Pünktchen und Anton karya Erich Kästner.
Batasan Istilah
Roman
Roman adalah cerita prosa yang menekankan pada pengalaman
atau pengalaman dan peristiwa, yang memiliki beberapa alur.
Kritik Sosial
Kritik sosial adalah kritik yang berupaya untuk menanggulangi
suatu permasalahan yang ada di masyarakat.
Bentuk Penyampaian
Cara yang digunakan pengarang untuk menyampaikan kritik, yaitu
secara langsung dan tidak langsung.
-
BAB II
KAJIAN TEORI
Pengertian Roman
Roman merupakan salah satu dari tiga genre karya sastra. Dua genre sastra lainnya berupa Lyrik termasuk di dalamnya adalah Poesie atau Gedicht dan Drama (Sugiarti, dkk, 2005: 2). Pada awalnya roman merupakan sebuah cerita yang disusun dalam bahasa Romagna, bahasa yang digunakan sehari-hari di daerah sekitar kota Roma. Dengan kata lain kata roman berasal dari bahasa daerah, bukan bahasa latin resmi seperti biasa dipakai oleh para ahli. Setelah abad ke-13 istilah roman dipakai untuk cerita-cerita avontur atau suatu cerita yang penuh kisah asmara dalam bentuk puisi yang kemudian berkembang menjadi bentuk prosa. Dalam perkembangannya, roman tidak lagi menampilkan gambaran dunia kolektif suatu kelompok, namun roman mengisahkan peristiwa-peristiwa lahir dan batin dari seseorang atau beberapa orang tokoh pada suatu zaman tertentu dan untuk pembaca-pembaca individual (Hartoko, 1986: 120-121).
Dalam kesusastraan Indonesia, istilah roman dan novel umumnya dibedakan pengertiannya. Van Leeuwan dalam Zulfahnur (1996: 66-67) mengemukakan bahwa roman lebih banyak melukiskan seluruh hidup pelaku-pelaku, mendalami sifat-sifat watak mereka, dan melukiskan sekitar tempat mereka hidup. Pelaku-pelaku dilukiskan dari mulai kecil hingga akhir hidupnya, sedangkan novel dianggapnya tidak mendalam, lebih banyak melukiskan suatu saat, suatu episode dari kehidupan seseorang. Isinya lebih terbatas dari roman.
Sementara itu, Jassin dalam Zulfahnur (1996: 67) membedakan pengertian roman dan novel sebagai berikut: suatu roman melingkupi seluruh kehidupan, pelaku-pelakunya dilukiskan dari kecilnya hingga matinya, dari ayunan hingga ke kubur; sedangkan novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
Teeuw (2003: 189) menyebutkan bahwa roman merupakan bentuk sastra yang seringkali dianggap paling bersifat mimetik. Apa yang diceritakan dalam roman harus mendekati kenyataan; dunia roman yang disajikan dalam roman harus dikenali dan harus akrab dari segi kenyataan.
Hartoko (1986: 121) menyebutkan bahwa roman dirumuskan dalam beberapa kriteria tematis dan formal, yaitu sebagai berikut.
Secara tematis-struktural dapat dibedakan antara roman-roman yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang dialami seorang tokoh (cerita silat, Robinson, detektif, western), roman yang mementingkan profil dan perkembangan psikologis tokoh-tokoh dan roman yang menggambarkan suasana pada zaman tertentu atau di suatu daerah tertentu (roman sejarah, roman sosial, science fiction, roman daerah, roman kota dan sebagainya).
Secara formal-struktural dititikberatkan kriteria yang berkaitan dengan aspek-aspek menceritakan sesuatu (siapa yang menceritakan, point of view, bagaimana waktu dan ruang ditampilkan, roman dalam bentuk Aku atau Dia, roman dalam bentuk surat menyurat, buku catatan harian, autobiografi, kenang-kenangan dan sebagainya).
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa roman adalah sebuah karya gambaran kehidupan dunia yang diciptakan oleh pengarangnya, yang di dalamnya menampilkan hidup suatu tokoh beserta permasalahannya. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, roman adalah sebuah karangan sebagai wujud ekspresi batin pengalaman hidup pengarang yang menceritakan suatu peristiwa baik lahir maupun batin seseorang atau beberapa tokoh yang bersumber dari kehidupan nyata serta dituangkan dalam tulisan yang bernilai estetis. Dengan demikian roman dalam kasusastraan Jerman memiliki arti yang sama dengan novel dan roman dalam kasusastraan Indonesia.
Sosiologi Sastra
Dalam penelitian ini aspek yang dikaji adalah kritik sosial dengan pendekatan sosiologi sastra.
Sosiologi sastra atau sosiokritik adalah disiplin ilmu yang terlahir pada abad ke-18, ditandai dengan tulisan Madame de Stael (Ratna, 2003: 331) yang berjudul De la literature cinsideree dans ses rapports avec les institutions socials (1800). Meskipun demikian, buku teks tentang sosiologi sastra pertama baru terbit pada tahun 1970, berjudul The Sociology of Art and Literature: a reader, yang dihimpun oleh Milton C. Albrecht, dkk.
Endraswara berpendapat "sosiologi sastra merupakan dua bidang ilmu yang memiliki keterkaitan satu sama lain. dalam kaitan ini sastra merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan suatu tes dialektika antara pengarang dengan situasi sosial yang membentukanya, yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah karya sastra" (Endraswara 2003: 78 ). Hal ini menunjukkan bahwa karya sastra banyak lahir dari keadaan masyarakat sosial di lingkungan pengarang.
Menurut Ratna (2003:2) sosiologi sastra adalah pemahama terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan yang melatarbelakanginya. Lebih lanjut Ratna (2003:11) mengungkapkan tujuan sosiologi sastra, yaitu meningkatkan pemahaman terhadap karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, bahwa rekaan (imaji) tidak bertentangan dengan kenyataan. Hal ini sejalan dengan pendapat Endraswara bahwa Sosiologi sastra berbanding lurus dengan kenyataan.
Sastra, Masyarakat, dan Permasalahan Sosial
Sastra dan Masyarakat
Sastra dan masyarakat mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Karya-karya sastra tidak lahir begitu saja ada yang melatarbelakangi kehadirannya. Masyarakat adalah bagian yang melatarbelakang terciptanya karya Sastra. Masyarakat dengan segala permasalahan yang timbul didalamnya seringkali menjadi bahan sesorang untuk berkarya yang hidup ditengah-tengah masyarakat tersebut. Ratna mengungkapkan (Ratna,2011:332) bahwa ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebab: 1) Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subyek tersebut adalah anggota masyarakat, 2) Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat, 3) Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah masalah kemasyarakatan, 4) Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut, terakhir 5) Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Dengan demikian dapat disimpulkan karya sastra adalah cerminan kondisi masyarakat. Pengarang sebagai anggota masyarakat menyampaikan pendapat dan pandangannya mengenai kondisi masyarakat di lingkungannya mengenao masalah-masalah sosial melalui karya sastra yang diciptakannya.
Permasalahan Sosial
Menurut Soekanto (1990: 46), suatu masalah sosial akan timbul, apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai dan norma norma yang berlaku dengan kenyataan yang dihadapi. Ada beberapa masalah sosial penting yang dihadapi oleh masyarakat yang pada umumnya sama, yaitu a) masalah kemiskinan sebagai suatu keadaan seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan ukuran kehidupan kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut; b) kejahatan; c) disorganisasi keluarga, yaitu suatu perpecahan dalam keluarga sebagai suatu unit, oleh karena anggota-anggota keluarganya gagal memenuhi kewajibankewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya; d) masalah generasi muda; e) peperangan; f) pelanggaran terhadap normanorma masyarakat; g) masalah kependudukan; h) masalah lingkungan; i) birokrasi (Soekanto, 1990: 462-463).
Adapun penyebab timbulnya masalah sosial secara garis besar adalah, pertama terjadi hubungan antara warga masyarakat yang menghambat pencapaian tujuan penting dari sebagian besar warga masyarakat. Kedua, organisasi sosial menghadapi ancaman serius oleh ketidakmampuan mengatur hubungan antarwarga (Rab & Selznich via Soetomo, 1995: 4).
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan apapun bentuk permasalahan sosial adalah suatu kondisi yang tidak disukai oleh sebagaian anggota masyarakat. Kondisi tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan.
Berdasarkan pendapat pakar mengenai jenis permasalahan sosial di atas, maka penulis mengklasifikasikan jenis-jenis masalah sosial menjadi delapan aspek, sebagai dasar pengklasifikasian jenis-jenis kritik sosial. Pengklasifikasian masalah sosial tersebut mengacu pada berbagai aspek-aspek kehidupan masyarakat yang lebih bersifat umum, diantaranya adalah masalah politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, keluarga, agama, moral, gender.
Kritil Sosial dalam Karya Sastra
Kritik sosial
Kata "kritik" berasal dari bahasa Yunani "krinein" yang berarti mengamati, membanding, dan menimbang. Dalam Ensiklopedia Indonesia, kritik didefinisikan sebagai penilaian (penghargaan), terutama mengenai hasil seni dan ciptaan-ciptaan seni (Tarigan, 1985: 187). Kata sosial dalam hal ini berhubungan dengan interaksi dengan masyarakat. Interaksi yang dilakukan warga masyarakat mengacu pada permasalahan yang melibatkan banyak orang dan sering disebut dengan kepentingan umum, manusia sebagai anggota dari suatu masyarakat semestinya mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan individu.
Kritik sosial merupakan usaha seseorang untuk memberikan penilaian dan pendapat terhadap suatu persoalan atau kenyataan sosial yang terjadi di masyarakat. Kondisi sosial yng dikritik adalah kondisi sosial yang dianggap menyimpang dalam kurun waktu tertentu. Penilaian dapat diungkapkan dengan berbagai cara berikut mengamati, menyatakan kesalahan, memberi pertimbangan, dan sindiran guna menentukan nilai hakiki suatu masyarakat lewat pemahaman, penafsiran, dari kondisi yang harus dipertanggungjawabkan. Adapun batasan kritik sosial selalu disertai dengan 1.) penilaian yang dilakukan oleh seseorang 2.) kritik sosial digunakan untuk menentukan nilai hakiki suatu masyarakat, 3.) kritik sosial didasarkan pada kenyataan sosial, 4.) bentuk penyampaian kritik sosial dengan cara mengamati, menyatakan kesalahan, memberi pertimbangan, dan sindiran.
Batsan kritik sosial yang akan digunakan pada penilitian ini adalah kritik sosial yang berdasarkan pada kenyataan- kenyataan sosial yang menyimpang. Penulis memfokuskan menganalisis masalah-masalah sosial ynag muncul dalam budaya Jerman dengan latar belakang waktu, tempat, dan budaya pengarang.
Kritik sosial dalam Karya Sastra
Karya sastra melalui medium bahasa figuratif konotatif memiliki kemampuan yang jauh lebih luas dalam mengungkapkan masalah-masalah yang ada di masyarakat (Ratna, 2003: 23). Lebih lanjut menurut Ratna (2011:335) diantara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosalah, khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsurunsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakandiantaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang lebih lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalkah-masalah kemasyarakatan yang juga luas,b) bahasa novel cenderung menggunakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa novel merupakan genre yang sosiologis dan responsiv sebab sangat pekat terhadap fluktuasi sosiohistoris.
Sastrawan sebagai anggota masyarakat berusaha mengkomunikasin masalah-masalah yang ada di masyarakat dengan menciptakan suatu karya yang mengandung kritik sehingga dapat mewakili perasaan masyarakat.
Kritik sosial dalam karya sastra memiliki kesamaan dengan kritik sosial dalam pengertian umum atau kritik sosial dalam media massa. Kesamaan tersebut terletak pada kemampuannya untuk mengungkapkan segala problem sosial. Damono (1979: 25) berpendapat bahwa kritik sosial dalam karya sastra (dewasa ini) tidak lagi hanya menyangkut hubungan antara orang miskin dan orang kaya, kemiskinan dan kemewahan. Kritik sosial mencakup segala macam masalah sosial yang ada di masyarakat, hubungan manusia dengan lingkungan, kelompok sosial, penguasa dan institusi-institusi yang ada.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa karya sastra dapat berfungsi sebagai media untuk mengungkapkan kritik sosial terhadap fenomena kondisi masyarakat sehingga adanya keharmonisan.
Jenis-Jenis kritik Sosial
Pada penelitian ini peneliti mengklasifikasikan jenis-jenis kritik sosial berlandaskan pada konsep sosiologi sastra Marx, dengan pengembangan konsep konflik sosial berdasarkan konsep lembaga-lembaga kemasyarakatan, sehingga peninjauan kritik dilakukan berdasarkan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
Dalam konsep sosiologi sastra Marx dijelaskan bahwa eksistensi sastra sebagai produk pikiran dan perasaan manusia ditentukan oleh faktor di luar sastra, yaitu struktur material masyarakat (Kurniawan, 2011:46). Dalam menganalisis sastra dengan metodologi analisis sastra Marx, terdapat tiga paradigma yakni: pertama analisis terhadap aspek di luar sastra, yaitu struktur kelas ekonomi masyarakat yang menjadi faktor determinasi sastra, yang dilakukan dengan mengidentifikasi latar sosial yang menjadi konteks terjadinya peristiwa. Kedua, analisis terhadap relasi
struktural sastra dengan struktur masyarakat, yang tinjauan akhirnya adalah mengidentifikasi fenomena sosial masyarakat yang menjadi acuan dari perspektif konflik sosial antar kelas. Ketiga, analisis fungsi sosial sastra.
Menurut Soekanto (1990:395) pada hakekatnya masalahmasalah sosial yang terjadi pada masyarakat merupakan gejalagejala yang tidak dikehendaki atau gejala patologis. Gejala-gejala tersebut akan menyebabkan kekecewaan dan penderitaan bagi warga masyarakat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa masalah-masalah sosial yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Dalam keadaan normal terdapat integrasi yang sesuai antara lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini (Soekanto, 1990: 398-399).
Gambar. 1Hubungan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang terintegrasi secara harmonis.
Berdasarkan gambar diatas, terdapat distribusi yang merata antar
lembaga kemasyarakatan, antara lain: rumah tangga, moral, politik, pendidikan, agama, kebiasaan, dan ekonomi. Namun apabila distribusi antar aspek tidak merata, maka akan timbul permasalahan sosial.
Berasarkan uraian di atas maka kritik sosial pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi delapan aspek meliputi politik, ekonomi, kebiasaan, pendidikan, keluarga, moral, gender, dan agama. Pembagian ini berdasarkan pada pembagian lembaga-lembaga kemasyarakatan yang meliputi: politik, moral, pendidikan, agama, rumah tangga, ekonomi dan kebiasaan.
Kritik Sosial Masalah Politik
Kritik Sosial Masalah Ekonomi
Kritik Sosial Masalah Pendidikan
Kritik Sosial Masalah Kebudayaan
Kritik Sosial Masalah Moral
Kritik Sosial Masalah Keluarga
Kritik Sosial Masalah Agama
Kritik Sosial Masalah Gender
Bentuk penyampaikan kritik sosial dalam karya sastra
Bentuk penyampaian langsung
Bentuk penyampaian tidak langsung
Penelitian yang relevan
BAB III
METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pustaka yang menggunakan teknik penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian pustaka atau penelitian perpustakaan dilakukan dalam kaitanya dengan objek dalam bentuk karya tertentu. Artinya, objek tersebut dianggap sah, sudah cukup diri untuk mewakili keseluruhan data yang diperlukan (Ratna, 2004: 17). Secara keseluruhan metode kualitatif memanfaatkan cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi (Ratna, 2004: 46).
Data Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata, frasa atau kalimat-kalimat yang berisi kritik-kritik sosial yang terdapat dalam kinderroman Pünktchen und Anton. Dengan demikian pembahasan dalam penelitian ini akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian pembahasan tersebut.
Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ini adalah roman berjudul Pünktchen und Anton karangan Erich Kästner. Roman ini diterbitkan pada tahun 2013 oleh Dresslr Verlag Gmbh, Hamburg dengan tebal halaman 154 halaman, yang dimulai dari halaman 7 sampai halaman 154.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang berupa roman. Oleh karena itu dalam pengumpulan data, teknik yang digunakan adalah teknik baca catat. Data diperoleh dari kata, frasa, kalimat, maupun paragraf yang mengungkapkan kritik-kritik sosial. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut.
1. Membaca keseluruhan roman untuk mengetahui identifikasi umum.
2. Membaca dengan cermat yang di dalamnya ada kegiatan menganalisis kata,
frasa atau kalimat yang berhubungan dengan kritik-kritik sosial dalam roman tersebut
3. Mencatat hasil pembacaan secara menyeluruh
4. Mengklasifikasikan data sesuai fokus permasalahan dalam bentuk tabel.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri yang akan menganalisis roman berjudul Pünktchen und Anton karya Erich Kästner. Kegiatan penelitian ini juga dibantu alat-alat lain berupa laptop dan alat tulis yang digunakan untuk mencatat data-data yang ditemukan. Data tersebut menyangkut kata-kata yang mengandung kritik dalam roman Pünktchen und Anton .
Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data penelitian dilakukan dengan validitas semantik dan expert judgment atau pertimbangan ahli. Dalam hal ini peneliti berkonsultasi dengan dosen pembimbing dan bertanya kepada para ahli di luar dosen pembimbing. Sementara itu reliabilitas data penelitian dilakukan dengan reliabilitas intrarater dan interrater. Dalam reliabilitas intrarater peneliti melakukan pembacaan secara berulang-ulang untuk memastikan hasil temuan data, sedangkan reliabilitas interrater peneliti mendiskusikan hasil temuan data dengan rekan yang telah membaca karya tersebut atau memahami bidang yang diteliti.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh diidentifikasi dan diklasifikasikan sesuai kategori yang ditentukan. Data-data tersebut kemudian ditafsirkan maknanya dengan menghubungkan antara data dan teks tempat data berada. Selain itu dilakukan juga interferensi, yaitu menyimpulkan data-data yang telah dipilah-pilah tersebut untuk kemudian dibuat deskripsinya sesuai dengan kajian penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
balai Pustaka.
Hartoko, Dick. dan B. Rahmanto 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta:
Kanisius.
Meutiawati. Tia dkk. 2007. Mengenal Jerman Melalui Sejarah dan Kesussastraan,
Yogyakarta: Narasi.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sugiarti, Yati dkk. 2005. Literatur 1. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan
`
Teeuw, A. 2003. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Wellek, Renne dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani
Budianta. Jakarta: Gramedia.
Zulfahnur, dkk. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
KRITIK SOSIAL DALAM ROMAN PÜNKTCHEN UND ANTON KARYA ERICH KÄSTNER
(ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA)
Oleh
Ely Rusliawati
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) kritik masalah sosial yang ada di Jerman dalam roman Pünktchen Und Anton Karya Erich Kästner dan (2) bentuk penyampaian kritik Erich Kästner dalam roman Pünktchen Und Anton. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Data penelitian ini berupa kata, frasa, dan kalimat dalam roman Pünktchen Und Anton karya Erich Kästner. Penulis belum mampu memberikan kesimpulan hasil penelitian karena masih dalam proses penelitian.
Sumber data penelitian ini adalah roman Pünktchen Und Anton karya Erich Kästner yang diterbitkan oleh Dressler Verlag GmbH di Hamburg tahun 2013, ISBN 978-3-7915-3014-7
. Data diperoleh dengan teknik menbaca dan mencatat. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Keabsahan data diperoleh dengan validitas semantik dan diperkuat dengan validitas ekspert judgement. Reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas Intrarater dan Interrater.
Comments
Report "KRITIK SOSIAL DALAM ROMAN PÜNKTCHEN UND ANTON KARYA ERICH KÄSTNER (ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA) PROPOSAL SKRIPSI "